Matahari sudah tinggi. Angin bertiup perlahan, mengitari rumah-rumah adat di kampung Limbungan.
Di Limbungan, rumah-rumah adat berjejer indah. Atapnya terbuat dari ilalang. Dalam bahasa Sasak, ilalang disebut Re. Sementara, dindingnya terbuat dari Sideng atau tanah liat.
Di salah satu rumah, sudah berkumpul sejumlah generasi muda adat. Mereka semua dari kampung Limbungan. Mereka mengadakan Pertemuan Kampung (Perkam). Deklarasi Pengurus Kampung (PKam) BPAN Limbungan menjadi agenda utama Perkam. Di moment itu, dibentuk dan dilantik pengurus PKam BPAN Limbungan.
Ratnijah, hari itu, bangun pagi dengan semangat baru. Ia adalah pemuda adat kampung Limbungan. Usai menyelesaikan aktivitas di rumahnya, ia segera bergegas ke salah satu rumah adat di Limbungan. Di sana, sudah mulai terkumpul kawan-kawannya, sesama pemuda-pemudi adat Limbungan. Memang, di malam sebelumnya, Ratjinah dan teman-temannya sudah berkonsolidasi. Rumah Ratjinah, memang menjadi tempat nongkrong teman-teman di kampungnya. Sehingga, dengan mudah ia mengkoordiner dan meningatkan lagi kawan-kawannya.
Sekitar pukul 13.30 Wita, Ratjinah dan pemuda-pemudi adat Limbungan sudah terkumpul di salah satu rumah adat. Rumah tersebut merupakan rumah salah satu kawan pemuda adat, Haerun Nisak. Di situlah, Perkam dilaksanakan.
Hadir dalam Perkam itu, 11 orang pemuda-pemudi adat Limbungan. Mereka yaitu Ratnijah, Haerun Nisak, Satriawan, Amirun, Abdul Aziz, Suliadi, Sapardi, Suhaedi, Abdul Majdi, M.Haeruz Zamani, Muhibudin Ahyar dan Ismaedi.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Tetua adat Limbungan, Amag Irsasih dan DePAN Region Balinusra, Lalu Kesumayadi. Mereka menjadi saksi para pemuda-pemudi adat Limbungan berupaya menjaga dan membangun kampungnya.
Dalam musyawarah itu, para generasi muda adat Limbungan bersepakat untuk bergabung bersama BPAN. Mereka kemudian mendeklarasikan Pengurus Kampung (PKam) BPAN Limbungan sebagai wadah berkumpul dan berjuang bersama.
Musyawarah juga memutuskan struktur kepengurusan PKam BPAN Limbungan yang pertama. Posisi Ketua dipercayakan kepada Ratnijah, Sekretaris diserahkan kepada Satriawan, dan Bendahara dimandatkan kepada Haerun Nisak.
Menurut Ratnijah, Ketua terpilih, BPAN tidah hanya menjadi wadah perjuangan tapi juga ruang belajar tentang masyarakat adat. Ini kemudian menjadi alasan dibentuknya PKam BPAN Limbungan.
“Karena BPAN Adalah Organisasi Sayap AMAN yang membela dan memperjuangkan Masyarakat Adat. Supaya kita tau hak-hak masyarakat adat dan bisa tetap terjaga adat istiadatnya” ucap Ratjinah.
Di antara rumah adat Limbungan, pengurus dan anggota BPAN Kampung Limbungan dikukuhkan dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat. Prosesi ini dipimpin oleh Lalu Kesumayadi.
14 Februari 2021, menjadi hari bersejarah. Pemuda-pemudi komunitas adat Limbungan bertemu, bermusyawarah, dan mendeklrasikan BPAN Kampung Limbungan.
Di tempat lain di belahan bumi ini, 14 Februari dimaknai sebagai hari kasih sayang. Di Limbungan, 14 Februari menjadi hari kebangkitan pemuda-pemudi adat kampung Limbungan.
“Pemuda adat yang menjadi kader BPAN harus mewakafkan diri untuk mempertahankan wilayah adatnya dan terus mendesak pemerintah membuat perda pengakuan hak-hak masyarakat adat,” ucap Pak Amir.
Seruan itu menghentak puluhan generasi muda adat Maros yang mendengarnya bicara.
Amir merupakan tetua adat sekaligus anggota Dewan AMAN Daerah Maros. Ia hadir dan bicara di depan sekitar 20 orang generasi muda adat Maros yang melangsungkan Pertemuan Daerah (Perda) sebagai momentum konsolidasi.
Kegiatan Perda tersebut dilangsungkan pada 11-12 Februari 2021, di komunitas adat Karaeng Bulu, Desa Bonto Mattinggi, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Dalam kegiatan Perda ini, juga dilaksanakan Pendidikan Kader Pemula AMAN.
Perda I ini menjadi momen bersejarah bagi generasi muda adat Maros. Di dalam Perda ini dilakukan musywarah pembentukan Pengurus Daerah (PD) BPAN Maros.
Pembentukan PD BPAN Maros merupakan hasil musyawarah para pemuda-pemudi adat di kabupaten Maros. Upaya mereka ini pun didukung penuh oleh Pengurus Wilayah (PW) BPAN Sulawesi Selatan (Sulsel) dan PW AMAN Sulsel.
Marjuli, Ketua PW BPAN Sulsel, yang hadir dan membantu dilangsungkannya Perda mengatakan bahwa pembentukan PD BPAN Maros sangat penting.
“Pembentukan PD BPAN Maros sangat penting karna generasi muda sebagai leader masyarakat adat untuk mempertahankan wilayah adat sehingga perlu adanya organisasi pemuda adat sebagai wadah perjuangan dan BPAN sebagai solusi untuk menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat adat”, ungkapnya.
12 Februari 2021 menjadi memontum bersejarah bagi pergerakan BPAN di Maros.
Hasil musyawarah pemuda-pemudi adat Maros memutuskan untuk mendeklarasikan PD BPAN Maros. Dalam musyawarah itu juga diputuskan kepengurusan pertama PD BPAN Maros. Aminuddin terpilih sebagai Ketua. Ia dibantu oleh Safa sebagai Sekretaris dan Firdayanti sebagai Bendahara. Mereka kemudian dikukuhkan dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat. Proses pengukuhan ini dipimpin oleh Ketua PW BPAN Sulsel.
Di Maros, panji BPAN kembali dikibarkan. Perjuangan generasi muda adat pun dikobarkan.
“Kita tidak membentuk, karena sebelumnya BPAN Lombok Barat sudah Perda (Pertemuan Daerah). Hanya saja, belum begitu aktif. Dan ketua terpilih sebelumnya Lalu Budi Hartono mengundurkan diri”.
Begitu disampaikan Lalu Kesumajayadi via Whatsapp.
Lalu Kesumajayadi merupakan anggota Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) Region Bali-Nusra. Ia terpilih menjadi DePAN di Jambore Nasional (Jamnas) III Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) di Muara Samu, Kalimantan Timur.
Beberapa waktu lalu, sejumlah anggota BPAN Daerah Lombok Barat berkonsultasi dengannya. Hal penting yang mereka bicarakan terkait mengaktifkan kembali roda organisasi BPAN Daerah Lombok Barat. Termasuk, membicarakan posisi Ketua yang sudah kosong karena ketua terpilih telah mengundurkan diri.
Sebagai DePAN, ia memastikan bahwa roda pergerakan BPAN di wilayahnya tetap berjalan. Koordinasi dengan sesama Pengurus Nasional (PN) yakni Ketua Umum BPAN, ia lakukan. Mengaktifkan kembali kepengurusan BPAN di beberapa daerah, termasuk PD BPAN Lombok Barat, menjadi program prioritas PN BPAN.
“Karena ini bagian dari mandat organisasi. Kita ingin BPAN ini lebih progresif dalam pengorganisasian dan juga kita menyiapkan kader pemimpin untuk Generasi Muda Adat mulai dari kampung – kampung hingga ke daerah dan kita mulai dari sini, BPAN,” ungkap Lalu Kesumajayadi.
Menurutnya, upaya menggerakan kembali roda organisasi PD BPAN Lombok Barat, diinisiasi oleh anggota BPAN Lombok Barat sendiri. Inisiasi ini diawali dengan rapat pengurus. Sebelumnya pengurus juga telah melakukan rapat internal dan konsultasi dengan DePAN Reg Bali-Nusra dan juga kepada Ketua BPH AMAN Daerah Lombok Barat selaku penasihat. Hasil pertemuan itu, menetapkan jadwal pelaksanaan musyawarah pergantian pengurus BPAN yang masih aktif dengan menunjuk dan mengangkat ketua Penjabat Sementara (Pjs) Ketua.
“Yang pasti, karena ketua sebelumnya mengundurkan diri, sehingga agar kerja-kerja organisasi berjalan dengan baik maka kita harus melakukan pergantian,” ucap Lalu.
Musyawarah pergantian pengurus BPAN Daerah Lombok Barat dilaksanakan di Rumah AMAN Lombok Barat. Dihadiri oleh anggota PD BPAN Lombok Barat, Ketua BPH AMAN Lombok Barat, Perwakilan Pengurus BPAN NTB, dan DePAN Region Bali-Nusra.
Hasil musyawarah memandatkan Raden Wire Satriaji sebagai Pjs Ketua PD BPAN Lombok Barat. Ia kemudian dikukuhkan sebagai Pjs Ketua dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat. Dalam kepengurusan yang baru ini, ia dibantu oleh M. Septian Wahyudi selaku Sekretaris dan M. Riskiya Ansori sebagai Bendahara.
Menurut Raden Wire Satriaji, generasi muda adat wajib bergabung bersama BPAN.
” Karna organisasi BPAN ini lah yang sangat tepat untuk wadah para pemuda-pemuda yang ingin mewujudkan impian mereka yang berhubungan dengan adat istiadat. Pemuda adat inilah yang akan meneruskan nilai-nilai luhur adat istiadat.,” ucapnya.
Selain kegitan tersebut, dilangsungkan juga Pendidikan Kader untuk pengurus BPAN Daerah Lombok. Pendidikan ini dimaksudkan untuk menanamkan pengetahuan berorganisasi di BPAN dan AMAN.
28 Januari 2021 menjadi momen bersejarah bagi PD BPAN Lombok Barat. Kepengurusannya dibentuk ulang sekaligus mengatur gerak baru dalam arak-arakan perjuangan Masyarakat Adat nusantara.
9 Februari 2021, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) menggelar Rapat Pengurus Nasional (RPN) ke-9 (IX) secara virtual via aplikasi zoom. Salah satu agenda RPN IX, membahas tentang persiapan Jambore Nasional (Jamnas) IV BPAN.
RPN merupakan salah satu ruang pertemuan dan pengambilan keputusan yang diatur dalam statua BPAN. RPN diselenggarakan dua kali dalam setahun yang dihadiri oleh Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) dan Ketua Umum beserta jajarannya. Berdasarkan statuta, RPN diselenggarakan untuk beberapa tujuan. Pertama, melakukan evaluasi berkala atas penyelenggaraan organisasi dan pelaksanaan program program kerja BPAN serta melakukan perbaikanperbaikan yang diperlukan. Kedua, merumuskan dan mengeluarkan rekomendasi- rekomendasi kepada seluruh perangkat organisasi BPAN untuk memperbaiki kinerja masingmasing. Ketiga, merumuskan dan mengeluarkan keputusankeputusan Pengurus Nasional untuk disampaikan kepada dan dilaksanakan oleh seluruh perangkat organisasi dan atau anggota BPAN. Keempat, merumuskan dan mengeluarkan pernyataan sikap BPAN.
RPN IX BPAN dihadiri oleh DePAN, Ketua Umum, Sekretariat Nasional, dan Peninjau. Para DePAN BPAN yakni Lalu Kesuma Jayadi selaku DePAN Region Bali-Nusa Tenggara, Erlina Darakay selaku DePAN Region Kepulauan Maluku, Jhontoni Tarihoran selaku DePAN Region Sumatera, Joko Sumarto selaku DePAN Region Sulawesi, Paulus Ade Sukmayadi selaku DePAN Region Kalimantan, Sem Vani Ulimpa selaku DePAN Region Papua, dan Zebri Bahril Ulum selaku DePAN Region Jawa. Ketua umum BPAN, Jakob Siringoringo, turut hadir bersama para staf di Sekretrariat Nasional BPAN. Sementara, Rukka Sombolinggi selaku Sekjen AMAN, Eustobio Rero Renggi selaku Deputi I Sekjen, Riky Aprizal selaku Direktur OKK PB AMAN, Awaludin dari OKK PB AMAN, dan Batara Tambing selaku volunteer BPAN hadir sebagai peninjau.
“Perkuat Organisasi Menuju Jambore Nasional IV BPAN’menjadi tema yang diangkat pada RPN IX. Selain Jamnas IV BPAN, beberapa agenda dan topik penting lain juga dilaksanakan serta dibahas mendalam.
Mars Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan mars BPAN dikumandangkan, di awal kegiatan. Acara kemudian dilanjutkan dengan Sambutan Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi.
Dalam sambutannya ia mengapreasiasi segala upaya yang selama ini dilakukan oleh BPAN. Ia juga turut memberikan berbagai motivasi dan penguatan terkait jalannya roda organisasi BPAN.
Usai Sekjend AMAN bicara, sesi dilanjutkan dengan agenda penyampaian perkembangan organisasi setahun terakhir, oleh Ketua Umum BPAN, Jakob Siringoringo. Sesi kemudian langsung disambung dengan tanggapan sekaligus penyampaian perkembangan DePAN setiap region.
RPN IX juga membahas program kerja BPAN enam bulan ke depan. Rapar Kerja Nasional (Rakernas) III BPAN dan Jamnas IV BPAN juga dibahas di sesi pembahasan program. Rencananya, Rakernas III BPAN akan dilaksanakan pada bulan April 2021 secara virtual. Sementara itu, Jamnas IV BPAN rencananya akan diselenggarakan pada bulan Juli 2021.
Menurut Ketua Umum BPAN, RPN IX juga menyepakati beberapa Langkah strategis terkait persiapan menuju Jamnas IV BPAN.
“Pengurus Nasional (PN) BPAN lewat Ketua Umum akan menyiapkan komposisi kepanitiaan Jambore Nasional IV BPAN. Kepanitian ini akan diputuskan pada Rakernas III BPAN nanti. Selain itu, PN BPAN akan melakukan konsolidasi regional sebagai langkah awal menuju Jambore Nasional IV BPAN”, ucap Jakob.
Pendidikan Adat, penyelenggaraan organisasi, peran Pemuda Adat Nusantara dalam ruang pengambilan keputusan Masyarakat Adat, dan penguatan kapasitas menjadi menjadi program-program penting lain yang dirumuskan dan disepakati dalam RPN IX.
Hasil RPN IX BPAN juga menyepakati pengangkatan Yuyun Kurniasih sebagai bidang organisasi di struktur kerja Ketua Umum dan perpanjangan periode Pengurus Nasional kepada Sekjen AMAN.
“Sudah 1 minggu masyarakat adat Batin Beringin Sakai dan pemuda-pemudi adat Batin Beringin Sakai panen padi Bang,” tutur Ismail Dolek. Ia begitu riang. Kegembiraannya meluap karena padi mereka sudah dipanen.
Ismail adalah ketua kelompok program kedaulatan pangan Masyarakat Adat Batin Beringin Sakai. Ia dan pemuda adat Sakai mulai menikmati hasil program kedaulatan pangan yang mereka mulai sejak 1 Agustus 2020.
Menurut Ismail, program kedaulatan pangan ini bertujuan untuk menaikan ekonomi Masyarakat Adat Sakai. Selain itu, di masa pandemi ini, tanaman yang mereka tanam menjadi sumber vitamin untuk memperkuat daya tahan tubuh.
Bulan Desember 2020, ia dan para pemuda-pemudi adat Sakai yang tergabung dalam kelompok kedaulatan pangan, melaksanakan panen terakhir buah semangka.
Kini, 2 bulan sejak panen semangka terakhir, padi yang ditanam pada bulan Oktober 2020, sudah dipanen. Sabtu, 6 Ferbuari 2021, tepat seminggu mereka bergotong royong memanen padi di wilayah adat Batin Beringin Sakai/Suluk Bongkal.
“Kami bergotong royong, bekerja. Di sini bergotong royong, namanya Besolak”, ucap Dolek.
Menurutnya, Besolak menjadi seperti jantung dalam program kedaulatan pangan Sakai. Ia menjadi motor yang menggerakkan kerja bersama Masyarakat Adat Batin Beringin Sakai.
Setiap hari, sebelum matahari naik tinggi, mereka sudah bekerja. Riang dan gembira menjadi suasana yang mereka rasakan setiap hari. Semua orang turut terlibat. Ketua Adat Batin Beringin Sakai, pemuda-pemuda adat, dan juga Masyarakat Adat Batin Beringin turut hadir.
Proses panen, diawali dengan ritual. Selanjutnya, mereka mulai mengayun sabit, hingga senja menjelang.
Menurut Ismail, padi yang mereka tanam merupakan padi lokal Sakai.
“Padi yang kami panen, dalam bahasa Sakai disebut padi Buung”, tambah Ismail.
Dalam panen padi kali ini, mereka mendapatkan sekitar 1000 kaleng padi dari lahan seluas 10 hektar. Padi yang dipanen, sebagian dikonsumsi oleh komunitas, sebagian dibagikan untuk anggota komunitas, dan sisanya dijual untuk modal tanam berikut.
Selain padi, Ismail dan para pemuda adat Sakai juga menanam jagung, cabe rawit, dan kacang tanah sebagai bagian dari program kedaulatan pangan.
Sekali lagi, Ismail dan pemuda adat Batin Beringin Sakai, Komunitas Adat Sakai, menujukan resiliensi Masyarakat Adat menghadapi pandemi covid-19.
“Pemuda adat harus bergabung dengan BPAN agar pemuda adat ini punya ruang khusus untuk bisa belajar, mengenali identitas diri dan semangat dan BPAN ini kan adalah kumpulan pemuda-pemudi adat yang punya rasa senasib dan sepenanggungan terhadap adat istiadat, budaya, dan wilayah adatnya,” ujar Supardi saat Pertemuan Daerah (Perda) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Sumbawa.
Supardi adalah ketua pertama BPAN Daerah Sumbawa. Ia terpilih saat Perda I BPAN Daerah Sumbawa, pada 30-31 Januari 2021 di komunitas adat Bakalewang.
Perda BPAN Daerah Sumbawa diikuti oleh 20 orang pemuda-pemudi adat Sumbawa, para tetua adat, DePAN Region Bali-Nusra, dan PD AMAN Sumbawa. Turut hadir pula 5 orang perwakilan karang taruna dan 12 orang perwakilan sanggar seni.
Pembentukan Pengurus Daerah (PD) BPAN Sumbawa menjadi salah satu agenda penting rangkaian acara Perda. Selain itu, ada juga beberapa materi penting yang menjadi topik sesi diskusi. Materi pertama tentang Pemetaan Wilayah Adat yang disampaikan oleh Bung Aminuddin dari UKP3 PD AMAN Sumbawa. Materi kedua terkait Perkenalan BPAN yang disampaikan oleh Bung Lalu Kesumajayadi selaku DePAN Redion Bali-Nusra. Materi ketiga tentang AMAN yang dituturkan oleh Awaluddin, OKK PB AMAN.
Usai sesi diskusi, Perda dilanjutkan dengan musyawarah pembentukan Pengurus Daerah BPAN Sumbawa. Di sesi ini juga diputuskan kepengurusan BPAN Daerah Sumbawa yang pertama. Hasil musyawarah para generasi muda adat Sumbawa memutuskan Supardi sebagai Ketua, Ahmadi sebagai Sekretaris, dan Syamsuddin sebagai Bendahara.
“Beberapa pesan yang disampaikan oleh tetua adat yang hadir. Pertama, semoga dengan terbentuknya pengurus PD BPAN Sumbawa ini sebagai generasi adat untuk mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal, menguatkan identitas serta menjadi benteng dalam mengelola dan mempertahankan wilayah adat. Kedua, pemuda harus lebih peduli terhadap adat istiadat dan budaya. Ketiga, pemuda adat harus bisa mandiri secara ekonomi,” tutur Supriadi mengeja ulang pesan yang disampaikan para tetua adat.
Ditambahkannya pula bahwa BPAN harus dideklarasikan di semua daerah di nusantara, sehingga para pemuda-pemudi adat punya ruang untuk mengorganisir diri dan memperjuangkan hak-haknya sebagai generasi penerus Masyarakat Adat.
“Untuk lebih mudah dalam mengorganisir diri sebagai pemuda adat, sehingga dengan banyaknya pengurus di daerah akan lebih mudah dan tangguh bagi kita memperjuangkan apa yang menjadi hak kita sebagai Masyarakat Adat,” tegas Supardi.
Ia dan kepengurusan PD BPAN Sumbawa yang baru, dikukuhkan menjadi bagian dari BPAN dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat. Acara pengukuhan dipandu oleh DePAN Region Balinusra, Lalu Kesumajayadi. Atas restu Sang Pencipta dan leluhur Masyarakat Adat, PD BPAN Sumbawa resmi menjadi bagian perjuangan Masyarakat Adat nusantara. BPAN menancap dan mengakar di Sumbawa.
“Menelusuri jejak leluhur seperti membuka pintu dan dan jendela kepada dunia yang lebih luas. Menelusuri jejak leluhur menjadi landasan bagi anak muda kembali mengenali dirinya sendiri dengan menggali sejarahnya”, ucap Rukka Sombolinggi.
Ia nampak larut dalam bahagia. Saat bicara, beberapa kali ia nampak mengenang perjuangannya bersama BPAN. Para pemuda-pemudi adat pun tertegun mendengar ia bercerita.
Selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi khusus hadir sebagai penanggap dalam acara Bedah Buku dan Peluncuran 4 Buku Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Kegiatan ini dilaksanakan untuk merayakan Hari Kebangkitan Pemuda Adat Nusantara dan Perayaan 9 Tahun BPAN secara daring via aplikasi zoom.
Pukul 13.00 WIB, hari Minggu, 31 januari 2021, Perayaan 9 Tahun BPAN digelar. Di bagian barat dan tengah Indonesia, matahari sudah bergeser dari atas kepala saat kegiatan itu dimulai. Di daerah timur, seperti Maluku dan Papua, kegiatan tersebut berlangsung bersamaan dengan datangnya senja. Perbedaan waktu ini tidak menyurutkan ratusan orang untuk menghadiri iven besar ini. Para pemuda-pemudi adat anggota BPAN dari seluruh nusantara hadir. Para tetua dan komunitas masyarakat adat juga hadir. Tidak hanya Masyarakat Adat, banyak pula masyarakat umum dari berbagai latar belakang turut hadir. Mereka semua menjadi bagian dan saksi momen bersejarah BPAN.
Mars AMAN & Mars BPAN menjadi pembuka acara. Syair dan alunan musiknya menggetarkan semua yang hadir. Mengingatkan kembali semangat dan identitas sebagai bagian dari Masyakarat Adat nusantara yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat.
“Pada kesempatan kali ini, ini adalah momen yang sangat spesial, sangat penting. Di usia 9 tahun BPAN, khsususnya bagi generasi muda adat di seluruh nusantara, bagaimana kemudian kita bersama-sama di BPAN bisa belajar, bertanya sama-sama, dan juga terus bertumbuh,” ucap Jakob.
Sebagai Ketua Umum BPAN, Jakob Siringoringo didaulat memberikan sambutan dan membuka acara secara resmi.
“Usia 9 tahun yang masih pendek, tentu kita tahapnya belum bisa berlari kencang. Tapi justru di saat ini kita menyerap pengalaman-pengalaman, menyerap pengetahuan-pegetahuan. Belajar terus. Bertanya terus. Dan kemudian kita merenungkan mimpi yang akan kita wujudkan di masa depan. Bagaimana mimpi kita nanti di wilayah adat kita. Sebagai contoh, misalnya, kita terbebas dari konsesi-kosnsesi yang terus menghantui kita, atau terbebas dari kerusakan-kerusakan lingkungan yang selalu menghantui kita. Seperti akhir-akhir ini, banyak sekali bencana,” jelas Jakob.
Ditambahkannya, semoga impian dan mimpi Masyarakat Adat, terlebih khusus BPAN, dapat terwujud ke depannya.
“Impian kita, di wilayah adat kita, kita hidup bahagia, hutan rimbun, sungai mengalir dengan jernih, binatang berkeliaran dengan bebas. Kita bisa membangun rumah dengan sumber daya yang kita miliki dan banyak hal lainnnya yang semuanya sangat bisa membuat kita menjadi Masyarakat Adat yang sejati,” terang Jakob.
Ia berharap generasi muda adat di BPAN menjadikan momentum 9 tahun menjadi tonggak mewujudkan mimpi-mimpi untuk memperkuat kampung.
“Menjadi pemuda-pemudi adat yang terus membuktikan diri sebagai bagian dari bangsa ini, bagian dari negara ini yang tak bisa tercerai beraikan dan kita bangkit terus. Karena itu seperti tema perayaan 9 tahun kali ini, Teruskan Mimpi Perkuat Kampung, kita generasi muda adat terus berusaha, terus bergerak. Maju terus melangkah. Memastikan bahwa kampung kita terjaga. Komunitas kita Masyarakat Adat terawat. Terbebas dari klaim-klaim sepihak pihak ketiga dan kita berdaulat atasnya. Jadi, kerja-kerja yang kita lakukan sekarang adalah menuju impian kita di masa depan,” ungkap Jakob.
Suaranya terdengar tegas. Sorot matanya penuh harap. Nampak di wajahnya keyakinan penuh terhadap sesama generasi muda adat untuk terus berjuang, terus bermimpi dan memperkuat kampung. Jakob menghantar para hadirin masuk ke sesi yang lebih serius: bedah buku. Mendengar kisah-kisah dari pemuda-pemudi adat yang menjadi narasumber sekaligus penulis buku Menelusuri Jejak Leluhur dan Mahakarya Leluhur.
Ali Syamsul, pemuda adat asal Enrekang, mendapat kesempatan bicara pertama. Ia bercerita tentang pengalamannya saat tinggal bersama suku Anak Rimba.
“Rusaknya hutan bagi mereka, itu sama saja kiamat bagi mereka. Karena seluruh aktivitas mereka berada di hutan. Membuatkan rumah hanya menjauhkan mereka dari ruang hidup mereka yang sebenarnya yaitu hutan. Itu adalah wilayah kehidupan mereka,” ujar Ali.
Ia menjadi saksi atas cara hidup suku Anak Rimba yang disebutnya begitu agung karena mampu menjaga hutan sebagai bagian penting kehidupan mereka.
“Saya melihat kehidupan mereka lebih agung dari pada mereka yang mengaku masyarakat modern”.
Di buku Menelusuri Jejak Leluhur, ia bersama Katarina Megawati menulis tentang Anak Rimba Bukit Dua belas.
Cerita yang mirip juga dikisahkan narasumber kedua, Syahadatul Khaira. Ia berasal dari komunitas adat Betetulak, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Di buku ini, ia bersama Murshid Toha menulis ‘Cerita tentang Negeri Nua Nea’.
Khaira, menceritakan pengamalannya bersama pemuda adat dari Kalimantan Timur saat live-in di Komunitas Nua Ulu di Pulau Seram, Kota Ambon, Maluku Tengah. Mereka mengikuti keseharian Masyarakat Adat di komunitas Nua Ulu, Nua Nea, dari sejak pagi hari.
Khaira bercerita tentang tantangan yang mereka hadapi saat berada di komunitas tempat mereka tinggal. Salah satunya, mereka sempat dicurigai sebagai mata-mata karena saat itu ada banyak kasus perambahan hutan di sana.
“Ada beberapa kejadian di sana ketika kami masuk. Di antaranya ada beberapa kasus perambahan hutan di komunitas adat Nua Ulu. Dan kami dicurigai sebagai mata-mata yang masuk untuk mengintai daerah tersebut”.
Diterangkan Khaira, di sana ada beberapa pos tentara yang berjaga-jaga di gerbang pintu masuk. Kebetulan pintu masuk desa di tempat mereka live in, berjarak sekitar 2 kilometer.
“Kebetulan tempat kami tinggal itu adalah daerah yang datarannya agak tinggi, jadi kami bisa melihat sekitaran gerbang-gerbang tempat jalan masuk ke desa. Ketika ada orang baru yang masuk, itu bisa diiihat”, ucapnya
Sewaktu di sana, ada satu ritual yang sangat menarik perhatian Khaira. Namanya ritual Pataheri.
“Ritual ini diberikan kepada seorang anak yang menuju remaja. Ketika anak itu sudah mengalami beberapa fase yang dianggap masyarakat itu adalah menjadi seorang pemuda, ia akan dibawa ke dalam hutan untuk diajarkan berburu, diajarkan memanah, lalu diajarkan oleh tetua-tetua yang ada di sana, apa saja amanat-amanat yang menjadi seorang pemuda adat, selama 3 hari dua malam,” terang Khaira.
Selain itu ada hal menarik yang ditangkapnya terkait kearifan masyarakat setempat dalam mengelola kebun.
”Kemudian ada juga keseharian masyarakat di kebun yang mereka menggagap kebun itu adalah tata kelola kehidupan untuk perempuan”.
Khaira kemudian penasaran dengan kearifan ini. Istri tetua adat di sana kemudian memberikan pencerahan kepadanya.
“Karena perempuan itu mengelola hasil kebun yang dilanjutkan sebagai kehidupan untuk keuarganya. Dari hasil kelola kebun menjadi lanjutan untuk ruang kehidupan di keluarganya,” ucapnya sambil menirukan ucapan dari istri tetua adat Nua Ulu.
Yosi Narti, seorang pemudi adat lain yang menjadi narasumber, turut menceritakan kisahnya. Ia merekam banyak hal saat berada di komunitas Masyarakat Adat Punan Dulau, tepatnya di Desa Punan Dulau, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara. Yosi sendiri berasal dari komunitas adat Rejang Lebong, Bengkulu. Ia menulis “Cerita tentang Dayak Punan Dulau” bersama Angriawan di buku Menelusuri Jejak Leluhur.
Dari apa yang dialaminya, ia kemudian membuat semacam kredo tentang Masyarakat Adat di tempatnya tinggal.
“Masyarakat Adat itu pintar dan jenius. Mereka tinggal di hutan itu kaya. Karena mereka jaga hutan,” tegas Yosi.
Ia kemudian menyampaikan pribahasa dalam bahasa setempat. Pribahasa ini menjadi gambaran kuatnya hubungan Masyarakat Adat dengan hutan. Ini juga menjadi alasan kenapa Masyarakat Adat menjaga hutan dengan nyawanya. Pribahasa itu, bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia, berarti ‘hutan adalah air susu ibu’.
Buhanudin SJ, pemuda adat asal Komunitas Adat Soppeng Turungan, Sinjai, Sulawesi Selatan menjadi narasumber terakhir. Ia bersama Agung Prabowo, pemuda adat asal Semangus, Sumatera Selatan, menulis tentang ‘Kecapi’. Alat musik tradisional ini berasal dari Komunitas Adat Barambang dan kisahnya diceritakan mereka di buku Mahakarya Leluhur.
“Terkait dengan alat musik tradisional itu, saya fokus ke alat musik kecapi”, ujarnya.
Burhan dan Agung menghabiskan kurang lebih seminggu untuk meneliti, mengamati proses pembuatan kecapi, cara memainkannya, dan mencari tahu filsosi dari kecapi itu.
Dikisahkannya, ia menginap di rumah salah satu pemangku adat, sekaligus seniman pemain alat musik tradisional. Di kesempatan itu, ia mengikuti keseharian seniman kecapi yang rumahnya ia tinggali. Dari seniman itu, Burhan menulis tentang kecapi. Mulai dari menebang pohon, membentuk pohon sampai kecapi itu selesai. Prosesnya selama empat hari.
“Dari beberapa komunitas adat yang ada, alat musik tradisional seperti kecapi yang masih bertahan, ada di komunitas adat Barambang,’” ungkap Burhan.
Menurutnya, alasan kecapi masih bertahan di komunias Barambang adalah karena mereka punya komunitas yang khusus melestarikan musik tradisi.
“Nama komunitas ini kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, namannya Komunitas Seruling Kembar Satu Hati”.
Ditambahkan Burhan, komunitas itu terdiri dari tujuh orang seniman. Sekarang ini mereka, para seniman, harus bekerja keras mempertahankan warisan tradisi leluhurnya. Hal ini, menurutnya, terjadi karena tidak ada kebijakan pemerintah yang memperhatikan Masyarakat Adat Barambang.
Di akhir kesempatan bicaranya, Burhan kemudian mengajak para pemuda adat untuk menjaga warisan leluhur, misal alat musik tradisional, dengan mendokumentasikannya.
Usai semua narasumber bicara, kesempatan diberikan kepada para penanggap.
Kesempatan pertama diambil oleh Jhontoni Tarihoran selaku DePAN BPAN Region Sumatera. Jhon memang sudah duluan berbicara. Usai Ali Syamsul, narasumber pertama. Jhon sudah meminta izin berbicara terlebih dahulu. Hal ini karena, ia juga punya kegiatan yang lain di jam yang sama bersama kelompok kedaultan pangan. Di komunitasnya, ia dipercayakan sebagai Ketua Kelompok Kedaulatan Pangan. Jhon kemudian mengambil start lebih awal untuk memberikan tanggapan.
“Jadi kegiatan menelusuri jejak leluhur ini menjadi kegiatan yang sangat penting di BPAN. Sejak berdiri di tahun 2012 itu, periode 2012-2105 itu kan semacam periode inisiasi. Nah, saat saya mempimpin BPAN, itu kemudian di 2015-2018 itu kita meluncurkan kegaitan ini,” tutur Jhon.
Jhontoni merupakan Ketua Umum BPAN periode 2015-2018. Ia menjadi Ketua Umum BPAN kedua, menggantikan Simon Pabaras. Di masa kepengurusannya program menelusuri jejak leluhur digagas lebih serius. Program ini kemudian menghasilkan dua buku yang diterbitkan tahun 2017 dan dibedah di Perayaan 9 Tahun BPAN.
“Jadi, kita kan generasi muda saat ini ataupun saat itu, sedang mengalami tantangan. Bahwasannya kita seperti tidak menemukan jati diri. Jadi kegiatan menelusuri jejak leluhur adalah untuk menemukan jati diri. Banyak hal yang kita temukan, banyak pengetahuan-pengetahuan yang kita temukan, banyak kearifan-kearifan yang kita temukan”.
Diungkapkannya, buku Mahakarya Leluhur hadir untuk mendokumentasikan berbagai mahakarya leluhur Masyarakat Adat yang ditemukan saat menelusuri jejak leluhur.
“Nah, dari situlah, satu buku lagi, Mahakarya Leluhur itu muncul. Betapa dahsyatnya ternyata para leluhur kita untuk menyelamatkan, untuk menjaga bumi ini, sehingga bisa kita mewarisinya dengan baik”.
Jhon mengungkapkan bahwa para leluhur Masyarakat Adat sungguh luar biasa. Menurutnya, mahakarya mereka itu menjadi satu bukti atas eksistensi generasi muda adat terkini.
“Betapa luar biasanya, betapa dahsyatnya, atau mahakarya itu yang sudah mereka lakukan sehingga tanah masih tetap kita jaga, dari tanah itu kita mendapatkan air, dari tanah itu kita bisa hidup, dan sampai sekarang di kampung-kampung kita bisa temukan itu semua atas warisan leluhur,” ungkap pemuda adat yang akrab disapa Jhon ini.
Ia menjelaskan bahwa gerakan BPAN seperti spiral, untuk melangkah ke depan harus melihat jauh ke belakang. Ini dipahami sebagai upaya untuk memperkuat jati diri sebagai pemuda adat dengan mencari tahu asal muasal sejarahnya.
“Sebagai organisasi di BPAN untuk kita semakin maju melangkah ke depan mustinya kita harus juga melihat semakin jauh ke belakang. Jadi kalau digambarakan itu ibarat spiral. Semakin ke depan, semakin dia tahu, semakin memperkuat jati dirinya, asal muasalnya, sejarahnya. Jadi kita tidak akan pernah kehilangan arah lagi untuk menentukan arah hidup ini, mau ke mana BPAN ini sebagaimana visi yang sudah kita rumuskan bersama”.
Jhon mengakhiri sesi bicaranya dengan menyampaikan bahwa ulang tahung ke-9 BPAN menjadi momentum untuk lebih memperkuat gerakan pemuda adat di Nusantara.
Rukka Sombolingi sebagai penanggap berikutnya, mengisi sesi dengan penuh semangat. Cara bicaranya yang khas seorang orator, begitu dinantikan. Namun, kali ini, di sesinya, ia bicara seperti seorang ibu kepada anaknya dan seperti seseorang bicara kepada sahabat karibnya. Ia memulai dengan mengapresiasi kerja-kerja BPAN selama ini. Ia mengawali dengan meletakkan optimisme.
“Umur BPAN masih 9, tetapi sesungguhnya kalau kita secara jujur merefleksikan apa yang sudah dicapai BPAN saat ini, itu sangat luar biasa. Pencapaian BPAN selama ini membuat saya yakin, Masyarakat Adat di nusantara ini tidak akan pernah punah. Kita masih akan tetap ada. Malah kita akan terus berlipat-lipat.
Kak Rukka, begitu kerap kali banyak orang menyapanya, kemudian bercerita sedikit tentang kisah dua buku yang dibedah. Menurutnya, Jhontoni dan Mina Susana Setra sangat berperan penting atas hadirnya dua buku tersebut. Saat gagasan tentang menelusuri jejak leluhur dihembuskan, saat itu ia (Rukka) masih menjabat sebagai deputi II Sekjen AMAN.
“Sebelum berdikusi, itu Mina langsung bilang, keren skali Ka, gagasan mereka”, ucap Rukka sambil menirukan ucapan dan eskpresi Mina Setra yang kini menjadi Deputi IV Sekjen AMAN.
“Dan ketika mendengarkan apa yang di sampaikan Jhontoni itu, saya tersentak”.
Rukka tersadar dan terkagum-kagum. Menurutnya, ternyata anak muda saat itu merasa hilang, tersesat, dan perlu mengenali diri sendiri. Menelusuri Jejak Leluhur kemudian menjadi caranya.
Ia kemudian, melanjutkan cerita dengan menjelaskan alasan Masyarakat Adat minder dan selalu menjadi korban stigma. Sehingga, kadang Masyarakat Adat terjebak dalam rasa minder, merasa kecil, dan kemudian mengakui sejarah yang ditulis orang lain atas dirinya. Bahkan juga, Masyarakat Adat mengaitkan sejarah dirinya dengan sejarah besar untuk membangkitkan kepercayaan diri.
“Masyarakat Adat selalu diletakkan sebagai orang yang kalah, kita selalu dipaksa percaya bahwa kita adalah orang yang kalah, kitalah orang kecil, kita kemudian merasa minder. Bagaimana mengangkat rasa percaya diri sedikit? Kita mengaitkan diri kita dengan mengaitkan sejarah kita dengan beberapa sejarah besar. Mengaitkan sejarah dengan Islam, mengaitkan sejarah dengan Kristen, mengaitkan sejarah dengan agama-agama lain. Karena itu adalah sejarah-sejarah besar. Nah, ini salah satu yang saya sebutkan tadi, bukan hanya sejarah kita yang diceritakan beda oleh orang lain tapi kita pun percaya dengan sejarah yang tidak persis benar itu”.
Hal ini menurut Rukka perlu diubah. Masyarakat Adat, terutama generasi muda adat harus percaya diri, tidak boleh minder, dan harus melawan stigma serta cerita-cerita yang tidak benar tentang dirinya. Menelusuri jejak leluhur dan menuliskan sejarah serta cerita dari Masyarakat Adat atau pemuda adat tentang dirinya sendiri menjadi salah satu cara ampuh.
Hadirnya buku-buku karya BPAN membuatnya optimis dan menurutnya ini adalah solusi atas masalah-masalah yang ia sampaikan.
“Buku ini membuat saya bahagia”, ucap Rukka sambil memegang buku-buku karya BPAN dan menunjukannya ke kamera.
“Menurut saya, BPAN sudah meletakkan fondasi untuk peta jalan (road map) Masyarakat Adat ke depan. Generasi muda sangat penting untuk menuliskan sejarahnya sendiri. Kita tidak lagi ditulis oleh orang lain, sesuai dengan pandangan dan sensor-sensor dari mereka”.
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, menutup sesi bicaranya dengan mengucapkan apresiasi dan selamat ulang tahun bagi BPAN. Di mata dan senyumnya, nampak kebahagiaan dan optimisme baru.
Kendali acara dikembalikan ke moderator. Acara dilanjutkan ke sesi selanjutnya, peluncuran buku. Ketua Umum BPAN, Jakob Siringoringo menahkodai sesi ini.
“Baik, sebelum kita luncurukan buku ini secara khusus. Saya kasih waktu untuk Rikson memberikan tanggapannya dulu. Dua buku sudah dibahas secara mendalam di sesi bedah buku. Dua buku lagi akan kita bahas di lain waktu”.
Jakob kemudian memberikan kesempatan kepada Rikson dari Komunitas Mapatik untuk berbicara. Komunitas Mapatik adalah komunitas menulis di Minahasa yang terdiri dari berbagai latar belakang orang. Banyak penggerak di komunitas ini merupakan pemuda-pemudi adat anggota BPAN dan kader AMAN. BPAN dan Mapatik bekerjasama dalam mendukung aksi literasi pemuda-pemudi adat di Minahasa, Sulawesi Utara. Buku Minahasa Milenial menjadi bukti dan hasil dari upaya ini.
“Apresasi untuk buku, karya luar biasa yang dilahirkan oleh BPAN, kawan-kawan pemuda adat”, ucap Rikson selaku Director Komunitas Mapatik.
Di kesempatan bicaranya, ia mengapresiasi kerja-kerja BPAN, terutama para narasumber penulis buku dan materi yang disampaikan para penanggap. Ia juga menuturkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi Masyarakat Adat merupakan pengalaman yang juga pernah ia dan kawan-kawan di Minahasa hadapi. Terutama, terkait stigma.
“Stigmatisasi Masyarakat Adat itu membunuh, benar-benar mematikan kepercayaan diri para pemuda adat. Membuat kita minder. Kami Masyarakat Adat Minahasa juga mengalami hal-hal itu. Saya yakin pengalaman ini, juga dialami oleh saudara-saudara saya di komunitas adat lain di nusantara bahkan di seluruh dunia”.
Stigmatisasi ini menurutnya sengaja dilakukan untuk memisahkan Masyarakat Adat dengan tanahnya dan menghilangkan identitasnya sebagai Masyarakat Adat.
“Kita kemudian sadar bahwa tindakan ini sengaja dilakukan. Kita kemudian sadar melalui proses diskusi ringan sesama teman-teman pemuda adat, bahwa ini sengaja dilakukan agar para pemuda, para Masyarakat Adat meninggalkan identitasnya. Agar mereka melupakan semua ingatan tentang tanahnya, tentang leluhurnya,” ungkap Rikson.
Ia lanjut mengisahkan bagaimana mereka di Minahasa menghadapi tantangan tersebut.
“Menulis tentang kita, menurut saya, sekali lagi sangat penting dilakukan hari ini. Ini untuk menegaskan apa yang disampaikan kawan-kawan narasumber dan para penganggap tadi. Kesadaran ini yang membuat saya dan kawan kawan, di 20 tahun lalu untuk kemudian melakukan gerakan perlahan-lahan. Walaupun dicibir. Namanya anak muda kadang disepelekan. Ketika menulis cerita dianggap tidak ilmiahlah. Tapi hari ini kawan-kawan merasakan betul bahwa karya yang dikerjakan sepuluh, lima belas tahun lalu, hari ini menjadi referensi utama. Bahkan banyak penulis menulis tentang tanah ini, oleh para narasumber menceritakan tentang Minahasa. Karya-karya ini memotivasi dan mengispirasi para pemuda-pemudi adat Minahasa hari ini untuk melakukan kerja-kerja literasi yang lebih giat”, jelas Rikson dengan semangat berapi-api.
Dikisahkan Rikson, upayanya dan para generasi muda di Minahasa, mengerucut dan fokus di kerja pendokumentasian dengan membentuk Mapatik.
“Tahun 2015, kawan-kawan kemudian memilih untuk lebih fokus dalam kerja dokumentasi, sehingga mengumpulkan teman-teman pemuda adat itu, dari berbagai komunitas, dalam sebuah komunitas yang dinamakan komunitas penulis MAPATIK”.
Diungkapkan Rikson, Mapatik, dalam bahasa Minahasa, berarti menulis.
“Karya-karya yang diceritakan oleh Ali dan kawa- kawan itu, tidak sekedar informatif, tapi edukatif, dan memotasi serta bisa menginspriasi,” tutup Rikson.
Acara yang dinantikan pun tiba. Peluncuran 4 buku karya BPAN.
Jakob melanjutkan acara.
Ada dua buku baru dari 4 buku yang akan diluncurkan BPAN. Dua buku tersebut yakni buku Young Indigenous Women Are Marginalised in Their Territories dan Minahasa Milenial.
“Buku ini bercerita tetang bagaimana posisi pemudi adat, khususnya pemudi adat di komunitas kita,” terang Jakob sambil memegang buku Young Indigenous Women Are Marginalised in Their Territories.
“Tapi ini lebih bercerita tentang keseharian pemudi adat di mana gelombang-gelombang masalah membuat mereka tersisih di wilayah adatnya”.
Buku kedua, Minahasa Milenial bercerita banyak hal tentang Minahasa di konteks keininian. Cerita tentang pemuda adat sebagai generasi milenial dan cerita Masyarakat Adat Minahasa juga dibahas di dalamnya.
Usai menjelaskan isi buku, Jakob kemudian meluncurkan buku tersebut secara resmi.
“Atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa dan restu para Leluhur Masyarakat Adat, sore ini kita secara resmi meluncurkan ke empat buku ini: Menelusuri Jejak Leluhur, Mahakarya Leluhur, Minahasa Milenial, dan Pemudi Adat Tersisih di Wilayah Adatnya. Terima kasih. Dengan demikian buku ini sudah menjadi referensi publik”.
Nampak terlihat, para hadirin yang hadir bertepuk tangan. Ekspresi-ekspresi gembira nampak di wajah semua yang hadir menyaksikan peluncuran buku secara langsung.
“Dan kiranya melalui launching keempat buku hari ini, kita terus maju bergerak dan kita akan menghasilkan karya-karya berikutny ayang membuktikan Masyarakat Adat akan terus ada dan berlipat ganda dan kita sebagai pemuda-pemudi adat menjadi garda terdepan dalam kerja-kerja kita sebagai Masyarakat Adat”, timpal Jakob.
Jakob menutup bicaranya. Ia mengangkat tangannya sambil dikepal. Ia berucap:
“Salam pemuda adat, Bangkit, Bersatu, Bergerak, Mengurus Wilayah Adat!”
Sebuah video pendek berdurasi 4 menit, kemudian diputar. Video tersebut berisi mimpi-mimpi anggota BPAN dalam satu kata. Video itu menjadi penegas Tema Perayaan 9 tahun BPAN :”Teruskan Mimpi, Perkuat Kampung”.
9 Tahun BPAN menjadi refleksi penting bagi gerakan Masyarakat Adat di nusantara. Upaya menelusuri jejak leluhur, membuat tulisan, dan menghasilkan buku, menjadi jalan dekolonisasi yang dipilih untuk menyatakan sikap dan eksistensi sebagai Masyarakat Adat. Semua upaya yang dilakukan oleh BPAN selama ini menjadi upaya dekolonisasi ala pemuda adat.
Horas, salam pemuda adat! Pemuda adat bangkit bersatu bergerak mengurus wilayah adat!
Atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa dan restu para leluhur Masyarakat Adat, generasi penerus terus eksis menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan para pendahulu.
Barisan Pemuda Adat Nusantara atau BPAN yang lahir pada 29 Januari 2012 silam, tahun ini memasuki usia sembilan tahun. Sebagaimana sering diibaratkan pada manusia, umur sembilan tahun adalah usia anak-anak atau dengan kata lain masih kecil.
Usia masih sangat muda dengan periode kepengurusan normal baru tiga, namun BPAN dengan tegas dan tegap terus melangkah membawa generasi penerus Masyarakat Adat mencintai budaya dan adat istiadat warisan leluhur. Karena kami menyadari betul bahwa nasib dan masa depan kami sepenuhnya bergantung pada keberadaan hak-hak Masyarakat Adat, yaitu wilayah adat dan segala isinya.
Menjaga warisan leluhur ibarat seorang ibu merawat anak, yaitu darah dagingnya sendiri. Bagi kami merawat warisan leluhur, menjaga wilayah adat adalah tugas pokok yang mendarah daging, tanpa paksaan. Kami memperjuangkan tanah leluhur dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab turun-temurun dan tidak ada yang perlu diperdebatkan di situ.
Sebagai generasi penerus yang lahir dari rahim Masyarakat Adat, BPAN maju bergerak membela masa depan kami yang berbahagia. Dalam usia yang masih pendek, sesungguhnya kami belum dapat berlari kencang dan justru dimasa-masa inilah kami banyak belajar dan bertanya pada tetua, pada para pejuang, pada para leluhur dan segala mahluk ciptaan-Nya.
Dari proses belajar terus-menerus tersebutlah kami semakin menegaskan tujuan untuk memperkuat kampung sebgai benteng terpenting dalam membendung kekuatan penghancur yang berwujud dalam berbagai kebijakan yang merugikan Masyarakat Adat seperti HPH, Tambang, HTI, perkebunan skala besar, industri pariwisata dan sebagainya.
Ruang hidup Masyarakat Adat atau wujudnya wilayah adat yang telah dirampas puluhan tahun sudah menjadi rahasia umum yang mengakibatkan kami generasi penerus Masyarakat Adat harus berjuang memperoleh eksistensi, mendapatkan kembali kebanggaan atas jati diri kami dan merusak perekonomian kami yaitu sumber daya alam, dan sumber dari SDA itu sendiri.
Sehingga sekali lagi, pada umur sembilan tahun, BPAN bergerak memperkuat komunitas adat, merapatkan barisan di tingkat kampung. Pengurus-pengurus BPAN dari waktu ke waktu tumbuh terus di berbagai daerah di seluruh nusantara. Sebab apa pun yang kami lakukan saat ini adalah cerminan akan impian kami atas wilayah adat kami dimasa mendatang.
Barisan Pemuda Adat Nusantara mengajak seluruh pemuda dan pemudi adat seluruh nusantara untuk meneruskan mimpi memperkuat kampung. Kita dapat melakukan kegiatan kreatif apa saja, contoh berkebun dan berladang dan mengelola sawah untuk kedaulatan pangan, menginisiasi sekolah adat, memprakarsai ruang-ruang belajar untuk menenun, membaca penanggalan pertanian, membuka perpustakaan, membuat video dokumenter atau film pendek dan sebagainya.
Kita, para pemuda adat senusantara harus terus menegakkan ilmu pengetahuan Masyarakat Adat yang sudah terbukti sangat beradaptasi dengan lingkungan, dan sama sekali tidak memancing bencana, katakanlah satu contoh konkret yaitu rumah adat. Arsitektur rumah adat dipelajari sedemikian rupa dengan tingkat kerumitan yang tinggi, tapi terbukti bertahan dan nyaman kita huni berabad-abad.
Para pendukung gerakan Masyarakat Adat khususnya generasi milenial juga tak henti-hentinya kami undang agar kita bersama-sama menyuarakan bahwa Masyarakat Adat adalah komunitas beradap tinggi di planet ini. Kita harus sama-sama menyuarakan isu-isu yang menjadi kepentingan kita bersama khususnya berkaitan dengan perubahan iklim sekaligus mendukung gerakan kami dalam memperkuat kampung untuk kehidupan kita bersama.
Kampung adalah jalan pulang bagi kami generasi penerus, dan sebagai warga negara kami juga di sisi lain berpulang pada negara dengan cara mendesak pemerintah mengesahkan Rancangan Undang Undang Masyarakat Adat. RUU Masyarakat Adat sangat tepat dan bermanfaat bagi generasi penerus, di mana di dalamnya kami akan semakin terlindungi dalam menjaga kekayaan alam nusantara yang tiada taranya. Kami meyakini sumbangsih dari wilayah adat baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, keamanan hingga politik akan sangat berdampak luas bagi bangsa dan negara Indonesia.
Pemuda adat bangkit bersatu bergerak mengurus wilayah adat!
“Ke depannya diharapkan pemuda Adat bisa bekerja sama dengan baik dengan tetua adat, saling membangun, demi tercapainya tujuan yang lebih besar terutama dalam melestarikan dan menjaga adat, budaya, tradisi dan wilayah adat,” ucap Pak Aki.
Ia salah satu dari tiga orang tetua yang duduk bersama dengan para generasi muda adat Sintang. Bapak Aki selaku Ketua Adat Kampung Remiang, Bapak Amborsius Lukas Bandar selaku Temenggung Tempunak Hulu, dan Bapak Yakobus Niat selaku Tetua Adat Kampung Tembak. Ketiganya nampak sangat bangga. Di gaung suara mereka, terpancar harapan dan semangat baru, melihat perjuangan mereka diteruskan para generasi muda adat di Sintang.
Mereka bertiga turut hadir dalam Pertemuan Daerah (Perda) I Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Sintang. Perda ini dilaksanakan pada 13-14 Desember 2020, di di Kampung Remiang, Dusun Batu Limau, Desa Merti Jaya, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Kegiatan ini dihadiri oleh 47 orang. Terdiri dari para pemuda-pemudi adat dari 7 kampung, tetua adat, tokoh adat, Pengurus Daerah AMAN Sintang, dan Masyarakat Adat di Sintang.
Perda BPAN Daerah Sintang dibagi dalam dua sesi, selama dua hari. Hari pertama, dilaksanakan Pelatihan Advokasi Kebijakan. Dalam pelatihan ini para generasi muda adat Sintang mendapatkan beberapa materi. Pertama, materi tentang Progres Pengakuan Masyarakat Adat di Indonesia dan di Kabupaten Sintang. Materi ini disampaikan oleh Ketua BPH AMAN Daerah Sintang. Materi kedua, tentang Kedudukan Pemuda Adat dan Posisi Masyarakat Adat dalam ketatanegaraan Indonesia. Materi ini dipaparkan oleh Yakobus Irwan Topo selaku pemuda adat. Sesi hari pertama diakhiri dengan diskusi mengenai peran pemuda dan perempuan sebagai bagian dari Masyarakat Adat untuk ikut aktif ambil bagian dalam setiap keputusan di komunitas.
Hari Kedua, diawali dengan penyampaian beberapa materi lanjutan. Materi tentang pemuda membangun komunitas melalui Gerakan Pulang Kampung dan materi mengenai pengantar dan uraian profil BPAN . Kedua materi ini disampaikan oleh H. Januar Pogo.
Kegiatan hari kedua berpuncak pada musyawarah pembentukan PD BPAN Sintang. Hasil musyawarah memutuskan Ketua BPAN Daerah Sintang yang pertama diamanatkan kepada Timotius. Dalam menjalankan roda kepengurusan ia didampingi oleh Natalia Kori selaku Sekretaris dan Dominikus Agenda Gusti selaku Bendahara.
Menurut Januar Pogo, ada beberapa alasan mengapa PD BPAN Sintang harus dibentuk.
“Pertama, selama ini belum ada wadah yang menyatukan pemuda pemudi adat khusus yang konsen ke adat dan menghubungkan kembali wilayah adat. Kedua, terkikisnya adat dan budaya terutama di generasi muda. Oleh karena itu, BPAN diharapkan menjadi perintis untuk menyelamatkan adat dan budaya. Ketiga, untuk membuka jaringan dengan seluruh pemuda adat di Indonesia, karena BPAN adalah organisasi se-Indonesia. Keempat, untuk menumbuhkan kembali semangat dan cinta generasi muda untuk bersatu mengembangkan, melestarikan serta menjaga adat, budaya, serta tradisi sebagai masyarakat adat”, jelas Januar Pogo.
Ketua BPAN Daerah Sintang terpilih, Timotius, turut pula menjelaskan mengapa para pemuda-pemudi adat harus bergabung dengan BPAN.
“BPAN memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkembang dan meningkatkan kapasitas pemuda pemudi adat dan memungkinkan untuk terhubung dengan seluruh pemuda pemudi adat di seluruh nusantara” ucapnya.
Kondisi ini pula yang menurutnya, menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan BPAN harus dibentuk di banyak daerah di nusantara.
“BPAN harus dibentuk di banyak tempat di nusantara supaya semakin banyak pemuda pemudi adat yang sadar dan peduli kepada kampung halaman, membangun kampung dan menyelamatkan kampung. Kenapa harus BPAN? Karena BPAN terhubung dan berjejaring di seluruh Indonesia, sehingga gerakan kita bisa semakin kuat dan menguatkan satu sama lain,” ungkap Timotius.
Disaksikan Sang Pencipta, leluhur Masyarakat Adat, dan alam semesta, pengurus dan anggota PD BPAN Sintang dikukuhkan menjadi bagian dari BPAN dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat. Momen ini kemudian menjadi pernyataan sikap bersama para generasi muda adat Sintang dengan mendeklrasikan PD BPAN Sintang.
“Pemuda adat adalah penerus bagi perjuangan-perjuangan kita ke depannya”, ucap tetua Adat Komunitas Jelantik, Lalu Prima Wira Putra. Tatapannya tajam. Suaranya begitu berkharisma. Ia mengobarkan semangat para pemuda adat yang sementara mendengar ia bicara.
Selain sebagai tetua adat, ia juga merupakan Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Ia turut hadir dalam Pertemuan Daerah (Perda) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Lombok Tengah, 17 Januari 2021. Kegiatan ini diselengarakan di Rumah AMAN Jelantik, Kabupaten Lombok Utara.
Perda ini dihelat dengan dua agenda yakni Pengkaderan dan Pembentukan Pengurus Daerah (PD) BPAN Lombok Tengah. Kegiatan ini diikuti oleh 21 orang generasi muda adat dari 6 komunitas adat yaitu Komunitas Adat Sengkol Paer Pujut, Komunitas Adat Segala Anyar paer Pujut, Komunitas Adat Pengembur, Komunitas Adat Jelantik, Komunitas Marong, dan Komunitas Adat Langko.
Kegiatan Perda diawali dengan materi pengkaderan yang dibawakan oleh Dewan Pemuda Adat Nasional Region Balinusra, Lalu Kesumajayadi, dan Ketua BPH AMAN Wilayah NTB.
“Ini untuk membantu gerakan masyarakat adat sesuai anggaran dasar organisasi AMAN dan ikut membela hak masyarakat adat, dan melakukan pemetaan partisipatif” tutur Lalu Kesumajayadi.
Usai agenda pengkaderan, acara dilanjutkan dengan musyawarah pembentukan PD BPAN Lombok Tengah. Musyawarah para generasi muda adat Lombok Tengah memutuskan Lalu Erpan Maulana sebagai Ketua BPAN Daerah Lombok Tengah. Ia damping oleh Lalu Faozan Hakim sebagai Sekretaris dan Mis Mardiana sebagai Bendahara dalam kerja PD BPAN Lombok Tengah.
Ketua BPAN Daerah Lombok terpilih mengatakan bahwa BPAN Lombok Tengah hadir karena adanya rasa senasib sepenangungan para generasi muda adat di daerahnya. Mereka berkomitmen menjaga wilayah adat dengan menjadikan BPAN sebagai wadah perjuangan. Menurutnya BPAN merupakan organisasi pemuda adat terbesar yang konsisten dalam perjuangan masyarakat adat.
“Karena BPAN merupakan organisasi besar yang bergerak mengurus wilayah Adat dan menjaga wilayah Adat”, ungkapnya. Ini juga menurutnya, menjadi alasan banyak pemuda adat di seluruh nusantara bergabung dan berjuang bersama BPAN.
Lalu Erpan Maulana tercatat dalam sejarah sebagai Ketua pertam BPAN Daerah Lombok Tengah. Ia dan kepengurusan pertamanya menjadi titik pijak baru bagi perjuangan masyarakat adat di NTB. Pengukuhan pengurus dan anggota BPAN Daerah Lombok Tengah dipimpin oleh Lalu Kesumajayadi.
17 Januari 2021 menjadi titik awal perjuangan para generasi muda adat Lombok Tengah bersama BPAN dan AMAN. Mereka dikukuhkan menjadi bagian dari BPAN dengan mengemakan Janji Pemuda Adat sebagai ikrar perjuangan BPAN di Komunitas Adat Jelantik. Sang Pencipta, Alam Semesta, dan Leluhur Masyarakat Adat menjadi saksi ikrar mereka itu.