Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adat di berbagai daerah di Nusantara, alam bukan hanya menjadi sumber kehidupan, tetapi juga penyembuh. Salah satunya adalah tanaman Jatropha multifida, yang dikenal di beberapa daerah dengan nama Daun Betadine di Riau dan Daun Dokter di Lombok. Meskipun teknologi modern telah menghadirkan banyak solusi medis, masyarakat adat telah lama memanfaatkan tanaman ini sebagai penyembuh luka dengan cara yang sangat alami.
Di Talang Mamak, Riau, masyarakat adat telah menggunakan daun ini selama bertahun-tahun untuk mengobati luka. Getah dari daun Jatropha multifida dioleskan langsung pada luka untuk mencegah infeksi. Karena memiliki sifat antiseptik alami yang mirip dengan Betadine, tak heran jika tanaman ini disebut Daun Betadine. Inilah salah satu contoh bagaimana masyarakat adat mengandalkan tanaman lokal untuk menjaga kesehatan, jauh sebelum obat-obatan kimia ditemukan.
Sementara itu, di Lombok, Jatropha multifida dikenal dengan nama Daun Dokter karena kemampuannya dalam menyembuhkan luka dengan cepat. Masyarakat adat di sana percaya bahwa daun ini bisa menyembuhkan luka seefektif seorang dokter. Tanaman ini menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal dalam menggunakan tumbuhan sebagai obat bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga bagian dari pengetahuan medis yang sudah terbukti berfungsi.
Masyarakat adat memiliki hubungan yang sangat erat dengan alam. Mereka tidak hanya memanfaatkan alam untuk bertahan hidup, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai yang mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Penggunaan tanaman seperti Jatropha multifida adalah contoh bagaimana mereka telah mengembangkan sistem pengobatan tradisional yang berkelanjutan, tanpa merusak alam sekitar.
Sayangnya, dengan perkembangan zaman dan semakin tergantungnya masyarakat pada pengobatan modern, penggunaan Daun Betadine dan Daun Dokter mulai terlupakan. Padahal, tanaman ini bisa jadi alternatif yang lebih alami dan ramah lingkungan. Dalam era yang semakin canggih ini, mengingat dan melestarikan pengetahuan tradisional seperti ini menjadi penting, baik untuk menjaga kesehatan maupun untuk melestarikan budaya masyarakat adat yang sudah ada sejak lama.
Menggunakan Jatropha multifida adalah salah satu cara masyarakat adat mengajarkan kita tentang pentingnya kearifan lokal dalam pengobatan. Dalam dunia yang serba cepat dan cenderung melupakan akar budaya, kita perlu lebih menghargai dan melestarikan pengetahuan seperti ini. Daun Betadine dan Daun Dokter bukan hanya sekadar tanaman penyembuh luka, tetapi juga simbol dari kekuatan alam yang selalu siap membantu kita, seperti nenek moyang kita yang telah melakukannya bertahun-tahun yang lalu.
Tahun 2024 menjadi tahun kelam bagi demokrasi di Kabupaten Sinjai. Alih-alih menjadi pesta rakyat, pemilihan bupati berubah menjadi panggung pembungkaman suara-suara kritis, khususnya dari masyarakat adat yang selama ini berjuang mempertahankan hak mereka. Demokrasi, yang seharusnya menjadi ruang partisipasi publik, justru digunakan untuk menekan dan mengkriminalisasi mereka yang menuntut keadilan.
Kekecewaan atas Janji Kosong Pemerintah
Salah satu peristiwa mencolok terjadi pada 11 Oktober 2024. Sejumlah masyarakat adat turun ke jalan untuk menyuarakan kekecewaan mereka atas pemerintah yang gagal menepati janji Rapat Dengar Pendapat (RDP). Janji yang dilontarkan sebulan sebelumnya ini menguap tanpa kepastian, meninggalkan masyarakat adat dalam ketidakpastian yang mendalam.
Demonstrasi tersebut bukan hanya sekadar luapan emosi, tetapi akumulasi dari frustrasi panjang. Selama sebulan penuh, tuntutan masyarakat adat diabaikan. Pemerintah bukannya menghadirkan solusi, tetapi justru memperparah konflik dengan tindakan-tindakan yang merugikan komunitas adat.
Kriminalisasi masyarakat adat di Sinjai menjadi salah satu bentuk nyata pembungkaman demokrasi. Muh. Ansar Zulkarnain, seorang petani dari komunitas adat Barambang Katute, ditangkap karena menolak pematokan batas kawasan hutan yang dilakukan sepihak oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar. Penetapan ini tidak hanya merampas tanah adat, tetapi juga melukai kedaulatan masyarakat adat atas wilayah mereka.
Ansar, yang jauh-jauh datang ke kota dengan harapan suaranya didengar, justru mendapati dirinya dipenjarakan oleh pemerintahnya sendiri. Penangkapan ini kemudian diikuti oleh penahanan Awaluddin Syam, Ketua Pengurus Daerah Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sinjai, yang bersolidaritas terhadap perjuangan masyarakat adat.
Penangkapan ini menambah catatan hitam konflik tenurial di Kabupaten Sinjai, khususnya di komunitas adat Barambang Katute. Sepanjang 30 tahun terakhir, jumlah korban kriminalisasi meningkat menjadi 50 orang. Konflik ini tidak hanya mencerminkan marginalisasi masyarakat adat tetapi juga menunjukkan pola represif yang terus berulang.
Pembungkaman Suara Rakyat
Alih-alih membuka ruang dialog atau mencari solusi, pemerintah dan aparat keamanan memilih jalur represif. Penangkapan para demonstran hanya memperkuat kesan bahwa pemerintah memandang aspirasi rakyat sebagai ancaman, bukan sebagai bagian dari demokrasi.
Pembungkaman ini menjadi ironi di tengah momentum pemilihan bupati yang seharusnya menjadi ruang demokrasi. Di Sinjai, demokrasi seolah menjadi alat bagi segelintir elite untuk mempertahankan kekuasaan, sementara rakyat yang mencoba mempertahankan haknya justru dihukum.
Refleksi: Demokrasi Tanpa Keadilan Adalah Ilusi
Peristiwa ini menjadi cerminan buram demokrasi kita. Demokrasi tanpa keadilan sosial hanya akan menjadi sebuah ilusi—sebuah konsep kosong yang tidak memiliki makna. Ketika masyarakat adat, yang berada di garis depan mempertahankan hak atas tanah dan budaya, harus menghadapi kriminalisasi, maka jelas bahwa demokrasi kita sedang berada dalam ancaman.
Perjuangan masyarakat adat bukan hanya tentang hak atas tanah, tetapi juga tentang mempertahankan nilai-nilai demokrasi yang sejati. Mereka yang terusir dari tanahnya, yang suaranya dibungkam, sedang berjuang bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia yang mendambakan keadilan dan kemerdekaan.
Sinjai 2024 menjadi pengingat bahwa janji tanpa realisasi hanyalah omong kosong. Dan pembungkaman demokrasi di tengah pemilihan bupati adalah peringatan bagi kita semua: bahwa perjuangan belum selesai, dan suara rakyat tidak boleh dibungkam.
Aksi Masyarakat Adat (MA) Sinjai pada 11 Oktober 2024 menjadi puncak kekecewaan dan amarah terhadap berbagai ketidakadilan yang mereka alami. Mengusung isu besar “10 Tahun Jokowi Abaikan Hak Masyarakat Adat, Tolak Penetapan Kawasan Hutan Negara di Wilayah Adat Kami, Tolak Geothermal di Kabupaten Sinjai”, aksi ini tidak hanya menyoroti pelanggaran hak adat, tetapi juga memperlihatkan bagaimana janji-janji pemerintah daerah tak kunjung ditepati.
Latar Belakang Aksi
Aksi ini dipicu oleh ketidakmampuan DPRD Kabupaten Sinjai, khususnya anggota Ardiansyah, untuk memenuhi janji yang diberikan kepada massa aksi sebelumnya pada 19 Agustus 2024. Saat itu, Ardiansyah berjanji akan mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dalam waktu tiga hari. Namun, janji tersebut dilanggar tanpa alasan jelas. Pernyataan Ardiansyah yang mengatakan, “Kalau tidak ada hasil, silakan lakukan apa pun yang kalian ingin lakukan,” menambah kekecewaan massa.
Kronologi Aksi
Berikut adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada 11 Oktober 2024:
10.00 WITA: Massa dari MA Pattiro Toa dan Kampala berkumpul di depan kantor DPRD Sinjai, menunggu kehadiran komunitas adat Barambang Katute, Desa Polewali, dan Desa Batu Belerang.
10.45 WITA: Massa MA Pattiro Toa dan Kampala mulai berorasi di depan kantor DPRD.
11.10 WITA: Massa memasuki ruang rapat paripurna DPRD Sinjai dengan tertib dan diterima oleh Muzawwir, anggota DPRD dari Fraksi Hanura.
11.30 WITA: Massa Barambang Katute, Desa Polewali, dan Desa Batu Belerang bergabung untuk berdialog. Muzawwir menjanjikan kehadiran anggota dapil 1 dan 3 untuk dialog, namun dialog terhenti untuk salat Jumat.
14.00 WITA: Muzawwir meminta maaf melalui WhatsApp, menyatakan tidak dapat menghadiri dialog. Hal ini memicu amarah massa yang merasa dikhianati. Massa merusak fasilitas ruang rapat paripurna secara spontan.
14.45 WITA: Massa aksi kembali tenang, negosiasi dilakukan, dan kesepakatan RDP pada 17 Oktober 2024 dicapai.
15.00 WITA: Massa melanjutkan aksi di kantor Bupati Sinjai.
16.00 WITA: Massa membubarkan diri dengan tertib.
Intimidasi dan Kriminalisasi
Pada 14 Oktober 2024, Sekretaris DPRD Sinjai, Lukman Fattah, melaporkan perusakan fasilitas kepada polisi. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka:
Awaluddin Syam (23 tahun), mahasiswa sekaligus Ketua Pengurus Harian Barisan Pemuda Adat Nusantara (PD BPAN).
Muh. Ansar Zulkarnain (28 tahun), seorang petani, Sekaligus anggota BPAN Sinjai.
Penangkapan keduanya memunculkan dugaan intimidasi terhadap massa aksi. Kantor PD AMAN Sinjai, yang menjadi pendamping komunitas adat, tidak pernah dimintai keterangan oleh polisi meskipun lokasinya dekat. Langkah ini dianggap sebagai upaya membungkam suara masyarakat adat yang menolak kebijakan pemerintah terkait hutan dan geothermal.
Kesimpulan dan Tuntutan
Aksi ini memperlihatkan pola berulang di mana aspirasi masyarakat adat diabaikan, sementara janji-janji hanya menjadi alat pengalihan. Beberapa catatan penting dari aksi ini:
Janji yang dilanggar: RDP yang dijanjikan pada Agustus tidak pernah terealisasi.
Kriminalisasi sebagai intimidasi: Penangkapan massa aksi dianggap sebagai strategi untuk menakut-nakuti masyarakat adat.
Dugaan kesengajaan pemerintah: Ada indikasi bahwa pemerintah sengaja menunda proses untuk melemahkan perlawanan masyarakat adat.
Masyarakat Adat Sinjai menegaskan bahwa perjuangan mereka adalah untuk mempertahankan hak atas tanah adat dan menolak eksploitasi sumber daya yang merusak lingkungan dan kehidupan mereka. Aksi ini adalah seruan kepada pemerintah untuk serius menghormati hak masyarakat adat, tidak hanya sebagai janji, tetapi sebagai kewajiban konstitusional. Sahkan UU Masyarakat Adat, hentikan kriminalisasi!
Hari Guru Nasional menjadi momen penting untuk memberikan penghormatan kepada para guru yang telah berkontribusi besar dalam membangun generasi penerus bangsa. Tidak hanya guru formal di ruang kelas, tetapi juga mereka yang menjaga dan mewariskan nilai-nilai luhur, tradisi, dan kearifan lokal kepada generasi muda.
Bagi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), guru adalah sosok yang tak terbatas pada pendidik akademik. Tetua adat, sebagai penjaga pengetahuan tradisional, memiliki peran luar biasa dalam melestarikan budaya dan identitas bangsa. Mereka adalah sumber ilmu yang membimbing Pemuda Adat memahami akar sejarah, bahasa, seni, hingga keutuhan ekosistem adat.
Hari Guru Nasional menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah kunci untuk menjaga harmoni antara ilmu modern dan tradisi lokal. Dengan bimbingan para guru, baik di sekolah maupun di komunitas adat, generasi muda diharapkan mampu menjadi pelopor yang mencintai budaya sekaligus berkontribusi untuk kemajuan bangsa.
Mari kita terus menghormati dan mendukung perjuangan para guru yang telah mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa dan menjaga identitas budaya Nusantara.
“Hormat Guru, Hidup Mulia. Jaga Budaya, Jaga Nusantara.”
(Foto: saat Hero membawakan diskusi tentang Masyarakat Adat dan Plastik)
Oleh: Elisabeth Simanjuntak
Jakarta – BPAN turut terlibat di acara “PAWAI BEBAS PLASTIK 2024” yang dikemas dalam agenda PIKNIK BEBAS PLASTIK 2024, merupakan salah satu bentuk kampanye dan pawai yang diinisiasi oleh beberapa jaringan NGO diantaranya: Walhi, Econusa, Greenpeace, Indorelawan, Dietplastik Indonesia, Divers Clean Action (DCA), Pulau Plastik dan Pandu Laut Nusantara (28/07).
BPAN diundang sebagai Narasumber dengan membawakan tema diskusi “Masyarakat Adat dan Plastik”, diskusi ini diisi oleh Hero Aprila selaku PJ. KETUM BPAN. Dia menuturkan bahwa Masyarakat Adat memiliki korelasi dengan sampah plastik. Sebelumnya Hero menjelaskan dan menegaskan tentang keberadaan Masyarakat Adat saat ini, “Masyarakat Adat sudah ada jauh sebelum Negara ini ada. Berdasarkan data yang dilansir dari Website resmi PBB terdapat 450 juta jiwa Masyarakat Adat yang tersebar di 90 Negara, namun faktanya bisa lebih dari itu. Berdasarkan data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dari total 272 juta penduduk di Indonesia terdapat ± 20 hingga 70 juta jiwa Mayarakat Adat”, tuturnya.
Hero menyampaikan, bahwa Peralatan maupun bahan-bahan yang kita pakai dalam kegiatan ini, seperti mangkok dari tempurung kelapa, sendok dari kayu, merupakan warisan dan praktek dari Masyarakat Adat. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman kita seakan melupakan manfaat dan jarang menggunakan bahan-bahan alami (nature) dalam kehidupan sehari-hari, padahal itu merupakan salah satu cara kita untuk menjaga bumi agar tetap lestari”, tambahnya.
Pasal 18B ayat (2) UUD 45 menjelaskan bahwa Masyarakat Adat hidup sesuai dengan perkembangan zaman. Namun dalam prakteknya, Masyarakat Adat hari ini terkontaminasi dengan modernisasi dan hal-hal yang serba praktis (instan) salah satunya seperti penggunaan plastik.
Jika kita melihat Masyarakat Adat yang berada di Komunitas Montong Baan, Nusa Tenggara Barat, disana ada salah satu Pengurus Kampung (PKAM) BPAN yang mampu memanfaatkan sampah plastik dengan cara memilah dan mengolah sehingga menghasilkan sebuah kerajinan tangan yang memiliki nilai. Disamping itu adalah pratek menjaga bumi, Masyarakat Adat juga mampu memanfaatkan dan mengelolanya”, ujarnya
(foto: Berakhirnya diskusi dengan sesi foto)
Pada sesi terakhir (Closing Statement), Hero menyampaikan dan sekaligus mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap lestari bersama Masyarakat Adat untuk menjaga Wilayah Adatnya agar terhindar dari sampah-sampah plastik dan sampah lainnya.
“Bahwa Mayarakat Adat bukan hanya penjaga hutan, tetapi juga penjaga bumi. Masyarakat Adat paham bagaimana proses pembukaan lahan yang baik, cara berladang, beternak, berburu, menenun, termasuk juga cara menjaga kelestarian lingkungan yang berkeadilan serta memiliki kearifan lokal.
BPAN dikenal dengan adanya Gerakan Pulang Kampung, melalui gerakan ini Pemuda Adat dikampung dapat melakukan kegiatan-kegiatan posistif seperti: Pendidikan Adat, menjaga hutan, melakukan Pemetaan Partisipatif serta menelusuri Jejak Lelulur. Dalam prakteknya Pemuda Adat menjaga wilayah Adat dan lingkungan agar tetap lestari dengan pengetahuan tradisional dan kearifan lokalnya.
(Foto: Antusias peserta Piknik Bebas Plastik 2024)
Belum selesai proses sidang yang dijalani Op. Umbak Siallagan Ketua Adat Dolok Parmonangan (Komunitas Sihaporas) di Pengadilan Negeri Simalungun yang dituduh merusak dan menduduki lahan PT TPL. Masyarakat Adat Komunitas Sihaporas kembali tersentak dengan adanya Penculikan 5 (lima) orang anggota komunitas. Terkonfirmasi, Hitman Ambarita Ketua Pengurus Kampung (PKam) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sihaporas yang turut menjadi korban kriminalisasi, pada tanggal 22 Juli 2024 pukul 03.00 Wib.
Saat itu, Masyarakat Adat sedang tertidur lelap di salah satu rumah warga di Buntu Pangaturan, Sihaporas, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Seketika, dikerumuni oleh orang yang tidak dikenal berjumlah 50 (lima puluh orang) dengan mengendarai dua unit mobil Security PT. TPL dan Truck Coltdiesel. Mereka dipaksa berdiri (bangun) dan mulai melakukan tindakan represif, intimidasi dan kekerasan fisik seperti memukul, menendang yang mengakibatkan luka robek dikepala salah satu anggota Masyarakat Adat komunitas Sihaporas. Disisi lain, Masyarakat Adat Sihaporas tidak menunjukkan adanya perlawanan dan mereka tidak diberikan ruang untuk melakukan pembelaan.
Hero Aprila PJ Ketum Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), turut mengomentari dan mengecam kasus ini, “Tindakan Penculikan ini sangat keji dan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Belum selesai kasus Ompu Sorbatua Siallagan yang saat ini sedang dalam proses Sidang di PN Simalungun, malah bertambah lagi kasus penculikan yang dilakukan oleh Oknum Kepolisian dan oknum PT TPL.” ujarnya. Selain itu, PJ Ketum BPAN juga menyampaikan, “BPAN bersama Pemuda Adat diseluruh Nusantara agar dapat berperan aktif dan mengawal setiap proses persidangan serta mengawal kasus penculikan lima orang Masyarakat Adat Sihaporas”. tegasnya.
Hero juga menambahkan “segala bentuk ketimpangan, ketidakadilan dan palanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat tidak boleh terulang lagi”. Dengan ini, Barisan Pemuda Adat Nusantara menyatakan sikap atas kejadian ini:
Mengecam dan mengutuk keras tindakan penculikan disertai pelanggaran HAM dengan cara represif dan tidak berperikemanusiaan;
Mengecam tindakan kepolisian yang cacat prosedural yang dilakukan oleh Aparat Kepolisian dan Oknum PT TPL yang melakukan penculikan pada waktu dinihari;
Mendorong dan mendesak Polsek Simalungun untuk segera melepaskan para korban yang saat ini sedang ditahan;
Meminta keadilan kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara Op. Umbak Siallagan agar membebaskan dari segala tuntutan hukum agar tindakan kriminalisai dan intimidasi serta penculikan tidak terulang lagi;
Mengusut tuntas kronologis penculikan, sebagai Negara Hukum yang memberikan perlindungan hak bagi yang benar dan memberikan hukuman dan sanksi yang tegas bagi yang melawan hukum.
Berdasarkan informasi terkini (26/07), satu orang Masyarakat adat Sihaporas korban penculikan sudah dilepaskan dari tahanan Polres Simalungun dan masih tersisa empat orang lainnya. Ketum BPAN juga mengajak seluruh Pemuda Adat di seluruh Nusantara untuk terus memantau dan mengawasi proses setiap ketidakadilan yang dialami oleh seluruh Masyarakat Adat, terutama pada kasus Penculikan lima orang Masyarakat Adat Sihaporas dan proses Sidang Op. Umbak Siallagan di PN Simalungun.
***
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi kontak berikut: Hero Aprila, S.H – PJ KETUM BPAN (0852-6336-5091) Doni Munte, S.H – BPAN Tano Batak (0822-7625-9906)
Sebagian besar komunitas masyarakat adat yang tersebar diseluruh pelosok-pelosok Nusantara menjadi miskin dan tertindas dikarenakan sumber-sumber kehidupan mereka dirampas. Tanah mereka di rampas untuk berbagai proyek pembangunan seperti perkebunan sawit, pertambangan, HPH, Konservasi dan lain-lain. Menjadi pengalaman terbesar kami masyarakat adat Aru yaitu penolakan besar-besaran dari masyarakat adat Aru terhadap PT. Menara Grup yang datang ke Aru dengan tujuan penanaman tebu, dan juga saat ini perusahaan PT. MG yang bergerak dalam perdagangan karbon yang ingin merampas hak-hak Masyarakat Adat Aru. Saat ini perusahaan tersebut sedang mengurus amdal di 10 Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Aru. Hal ini menjadi pengalaman yang menyedihkan bagi Masyarakat Adat Aru khususnya Masyarakat Adat Marafenfen pada saat itu.
Oleh karena itu kami sebagai pemuda adat Aru yang bergabung dalam Kepengurusan Organisasi Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Kepulauan Aru. Merasa penting adanya perlindungan terhadap hak-hak Masyarakat Adat Aru, maka diselenggarakanlah Jambore Daerah Ke-II BPAN ARU dengan tema : “Gerakan Pulang Kampung Memperkuat Jati Diri Pemuda Adat Aru” yang dihadiri oleh 10 komunitas adat. Melalui jambore ini kami bersepakat untuk mendeklarasikan pembentukan Pengurus Kampung BPAN di empat (4) Komunitas Masyarakat Adat Aru yaitu Komunitas Adat Doka Nata, Komunitas Adat Kumul, Komunitas Adat Erersin Nata dan Komunitas Adat Siya. Selain itu BPAN Aru melakukan reorganisasi pada Pengurus Kampung BPAN Rebi karena kami merasa penting hadirnya BPAN di seluruh Komunitas Masyarakat Adat Aru.
Perjalanan Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) Region Maluku, Said Arloy bersama BPAN Kepulauan Aru.
Dengan demikian pada hari rabu, 7 Juni 2023, Barisan Pemuda Adat Nusantara (PD BPAN ARU dan DePAN Region Maluku, Said Lajali Arloy) melakukan perjalanan dari Pelabuhan Dobo-Serwatu. Dalam Rangka pembentukan PKam Doka Nata. Dengan menyerukan “Petakan Wilayah Adat-Mu Sebelum dipetakan Orang Lain”, jambore ini terselenggara. Edukasi tentang pengakuan masyarakat adat juga dilakukan melalui kegiatan ini, karena secara nasional, Masyarakat Adat diakui dan dilindungi konstitusi Indonesia melalui Pasal 18 B Ayat (2) dan Pasal 28 I Ayat (3) UUD 1945,dan Eksistensi Masyarakat Adat Kembali ditegaskan Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012.
Pembentukan Pengurus Kampung Doka Nata dihadiri pemerintah desa dan BPAN Kepulauan Aru
Ketua Terpilih PKam BPAN Doka Nata, Nahum Djerol dan seluruh anggota PKam BPAN Doka Nata bersama dengan BPAN Daerah Kepulauan Aru mengapresiasi dukungan dari Pemerintah Desa Doka Timur, Tetua Adat Doka Nata, serta seluruh Masyarakat Adat Doka Nata.
Tuhan dan Leluhur Doka Nata Memberkati PKam BPAN Doka Nata untuk menjadi garda terdepan dalam membela dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat Doka Nata untuk masa depan Masyarakat Adat Doka Nata yang berkedailan.
Pemuda Adat Bangkit Bersatu Bergerak Mengurus Wilayah Adat.
Abdon Nababan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara 2 periode (2007-2012 dan 2012-2017) hadiri Muswil III AMAN Tano Batak dan serahkan hadiah kepada beberapa pemenang lomba karya tulis dan video . Holbung,11 Maret 2023.
Kegiatan yang mengangkat Tema ‘’Kerusakan wilayah adat di Tano Batak” tersebut di ikuti Oleh Puluihan Pemuda Adat yang teregistrasi di Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) ‘’Dampak kehadiran Korporasi PT.TPL yang banyak menyumbangkan kerugian bagi masyatrakat adat Tano Batak dan yang menyebabkan kerusakan lingkungan di Kawasan Danau Toba. Abdon Nababan mengapresiasi kegiatan tersebut dan mendorong para pemuda agar kiranya aktif terus menulis dan membuat vlog video untuk memperkuat kampanye di media tentang kerusakan alam tano batak. “Saya sangat mengapresiasi lomba ini karena kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk mengkampanyekan dampak buruk kehadiran Korporasi di Tano Batak. Dan saya juga berharap kedepan agar seluruh pemuda aktif untuk terlibat dalam menceritakan kisah dari komunitas melalui tulisan dan video yang sudah dilakukan melalui perlombaan di Muswil III ini.” Selain itu Michelin Sallata, Ketua Umum BPAN yang turut hadir sebagai peninjau dalam Muswil III ini turut merayakan pencapaian pemuda adat dalam perlombaan yang dilaksanakan oleh panitia MUSWIL III AMAN Tano Batak. Kata Michelin pemuda adat selain meraih banyak prestasi atas karya yang mereka berikan juga terlibat banyak dalam mensukseskan MUSWIL III ini dengan terlibat langsung memobilisasi dan mengatur jalannya kegiatan.
Pemenang Lomba Karya Tulis dan Video bersama dengan warga Huta Holbung
“Solidaritas dari Pemuda Adat di Tano Batak harus menjadi pemicu semangat bagi pemuda adat lainnya untuk terus bersemangat berjuang dalam bentuk apapun utamanya dalam menjadi story teller dalam menceritakan perjuangan mereka di komunitas adat utamanya seperti yang terdampak PT TPL. Penindasan dan intimidasi yang dirasakan oleh pemuda adat di wilayah yang berkonflik justru tidak menyurutkan semangat mereka untuk senantiasa berkarya, itu nampak pada hasil capaian dari teman-teman di Sihaporas, Natumingka dan komunitas adat lainnya.” Karto Pardosi sebagai panitia juga menjelaskan “Adapun lomba ini kami sebut sebagai kegiatan pra MUSWIL yang dilangsungkan dalam menyambut Musyawarah Wilayah AMAN Tano Batak, tujuanya adalah untuk menyemarakkan acara MUSWIL III AMAN Tano Batak, sekaligus para kontestan mempublikasi bahwa situasi dan kondisi wilayah adat masyarakat adat saat ini banyak yang dalam posisi terancam akan aktivitas dari perusahaan perusk lingkungan termasuk PT. TPL, artinya sangat banyak ditemukan kerusakan ekologi di wilayah adat. Maka penitia mengangkat tema lomba tentang kerusakan wilayah adat sehingga dengan mengkuti lomba ini para kontestan berpartisipasi dalam mengkapanyekan situasi wilayah adat yang saat ini sedang di ekploitasi korporasi. Kegiatan lomba ini juga melibatkan seluruh komunitas masyarakat adat di Tano Batak yang sedang berjuang dalam menjaga dan mengelola wilayah adatnya.
Hadiah Lomba diserahkan oleh Abdon Nababan (Sekjen AMAN Periode 2007-2012, 2012-2017) bersama Jhontoni Tarihoran (Ketua PH AMAN Tano Batak Terpilih Periode 2023-2028)
Adapun Pemenang Lomba Karya ‘’Kerusakan Wilayah Adat di Tano Batak’’ adalah sebagai berikut:, 1. Juara I Heriando Manik, Mahasiswa Institut Agama Kristen Negeri Tarutung. 2. Juara II Maruli Simanjuntak, Anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara Wilayah Tano Batak. 3.Juara III Sofrin Simanjuntak, Warga Adat Komunitas Ompu Pangumban Bosi Simanjuntak.
Credit Union Pancoran Kehidupan (CU Randu) berdiri sejak 2013 lalu dan digagas oleh berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS), di antaranya AMAN, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sajogyo Institute, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), Persekutuan Perempuan Adat Nusantara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PEREMPUAN AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), dan sejumlah individu. Mereka (termasuk 33 orang aktivis yang mewakili lembaganya masing-masing) kemudian bersepakat untuk membangun sebuah lembaga keuangan. CU Randu pun diharapkan untuk memberikan perubahan yang baik untuk para aktivis serta masyarakat yang menjadi anggota.
Pada 18 November 2022 lalu, pengurus dan pengawas CU Randu telah mengadakan musyawarah bersama untuk menyepakati pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang akan diselenggarakan pada 30-31 Maret 2023. Dalam musyawarah tersebut, para pengurus dan pengawas mendiskusikan hal-hal yang harus dipersiapkan menjelang RAT, termasuk pembuatan dua kelompok kerja (Pokja), yaitu Pokja AD/ART dan Pola Kebijakan serta Pokja Rencana Organisasi yang berfungsi untuk mempersiapkan semua bahan yang berkaitan dengan pelaksanaan RAT.
Dalam musyawarah tersebut, baik pengurus maupun pengawas, mengulas kembali peran OMS yang ikut mendirikan CU Randu. Selain itu, CU Randu telah berkoordinasi dengan semua pengampu OMS yang menjadi anggota agar membantu mensosialisasikan CU Randu di organisasinya masing-masing. Pengampu yang dimaksud merupakan individu yang sudah terdaftar menjadi anggota CU Randu.
Undangan rencananya akan disebar kepada seluruh anggota pada 1 Februari mendatang. Adapun dokumen yang telah dipersiapkan, meliputi draf AD/ART dan Pola Kebijakan serta Program Kerja yang dibuat oleh masing-masing Pokja.
Pengurus maupun pengawas telah menyiapkan kepanitiaan kecil dalam RAT. RAT akan dilaksanakan pada 30-31 Maret 2023 dan dibuka dengan diskusi publik yang membahas polemik Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang disahkan pada Desember 2022 lalu.
UU PPSK turut membahas Koperasi Simpan Pinjam (KSP), termasuk Koperasi Kredit atau CU. Kebijakan tersebut tentu merugikan koperasi karena mendiskriminasi hak konstitusionalnya serta merusak prinsip-prinsip utamanya. Secara tidak langsung, UU tersebut memiliki tujuan untuk memitigasi risiko serta memperkuat sektor keuangan untuk korporasi perbankan dan asuransi komersial, namun tidak dengan koperasi. Sebaliknya, prinsip utama koperasi, seperti otonomi dan demokrasi, yang sesungguhnya jelas terbukti menjadi kekuatan dan daya tahan lembaga keuangan koperasi di seluruh dunia, justru dikesampingkan.
Selain itu, diskusi publik juga akan dilaksanakan segera membahas karakteristik CU yang sesuai dengan kekhasan Nusantara. Pastinya, itu adalah hal yang bukan berbasis pada industrialisasi, tetapi agraria dan Masyarakat Adat. Hasil yang diharapkan dari diskusi publik tersebut, yakni rekomendasi dan masukan dari berbagai pihak, terutama para pembicara, bagi CU Randu untuk kelak dapat merancang model ekonomi berbasis Masyarakat Adat.
Dalam RAT, para anggota juga akan membahas rencana strategis (renstra) yang perlu disesuaikan dengan perubahan kondisi maupun tren saat ini.RAT akan dilaksanakan secara hibrid (luring dan daring) agar membuka peluang bagi anggota yang tidak berdomisili di Jabodetabek, untuk bisa mengikuti RAT dari jarak jauh. CU Randu juga telah meminta saran dan masukan dari CU Keling Kumang di Kalimantan Barat terkait mekanisme keanggotaan yang lebih terbuka, sehingga membuka peluang untuk kelak dapat menjangkau lebih banyak calon anggota, baik itu individu, komunitas, kelompok usaha, maupun organisasi.
Dengan bertransformasinya CU Randu, maka diharapkan CU Randu akan dapat berkembang menjadi lembaga keuangan profesional yang mendukung pemajuan gerakan sosial untuk menyejahterakan anggota serta menopang keberlanjutan organisasi gerakan sosial di Indonesia.
Credit Union adalah Lembaga keuangan yang didalamnya berkumpul orang yang saling percaya dan berwatak sosial dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Credit Union memiliki tiga prinsip utama yaitu : Asas Swadaya, Asas Solidaritas, dan Asas Pendidikan. Credit Union bergerak dalam lapangan usaha pembentukan modal melalui tabungan anggota secara terus-menerus untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggotanya secara mudah dan cepat sebagai tujuan produktif untuk mencapai kesejahteraan. Untuk menjadi anggota seseorang harus berwatak baik, rajin dan jujur sebagai salah satu jaminannya. Di Indonesia sendiri Credit Union bukan lagi sekedar lembaga keuangan tetapi sudah menjadi gerakan ekonomi karena besar dan luasnya dampak yang telah dihasilkan.
Mengapa anggota Credit Union harus membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya non-keuangan? Tentunya karena memiliki banyak manfaat yang diantaranya untuk melindungi tanah sebagai alat produksi yang paling vital bagi masyarakat. Kedua, mengurangi tekanan laju dari kerusakan sumber daya alam di wilayah adat. Ketiga, menjamin akses pemerataan pendidikan dan sebagai dana darurat untuk kesehatan dan hari tua (pensiun). Keempat, menurunkan tingkat konsumerisme dan kriminalisasi akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan dan terakhir meningkatkan rasa aman melalui persatuan dan solidaritas.
John Bamba seorang Intelektual Credit Union di Kalimantan Barat dalam bukunya berjudul Credit Union Gerakan Konsepsi Petani (2015)[ii] mengajak seluruh elemen Gerakan Credit Union untuk menemukan kembali peran strategisnya di tengah sistem yang semakin kapitalistik. Credit Union selain melek finansial, juga harus melek urusan sosial, budaya, politik. Pilihan ini muncul atas dasar kesadaran bahwa sistem kapitalisme tidak cukup dilawan hanya dengan kekuatan uang. Gerakan Credit Union sungguh menjadi gerakan manakala Credit Union dengan sadar dan sengaja untuk melibatkan dirinya dalam perjuangan rakyat, serta melakukan transformasi sosial tanpa mengabaikan profesionalitas Credit Union sebagai lembaga keuangan.
Kaitan Credit Union dengan Pancasila
Credit Union sangat berkaitan erat dengan Pancasila; Credit Union juga memiliki sistem paling sesuai untuk penerapan nilai-nilai Pancasila. Sistem Credit Union dapat dipakai sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan sistem ekonomi Pancasila secara konkret. Sistem ekonomi yang memegang teguh nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan nilai keadilan sosial. Kaitannya dengan Pancasila bahwa Credit Union yang berkembang paling pesat di dunia termasuk di Indonesia. Bung Hatta menegaskan bahwa Credit Union juga memiliki sistem paling sesuai untuk penerapan nilai-nilai Pancasila.
Bila kita bedah setiap sila maka dapat dijabarkan bahwa, Sila Pertama, nilai ketuhanan dalam Credit Union tidak berarti bahwa anggota harus beragama dan beriman tertentu atau sistem yang dijalankan harus berdasarkan pada agama atau keyakinan tertentu melainkan berarti bahwa sikap solidaritas dan belaskasih yang sudah diterima dari Tuhan. Sila kedua, nilai kemanusiaan dalam Credit Union berarti kesejahteraan manusia yang menjadi prioritas utama. Perkembangan mental manusia lebih diutamakan daripada keuntungan ekonomi. Sila ketiga, nilai persatuan artinya terbuka terhadap semua anggota dengan latar belakang apapun untuk bekerjasama. Sila keempat, nilai kerakyatan bahwa Credit Union ikut terlibat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sistem yang dipegang teguh oleh Credit Union adalah demokrasi, musyawarah dan mufakat, dari anggota, oleh anggota, untuk anggota. Sila kelima, nilai keadilan sosial berarti selalu memperjuangkan kesejahteraan bersama.
Kehadiran Credit Union memberikan peluang bagi usaha-usaha kecil dan menengah untuk memperoleh pinjaman modal. Pinjaman dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha anggota yang bergabung di dalamnya, sehingga dapat membantu pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Seharusnya pemerintah dapat mendukung usaha Credit Union sebagai lembaga keuangan yang mempunyai orientasi kegiatan kemasyarakatan. Credit Union harus didukung oleh pemerintah karena sebagian aktivitas masyarakat kecil belum mempunyai akses dalam memperoleh pinjaman di lembaga keuangan lain seperti bank. Karena itu dalam pengentasan kemiskinan Credit Union dapat dijadikan pioner untuk membantu pemerintah dalam menyediakan modal usaha.
Dalam mewujudkan ekonomi berkelanjutan, Credit Union akan menghindari sekecil mungkin untuk menggunakan suntikan dana dari luar (donor), karena apabila modal Credit Union lebih kecil dibandingkan modal yang berasal dari luar, maka otonomi credit union yang ada sudah mulai hilang dan dikuasai oleh pemilik modal. Untuk itu otonomi dan kebebasan merupakan salah satu prinsip Credit Union yang justru membedakannya dengan lembaga keuangan lainnya. Maka dengan itu harus memiliki program untuk meningkatkan kemampuan ekonomi anggota perorangan untuk memobilasasi dana yang akan diperoleh.
Perlu digarisbawahi bahwa Credit Union tidak sama dengan koperasi dan lembaga keuangan lainnya terutama dengan Grameen Bank yang justru lebih mirip dengan Bank.[iii] Kita sudah mengetahui bersama bahwa yang namanya Bank artinya ada investor dan segala macamnya serta tidak ada semangat swadaya di dalamnya. Tidak bisa dipungkiri sekarang ini bahwa Grameen Bank menjadi primadona dan trend untuk model pemberdayaan ekonomi. Credit Union pun pada akhirnya harus tunduk kepada Undang-Undang Perkoperasian karena masuk dalam kategori koperasi.[iv]
Kenapa Masyarakat Adat Penting Ber-Credit Union?
Pertama sekali tentunya kita harus melakukan pemetaan terhadap masalah yang dihadapi Masyarakat Adat saat ini. Kita uraikan satu-persatu dimulai dari hal yang sangat vital yakni tidak ada kepastian hak atas tanah di banyak daerah di Indonesia, baik dari segi wilayah maupun sumber daya alam. Kerusakan lingkungan yang semakin meluas, konflik tenurial serta tanah dan wilayah adat semakin sempit dibanyak daerah hingga permasalahan krimininalisasi yang kian marak terjadi.
Adapun yang menjadi mandat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus dicapai beberapa diantaranya adalah mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimanapun serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Kemudian apa relevansi keberadaan Credit Union bagi Masyarakat Adat Indonesia ? tentunya Credit Union hadir untuk menjawab berbagai kondisi masyarakat Indonesia dalam hal keuangan. Keberadaannya di Indonesia yaitu menjadi lembaga keuangan berbasis pada anggota yang bertujuan mulia untuk memberdayakan masyarakat (anggotanya) untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabatnya, melalui pelayanan simpan dan pinjam (bukan pinjam untuk disimpan). Penting bagi Masyarakat Adat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat seutuhnya, sehingga berdaya guna dan berdaya cipta untuk dapat meningkatkan kesejahteraannya sendiri.
Ada beberapa manfaat dan keuntungan yang didapatkan Masyarakat Adat ketika bergabung di Credit Union diantaranya, adalah proses simpan pinjam yang mudah dan terjangkau, sumber pinjaman dengan bunga normal, menciptakan sumber kredit untuk kegunaan usaha yang produktif, juga mengedukasi anggota untuk mengatur dan mengelola keuangannya agar menggunakan uang secara bijak serta hemat. Perbedaan yang sangat signifikan yaitu melindungi tanah, sebab tanah merupakan alat produksi yang paling vital. Mengurangi tekanan laju sumber daya alam, menjamin kesehatan, pendidikan serta jaminan hari tua (pensiun). Menurunkan konsumerisme dan perjudian sehingga kita dapat mengidentifikasi yang mana kebutuhan dan keinginan. Selain itu juga meningkatkan rasa aman, persatuan dan solidaritas. Hal inilah yang tidak didapatkan di lembaga keuangan lainnya.
Dalam Credit Union setiap anggotanya mempunyai kepentingan secara langsung terhadap kebutuhan perkreditan. Mekanisme utama di dalam Credit Union adalah penyimpanan dan peminjaman keuangan oleh anggota. Credit Union menyelenggarakan pengumpulan keuangan dari anggotanya secara giat dan teratur. Setelahnya, memberikan pinjaman kepada anggotanya untuk keperluan yang bermanfaat. Uang jasa yang diterapkan atas peminjaman nilainya sangat rendah. Modal Credit Union berasal dari simpanan para anggotanya, mekanisme ini bertujuan untuk memberikan modal kepada anggotanya guna peningkatan penghasilan. Peningkatan ini juga akan kembali menguntungkan Credit Union sebagai pemberi pinjaman melalui simpanan baru dari anggota yang diberikan modal. Anggota akan dipersiapkan untuk menciptakan modal terlebih dahulu gunanya agar anggota diajarkan dan dikenalkan terlebih dahulu untuk menabung secara konsisten. Pinjaman kapitalisasi itulah yang kita sebut juga dengan pinjaman untuk menciptakan modal anggota. Mari Bergabung di Credit Union !!
Siapapun bisa bergabung menjadi anggota CU Randu, baik individu maupun komunitas (lembaga). Hubungi kami melalui contact person : Efrial Ruliandi (0812 1223 1466); Novalia Dea Larasati (0812 8200 7501); Email : adm.curandu@gmail.com. Kantor Pelayanan : Jl. Jenderal Sudirman No 15F – 3rd floor, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, Indonesia 16129
[i] Penulis adalah Staff Organisasi Credit Union Pancoran Kehidupan (CU Randu).
[ii] CU Gerakan Konsepsi Filosofi Petani (Pro-Movement Credit Union), Institut Dayakologi & GCU-FPK: Pontianak., 2015.
[iv] Melalui Undang-Undang No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, peluang campur tangan pemerintah dan pemilik modal besar atas koperasi menjadi sangat besar. Tidak adanya jaminan atas kemandirian atau prinsip swadaya sangat bertolak belakang dengan karakteristik Credit Union selama ini.