KOLABORASI PEMUDA ADAT LINTAS BENUA : Pertukaran Pengalaman dan Kolaborasi Global

Kunjungan belajar antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC, sebuah organisasi masyarakat adat dari Afrika Tengah, telah membuka babak baru dalam gerakan pemuda adat lintas benua, memperkuat solidaritas di antara mereka yang terpisah oleh jarak namun dipersatukan oleh visi yang sama. Dalam beberapa hari yang penuh dengan semangat kolaborasi, kedua organisasi ini tidak hanya berbagi pengalaman dan strategi untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, tetapi juga menjalin hubungan yang semakin erat, yang diharapkan dapat menjadi fondasi kuat bagi kolaborasi jangka panjang di masa depan. Pertemuan ini menegaskan pentingnya kerja sama global dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat, dari menjaga tradisi dan budaya hingga mempertahankan hak atas tanah dan sumber daya alam mereka. Dengan semangat yang menyala dan tekad yang kuat, BPAN dan REPALEAC berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan ini, membuka jalan bagi generasi pemuda adat di seluruh dunia untuk terus bersatu dan bekerja sama dalam menciptakan perubahan nyata bagi komunitas mereka.

Kunjungan REPALEAC ke BPAN

Kunjungan REPALEAC ke Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) disambut dengan antusiasme tinggi oleh BPAN, menandai momen penting dalam upaya memperkuat hubungan antara pemuda adat dari dua benua yang berbeda. Sebagai jaringan masyarakat adat dari Afrika Tengah, REPALEAC hadir dengan tujuan untuk menjalin kolaborasi dan berbagi pengetahuan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Selama beberapa hari, kedua organisasi ini memanfaatkan kesempatan berharga ini untuk bertukar pengalaman, berbagi strategi, dan membangun ikatan yang lebih kuat, yang semuanya berujung pada semangat baru untuk kolaborasi global dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.


Mengenal REPALEAC dan Tujuan Kunjungan

REPALEAC, sebuah organisasi yang memiliki fokus utama pada pelestarian ekosistem dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Afrika Tengah, melakukan kunjungan penting ke Indonesia dengan tujuan mendalami Gerakan Pemuda Adat di Nusantara yang dipelopori oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Kunjungan ini menjadi sarana bagi REPALEAC untuk lebih memahami dinamika gerakan pemuda adat Indonesia yang telah lama dikenal atas keberaniannya dalam mempertahankan identitas budaya serta memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di tengah arus modernisasi. Sambutan hangat yang diberikan oleh BPAN mencerminkan semangat solidaritas dan keterbukaan dalam menjalin hubungan yang lebih erat dengan komunitas adat dari belahan dunia lain. Selama kunjungan ini, REPALEAC tidak hanya diajak untuk menyaksikan langsung bagaimana pemuda adat Indonesia mengorganisir diri dan bergerak, tetapi juga untuk memahami berbagai tantangan dan strategi yang telah diterapkan oleh BPAN dalam menjaga warisan budaya dan kedaulatan adat mereka. Interaksi antara kedua organisasi ini membuka peluang untuk berbagi wawasan, memperkuat jaringan lintas benua, dan meneguhkan komitmen bersama dalam memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat adat.


Diskusi tentang Gerakan Pemuda Adat

Dalam diskusi mendalam yang diadakan antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC, perhatian besar diberikan pada cara pemuda adat Indonesia mengorganisir dan memobilisasi gerakan mereka untuk mempertahankan hak-hak tradisional dan budaya mereka di tengah tantangan global yang semakin kompleks. REPALEAC, yang datang dengan pengalaman dan perspektif mereka dari Afrika Tengah, sangat tertarik dengan pendekatan BPAN dalam menggalang solidaritas di antara pemuda adat serta bagaimana mereka membangun strategi untuk melawan marginalisasi dan perampasan tanah yang kerap terjadi. Diskusi ini menjadi wadah yang kaya akan pertukaran ide dan pengalaman, di mana BPAN secara terbuka berbagi kisah tentang berbagai tantangan yang mereka hadapi, mulai dari tekanan modernisasi hingga konflik lahan, serta langkah-langkah konkret yang mereka ambil untuk melindungi tradisi, hak-hak adat, dan tanah leluhur mereka. Melalui percakapan yang interaktif dan inspiratif ini, kedua organisasi tidak hanya memperkuat hubungan mereka, tetapi juga menemukan banyak kesamaan dalam perjuangan mereka, meneguhkan tekad bersama untuk terus memperjuangkan kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat adat di seluruh dunia. Diskusi ini menandai awal dari kolaborasi strategis yang lebih besar, dengan harapan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang dibagikan akan memperkuat gerakan pemuda adat lintas benua, menghadirkan solusi inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan global yang mengancam eksistensi dan keberlanjutan masyarakat adat.

Hero: Solidaritas Antar Pemuda Adat

Hero, Pejabat Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), menyampaikan pesan yang menggugah dan menekankan pentingnya solidaritas antar pemuda adat sebagai elemen kunci dalam memperkuat gerakan mereka di tingkat global. Dalam pidatonya, Hero menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat, baik di Asia maupun Afrika, memiliki akar yang sama dan bahwa solusi untuk mengatasinya memerlukan kerja sama lintas benua. Ia menyampaikan bahwa masalah-masalah seperti perampasan tanah, erosi budaya, dan marginalisasi politik yang dialami oleh masyarakat adat di berbagai belahan dunia bukan hanya isu lokal, melainkan sebuah perjuangan bersama yang harus dihadapi dengan persatuan yang kuat. Hero percaya bahwa dengan menjalin solidaritas dan saling mendukung, pemuda adat dari berbagai latar belakang budaya dapat memperkuat posisi mereka dan menciptakan kekuatan kolektif yang mampu menghadapi tekanan eksternal yang seringkali merugikan hak-hak mereka. Pidato ini tidak hanya menyalakan semangat para pemuda adat yang hadir, tetapi juga mempertegas komitmen BPAN untuk terus berkolaborasi dengan organisasi seperti REPALEAC dalam membangun jaringan yang solid untuk memperjuangkan keadilan, kedaulatan, dan keberlanjutan bagi masyarakat adat di seluruh dunia. Pesan Hero ini menjadi seruan yang kuat untuk memperluas gerakan pemuda adat, memperkuat solidaritas antar benua, dan memastikan bahwa suara mereka didengar dan dihormati dalam kancah internasional.


Visi Bersama Basiru (Sekjen REPALEAC)

Basiru Isa Manjo, Sekretaris Jenderal REPALEAC, mengungkapkan visinya yang kuat dan inspiratif tentang pentingnya kolaborasi global antara pemuda adat di seluruh dunia, dalam upaya menghadapi tantangan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh masyarakat adat. Dalam pandangannya, Basiru melihat potensi besar dalam penyatuan pemuda adat dari berbagai belahan dunia—sebuah sinergi yang dapat melahirkan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk berbagai permasalahan yang melanda komunitas adat, seperti hilangnya tanah leluhur, degradasi lingkungan, dan penindasan budaya. Ia menyatakan keyakinannya bahwa dengan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan strategi, pemuda adat dapat memperkuat suara kolektif mereka dan memperjuangkan hak-hak mereka dengan lebih efektif di tingkat global. Menurut Basiru, inisiatif ini bukan hanya tentang memperkuat jaringan lintas benua, tetapi juga tentang menciptakan gerakan global yang mampu membawa perubahan signifikan di masa depan. Pandangan ini mencerminkan harapan besar bahwa kolaborasi antara BPAN dan REPALEAC akan menjadi katalisator bagi perubahan yang lebih luas, yang mampu memberdayakan masyarakat adat untuk menghadapi tantangan zaman dengan lebih percaya diri dan penuh semangat. Kata-kata Basiru menginspirasi dan memberikan dorongan baru bagi semua yang terlibat untuk terus bergerak maju, bekerja sama, dan mengubah visi global ini menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh generasi mendatang.


Harapan untuk Masa Depan dari Marlein

Marlein Flora Nguie, salah satu pemimpin berpengaruh dalam REPALEAC, mengemukakan harapannya yang mendalam mengenai perlunya kolaborasi yang lebih erat antara pemuda adat di Asia dan Afrika, dengan menekankan bahwa kerja sama ini tidak hanya penting bagi pemuda secara umum, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan bagi perempuan adat. Dalam pandangannya, perempuan adat sering kali berada di garis depan perjuangan untuk mempertahankan budaya, tanah, dan hak-hak mereka, namun kerap kali mereka terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan. Marlein melihat peluang besar dalam kemitraan antara BPAN dan REPALEAC untuk mengubah dinamika ini, dengan memperjuangkan pengakuan dan dukungan yang lebih besar bagi perempuan adat dalam setiap gerakan. Ia berharap kolaborasi lintas benua ini akan menjadi sarana untuk memperkuat peran perempuan adat, memastikan suara mereka didengar, dan kebutuhan mereka diakomodasi dalam setiap strategi dan aksi yang diambil. Harapan Marlein mencerminkan visi masa depan di mana perempuan adat tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga memimpin dalam upaya kolektif untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya mereka. Dengan semangat dan komitmennya, Marlein menginspirasi seluruh komunitas untuk melihat perempuan adat sebagai pilar penting dalam gerakan global ini, yang dapat membawa perubahan nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat adat di seluruh dunia.


Hasil dari Kunjungan

Kunjungan antara BPAN dan REPALEAC ini telah membuka berbagai wawasan baru dan menciptakan peluang kolaborasi yang signifikan untuk masa depan. Kedua organisasi menyadari betapa pentingnya kerja sama dalam memperkuat peran pemuda adat di negara masing-masing, terutama dalam menghadapi tantangan global yang kian kompleks. Pertemuan ini bukan hanya sekadar pertukaran ide, tetapi juga meneguhkan komitmen bersama untuk terus menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi strategi efektif demi kesejahteraan masyarakat adat di seluruh dunia. Dalam suasana saling percaya dan solidaritas, BPAN dan REPALEAC sepakat bahwa kolaborasi lintas benua adalah kunci untuk memajukan agenda hak-hak adat dan menjaga keberlanjutan budaya mereka. Mereka melihat kunjungan ini sebagai langkah awal menuju hubungan jangka panjang yang produktif, di mana pengalaman dan pengetahuan yang dibagikan akan menjadi fondasi kuat untuk tindakan kolektif yang lebih terarah. Dengan semangat yang diperbarui dan visi yang sama, kedua organisasi berkomitmen untuk terus bekerja sama, memastikan bahwa suara pemuda adat tidak hanya didengar tetapi juga diimplementasikan dalam kebijakan dan aksi nyata yang menguntungkan masyarakat adat di seluruh dunia.


Awal dari Kolaborasi yang Lebih Besar

Kunjungan REPALEAC ke BPAN menandai awal dari suatu hubungan yang lebih erat dan kolaborasi yang lebih besar antara kedua organisasi ini, sebuah langkah penting yang dapat membawa dampak luas bagi gerakan pemuda adat di kedua benua. Momen ini bukan hanya sekadar pertemuan, tetapi merupakan fondasi dari upaya bersama yang akan memperkuat solidaritas dan memperluas jangkauan perjuangan hak-hak masyarakat adat. Dengan dukungan kuat dari kedua belah pihak, BPAN dan REPALEAC melihat potensi besar dalam memperkuat gerakan pemuda adat, tidak hanya di wilayah mereka masing-masing tetapi juga dalam konteks global. Kolaborasi ini diharapkan mampu mendorong perubahan signifikan yang akan menginspirasi generasi muda adat di seluruh dunia untuk terus berjuang mempertahankan identitas, budaya, dan hak-hak mereka. Optimisme mengalir dari setiap diskusi dan pertukaran ide yang terjadi selama kunjungan ini, menunjukkan bahwa dengan kerja sama lintas benua, pemuda adat dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi komunitas mereka. Kedua organisasi berkomitmen untuk terus menjalin hubungan yang lebih erat, menjadikan kunjungan ini sebagai pijakan untuk kolaborasi yang lebih besar dan lebih berdampak, dengan tujuan akhir menciptakan perubahan yang nyata dan positif di komunitas adat di seluruh dunia.


Kolaborasi untuk Perubahan

Dengan pengalaman berharga yang dibagikan selama kunjungan ini, baik Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) maupun REPALEAC semakin yakin bahwa kerja sama lintas benua adalah kunci utama untuk mencapai perubahan yang signifikan dalam perjuangan hak-hak masyarakat adat. Dalam suasana diskusi yang penuh semangat, Hero, Pejabat Ketua Umum BPAN, menegaskan pentingnya untuk tidak hanya menunggu momentum, tetapi juga menciptakan momentum sendiri dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi. Ucapan tersebut menggambarkan tekad kedua organisasi untuk bersama-sama merumuskan strategi yang inovatif dan efektif guna mengatasi isu-isu yang mengancam identitas dan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Kesadaran bahwa tantangan ini bersifat global mendorong mereka untuk bersatu dan saling mendukung dalam menciptakan perubahan yang nyata. Dengan semangat baru untuk masa depan, mereka berkomitmen untuk terus berkolaborasi, berbagi pengetahuan, dan menggalang dukungan dari komunitas masing-masing, sehingga upaya ini tidak hanya menghasilkan dampak positif bagi pemuda adat saat ini, tetapi juga menyiapkan generasi mendatang untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Kolaborasi yang terjalin dalam kunjungan ini diharapkan menjadi pendorong bagi lebih banyak inisiatif serupa, yang mengintegrasikan kekuatan pemuda adat dari berbagai belahan dunia dalam satu gerakan yang solid dan berkelanjutan.


Menyongsong Masa Depan Bersama

Kunjungan antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC ini menandai awal dari banyak peluang kolaborasi yang akan datang, memberikan harapan baru bagi perlindungan dan perjuangan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Dengan semakin kuatnya sinergi antara kedua organisasi, mereka bersatu dalam komitmen untuk melindungi identitas, budaya, dan hak-hak dasar masyarakat adat, sekaligus memperkuat jaringan solidaritas di antara pemuda adat dari Asia dan Afrika. Semangat juang yang menyala-nyala ini bukan hanya akan membawa perubahan yang nyata bagi generasi saat ini, tetapi juga akan menginspirasi generasi mendatang untuk terus berjuang demi keadilan dan pengakuan hak-hak mereka. Dengan saling mendukung dan berbagi pengetahuan, BPAN dan REPALEAC bertekad untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan, yang tidak hanya akan meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat adat, tetapi juga mendorong tindakan kolektif dalam menghadapi tantangan global. Di tengah dinamika yang terus berubah, semangat kolaborasi ini akan menjadi pendorong utama untuk memastikan bahwa suara pemuda adat terdengar dan diakui dalam setiap diskusi dan keputusan yang berkaitan dengan masa depan mereka.

Muda Bergerak mewujudkan keadilan sosial-ekologis: Pemuda Sukseskan Konferensi Tenurial

Oleh Michelin Sallata

Koalisi organisasi masyarakat sipil melalui Konferensi Tenurial yang berlangsung tanggal 16-17 Oktober 2023 di Senayan, Jakarta, turut dihadiri oleh banyak perwakilan gerakan pemuda. Kegiatan yang dikerjakan oleh 28 organisasi lintas sektor ini cukup membuka ruang untuk mengkonsolidasikan aspirasi pemuda.


Pemuda terorganisir untuk ikut berbagi gagasan dalam konferensi dan terhubung dengan banyak gerakan lainnya agar mampu memperkuat gerakan pemuda. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) sebagai salah satu gerakan pemuda yang memiliki konsen penuh pada gerakan perjuangan masayarakat adat dengan jantung gerakan adalah pemuda adat, merasa penting untuk mengambil bagian dalam konferensi ini.
Salah satu perwakilan Sekretariat Nasional BPAN, Apriliska Titahena (Ika) menyatakan “Pada momentum ini, pemuda dan para penggerak pemuda turut menyuarakan keterlibatan pemuda dalam mewujudkan keadilan sosial-ekologis melalui praktik-praktik baik yang dilakukan selama ini. Kami mengambil bagian sebagai orang-orang muda yang akan melanjutkan perjuangan ini kedepannya.” Ungkap Ika.


“Melalui Konferensi Tenurial, proses transfer pengetahuan lintas generasi untuk memperkuat gerakan masyarakat sipil dapat semakin ditingkatkan. Sehingga disini kami pun dapat saling belajar, dan gerakan pemuda dapat terkonsolidasi lebih masif untuk mewujudkan tujuan bersama.” Tutur Ika.
Keterlibatan BPAN, terpotret jelas melalui kehadiran Pemuda Adat yang langsung datang dari komunitas adatnya masing-masing, mulai dari region Papua, Maluku, Sulawesi, Bali-Nusra, Jawa, Kalimantan, dan Sumatera, yang menjadi representatif pemuda adat di seluruh Nusantara, sebagai komitmen bersama eksistensi gerakan pemuda adat yang semakin tumbuh subur dalam berbagai tantangan.

Pemuda Adat melakukan aksi solidaritas untuk Masyarakat Adat di Papua


Selain terlibat dalam rangkaian agenda resmi konferensi Tenurial, Pemuda Adat yang diwakili oleh Pengurus Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara juga bersepakat membuat pernyataan sikap tegas untuk mendukung gerakan perjuangan #SavePapua dan #SaveBangkal (Kalimantan Tengah). Selama ini BPAN selalu bersama perjuangan kawan-kawan di Papua dan Bangkal. Langkah membuat dokumentasi dukungan pada Konferensi Tenurial adalah bagian dari ketegasan bersuara yang perlu digaungkan.
Menanggapi rasa solidaritas ini, Dewan Pemuda Adat Nusantara Region Papua Essau Klagilit mengapresiasi dukungan BPAN, “sebagai DEPAN Region Papua saya merespon positif dukungan teman-teman yang hari ini terus berkomitemen bersama masyarakat adat. Solidaritas BPAN menjadi semangat bagi masyarakat adat Papua, masyarakat adat Bangkal, Masyarakat Adat Maluku, dan masyarakat adat lainnya yang sedang mengalami ketidakadilan, bahwa kita tidak sendiri. Berbagai pihak diluar Papua dan Bangkal pun merasakan kegelisahan yang sama dan ikut berjuang bersama.” Tuturnya.

Meskipun tidak terlibat sebagai penyelenggara, semangat BPAN sebagai peserta undangan tetap membara untuk menyuarakan hak-hak hidup masyarakat adat.


Sebagai pemuda adat Papua yang merupakan bagian intergral dari masyarakat adat Papua, Klagilit juga mengungkapkan bahwa “Papua bukan tanah kosong, mempertegas bahwa tanah, hutan, wilayah adat, dan masyarakat adat Papua itu ada. Kita harus kuat-kuat berjuang dan pastikan bahwa Papua bahkan Indonesia bukan tanah kosong, sebab masyarakat adat masih ada dan menolak punah. Sehingga pemerintah harus segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat serta tarik semua pasukan militer dari wilayah-wilayah adat kami.” Tegas Klagilit.

Kolaborasi BPAN Moi Maya bersama Perkumpulan Papuan Voices dalam Menggelar Pemutaran Film Dokumenter

Pengurus Daerah BPAN Moi Maya berkolaborasi bersama Papuan Voices Sorong menggelar kegiatan Pemutaran Film dokumenter dan diskusi bersama masyarakat adat setempat.

Kegiatan ini merupakan bagian dari pada festival mini yang merupakan acara konsolidasi  Papuan Voices untuk memberikan edukasi kepada masyarakat adat Papua tentang kisah masyarakat adat di tanah Papua yang dilakukan di Kampung Wailen, Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Raja Ampat pada 28-29 Juni 2023.

Acara nonton bareng film dokumenter dan diskusi ini berlangsung di Balai Kampung Wailen, pada rabu hingga kamis malam pukul 18.00, 28-29 Juni 2023. Dihadiri oleh kurang lebih empat puluh orang dari Kampung Wailen, kegiatan ini juga dihadiri keterwakilan tokoh perempuan dari kampung Waimeci, serta anak-anak kecil yang menghadiri nonton film dan diskusi ini.

Adapun film-film yang diputar merupakan karya asli dari tanah Papua seperti: Penjaga Dusun Sagu, Budaya Berkebun Mempertahankan Tanaman Lokal, Dari Hutan Kitong Hidup, 30 Tahun Su Lewat, Mama Kasmir Punya Mau. Lima film tersebut diputar dan didiskusikan bersama selama 2 hari kegiatan.

“Kegiatan ini kami dari Papuan Voices Sorong dan PD BPAN Moi Maya Berkolaborasi untuk melakukan acara nonton dan diskusi, jadi malam  pertama dan kedua itu kami mulai dengan perkenalan, lalu masuk ke pemutaran setelah itu kami mengajak masyarakat dan pemuda untuk berdiskusi tentang kehidupan berbudaya serta mengajak pemuda agar bisa memjadi bagian dari pembuat film tentang kehidupan mereka sendiri, pemuataran ini kami lakukan pada jam 06;00 sore sampai jam 10:00 malam selama kegiatan berlangsung masyarakat cukup aktif datang berbondong-bondong Bersama anak-anak mereka untuk nonton, dalam sesi diskusi Bersama masyarakat tidak terlalu aktif, karena memang di kampung wailen atau terlebuh khusus masyarakat adat di Pulau Salawati Kabupaten Raja Ampat belum terkonsolidasi dan mendapatkan pendidikan kritis tentang ancaman-ancaman yang akan datang dua puluh sampai tiga puluh tahun kedepan, misalnya seperti perusahan-perusahan raksasa seperti kelapa sawit, tambang dan lain sebagainya.” Disampaikan Samuel Moifilit sebagai person in charge kegiatan tersebut.

Pihak Papuan Voices dan BPAN mengapresiasi antusiasme peserta kegiatan ini, belajar dari film yang telah disaksikan bersama sebenarnya kejadian ini sudah cukup familiar dialami masyarakat adat. Pada tahun 2000an keatas wilayah adat marga Moifilit pernah dimanfatkan oleh perusahan kayu log PT Hanurata dimana perusahaan ini mengambil kayu dari hutan dan pergi meninggalkan penyesalan bagi marga Moifilit karena selama perusahan beroperasi hingga tahun 2009, masyarakat adat tidak pernah merasakan dampak kesejahteraan.

Unsur pemuda adat, perempuan adat dan anak-anak adat ikut serta dalam diskusi dan nonton bareng ini menandakan adanya kesadaran kolektif yang ditanamkan sejak dini tentang pentingnya menjaga wilayah adat.

Hal lainnya disampaikan oleh Yosep Klasia selaku Pengurus Daerah Moi Maya Barisan Pemuda Adat Nusantara, saat sesi berdiskusi ia mengungkapan, “Kami selaku pemuda di pulau Salawati bersama masyarakat adat ingin bertanya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) pada akhir bulan Maret lalu ada tim dari instansi kehutanan yang melakukan kegiatan tanam patok bertulisan HPK di wilayah Pulau Salawati Tengah Kabupaten Raja Ampat. Kegiatan yang mereka lakukan ini menurut dugaan kami adalah praktek perampasan oleh negara Indonesia melalui kementerian terkait, karena begini mereka saat menanam patok tidak bersosialisasi dengan marga-marga yang ada atau masyarakat kampung, dan tiba-tiba kami kaget saat melihat patok HPK telah ditanam di wilayah adat kami.”

Menurut Yosep Klasia, rasa kecewa terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah melalui instansi terkait, harusnya kegiatan tanam patok itu wajib hukumnya memberitahu pemilik tanah dan hutan di Pulau Salawati bukannya main sabotase wilayah adat masyarakat setempat. Yosep juga menegaskan kembali Instrumen Undang-Undang yang menjelaskan tentang keberadaan masyarakat adat bahkan diperkuat atas putusan MK 35 Tahun 2012 tentang hutan adat bukan hutan negara. Hal ini harusnya menjadi pertimbangan bagi KLHK dalam menetapkan status Kawasan hutan menjadi HPK (Hutan Produksi Konversi).

Pemuda Adat Bangkit, Bersatu, Bergerak Mengurus Wilayah Adat.

Disunting oleh CH.

Kampung Linggam Sepakat Deklarasikan Sekolah Adat Dayak Lebang Kampung Linggam

Ditulis oleh Febrianus Kori

Bertempat di kampung adat Dayak Lebang Linggam, Barisan Pemuda Adat Nusantara melaksanakan kegiatan Konsolidasi Pemuda Adat Sintang sekaligus Deklarasi Pembentukan Sekolah Adat.

Dihadiri langsung Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara yaitu Michelin Sallata yang berasal dari Mengkendek, Tana Toraja, Sulawesi Selatan, serta Ketua Dewan Pemuda Adat Nusantara yaitu Venedio Nala Ardisa yang berasal dari Osing Cungking, Jawa Timur yang keduanya merupakan fasilitator pendidikan adat sekaligus mengawal musyawarah masyarakat dan pemuda adat di Kampung Linggam. Pengurus Wilayah BPAN Kalimantan Barat yaitu Dama Saputra Supin Selaku Ketua, Kurnianto Rindang sebagai Sekretaris dan Feriansyah Bidang Advokasi dan Hukum turut hadir dalam kegiatan ini sekaligus memperkenalkan gerakan pemuda adat untuk membangun kampung.

Masyarakat Adat Kampung Linggam sesaat setelah Deklarasi Sekolah Adat Dayak Lebang bersama Barisan Pemuda Adat Nusantara

Kegiatan yang dilaksanakan dari tanggal 24-27 Maret 2023 ini mendapatkan sambutan yang antuasias oleh warga di Kampung Linggam Permai dan dibuka langsung Oleh Kepada Desa Linggam Permai, Bapak Markus. Dalam sanbutan beliau, beliau sangat mengapresiasi Barisan Pemuda Adat Nusantara yang dipimpin langsung Oleh Ketua Umum, Michelin Sallata karna ini merupakan kegitan pertama pemuda adat yang dilaksanakan di Desa Linggam Permai khususnya lebih melibatkan lagi masyarakat adat Dayak Lebang Kampung Linggam.

Kegitan Ini menjadi sangat begitu penting bagi Masyarakat Kampung Linggam karna dalam Kegiatan ini masyarakat adat Dayak Lebang Kampung Lingam bersepakat untuk Membentuk Sekolah Adat yang dikoordatori Oleh Natalia Kori yang juga merupakan Dewan Pemuda Adat Nusantara Region Kalimantan. Setelah proses deklarasi selesai dan masyarakat sepakat membuat rencana tindak lanjut untuk keberlangsungan sekolah adat ini, diharapkan pengetahuan tradisional, sastra lisan dan nilai-nilai luhur masyarakat adat di Kampung Linggam dapat lestari dan secara turun temurun diturunkan kepada generasi penersu di kampung Linggam. Keterlibatan masyarakat adat di sekolah adat ini diharapkan memperluas pengetahuan masyarakat adat, pemuda adat dan anak-anak dalam mengetahui dan mencintai identitasnya sebagai masyarakat adat serta belajar dalam mengenal adat dan Tradisi setempat.

Dalam kegiatan lainnya Pengurus Nasional BPAN, Pengurus Wilayah BPAN Kalimantan Barat serta Pengurus Daerah BPAN Sintang juga membentuk Pengurus Kampung (PKam) BPAN Linggam melalui konsolidasi Pemuda Adat Kampung Linggam. Melalui musyawarah secara mufakat, terpilihlah Septiana Bela selaku Ketua PKam BPAN Linggam periode 2023-2027.

Totalitas Pemuda Adat Ikut Serta dalam Menyukseskan RAKERNAS VII AMAN

Ditulis oleh Novi Yanti (BPAN Kutei Lubuk Kembang)

Rapat Kerja Nasional AMAN yang Ke VII jauh-jauh hari sudah ditetapkan, bahwah pengurus AMAN Wilayah Bengkulu menjadi tuan rumah dalam perhelatan akbar yang diselenggarakan per lima tahun sekali ini. Rapat Kerja Nasional AMAN yang ke VII juga dihadiri oleh Michelin Sallata selaku Ketua Umum Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara sebagai peninjau. Sebagai salah satu organisasi sayap AMAN, para pemuda-pemuda adat yang tergabung didalam BPAN “Barisan Pemuda Adat Nusantara” baik Pengurus Nasional, Wilayah, dan Daerah berjibaku turut serta menyukseskan RAKERNAS AMAN ke VII. Para pemuda-pemuda adat baik dari Taneak Jang, Tanah Serawai, Enggano, Rejang Lebong, dan Kaur saling bahu membahu berkerja sama  sebagai tanggung jawab terhadap sebuah organisasi untuk tegak dan berdirinya kemandirian masyarakat adat.

Pengurus Kampung BPAN Kutei Lubuk Kembang pada RAKERNAS VII AMAN

Dikutip dari Keterangan Sulas Tri yang biasa disapa dengan “Cicik” yang mrupakan Ketua BPAN Daerah Taneak Jang, “Beberapa bulan yang lalu kita sudah melakukan pelatihan Jurnalistik”, ungkapnya. Kegiatan pelatihan tersebut dimaksud bagaimana kami bisa mengemas sebuah pemberitaan yang bagus untuk memberitaka kegiatan RAKERNAS yang akan dilakukan.. Pelatihan Jurnalistik bagi mayarakat adat ini dilaksanakan oleh Direktorat Infokom PB AMAN sebelum RAKERNAS VII dilaksanakan dan melibatkan mayoritas pemuda adat sebagai pesertanya.

Rangkaian kegiatan RAKERNAS yang akan dilaksanakan di Kutei Lubuk Kembang diawali dengan Kirab Budaya, Dialog Umum, Malam Budaya, serta kegiatan Dzikir Akbar dalam menyambut bulan puasa 1444 Hijriah. Salah satu anggota BPAN Kutei Lubuk Kembang, Novi, mengungkapkan “Sebagai Pemuda Adat Kutei Lubuk Kembang kami merasa bangga dan sangat senang ketika kampung kami dijadikan tempat berlangsungnya kegiatan”. Kemudian disambung oleh teman sejawat saudari Novi Erli Purwasi, “Kami akan berusaha semaksimal mungkin, bagaimana kegiatan ini dapat terlaksana dengan sebaik-sebaiknya salah-satu tugas kami yang dipercaya adalah menyiapkan penginapan peserta RAKERNAS dan kebutuhan lain sebagainya”.

Endang, Ketua PW BPAN Bengkulu dan pemuda-pemuda adat di Kutei Lubuk Kembang

Endang Setyawan selaku ketua BPAN Wilayah Bengkulu juga menyampaikan rasa bersyukur dan sukacita bisa bertemu dengan perwakilan masyarakat adat se-Nusantara dalam perhelata ini. “Selamat datang di Bumi Raflesia Provinsi Bengkulu, semoga RAKERNAS yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik dan menghasilkan keputusan-keputusan yang strategis lima tahun mendatang”, Ungkap Endang.

RAKERNAS AMAN adalah salah satu dari beberapa rapat-rapat pengambilan keputusan tertinggi di Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Sesuai dengan hasil keputusan RAKERNAS VII AMAN di Kutei Lubuk Kembang, RAKERNAS VIII AMAN berikutnya akan dilaksanakan di Kalimantan Timur pada tahun 2025.

Terra Livre dan Solidaritas Global

Brasilia, Brazil (27 April 2017) – Saya, Devi Anggraini dan Jhontoni Tarihoran beruntung mewakili AMAN, Perempuan AMAN dan BPAN dalam Acampento Terra Livre (ATL), yakni pertemuan tahunan Masyarakat Adat se-Brazil, yang diadakan selama 1 minggu di Brasilia, di jantung ibukota Brazil. ATL kali ini adalah yang ke-14 kalinya dilaksanakan dan merupakan salah satu yang terbesar, dihadiri oleh 3.300 orang utusan Masyarakat Adat dari lima region besar di Brazil termasuk Amazon. Ribuan anggota komunitas, para tetua, perempuan, generasi muda, anak-anak hingga balita, datang menggunakan bus-bus antar region dan menginap di tenda-tenda yang disiapkan panitia atau yang dibawa sendiri oleh peserta.

Issue penting tahun ini adalah adanya upaya anggota Mahkamah Konstitusi di Brazil (yang juga berfungsi sebagai Mahkamah Agung), untuk melakukan amandemen Konstitusi Brazil, khususnya bagian yang mengakui hak-hak Masyarakat Adat. Di dalam Konstitusi Brazil, ada dua pasal yang secara khusus mengakui hak Masyarakat Adat dan cukup kuat, meskipun implementasinya masih sangat rendah. Mahkamah Konstitusi yang terdiri dari dua Chamber (Kamar), terpecah. Sebagian mendukung amandemen, sebagian tidak. Masyarakat Adat menengarai ini akibat ulah para lobi-lobi dari proyek-proyek pembanguan raksasa di Brazil yang ingin mengambil alih wilayah-wilayah adat untuk bisnis, termasuk dalih sarana publik.

Lihat juga Brazil indigenous protest over land rights turns violent

Selasa kemarin 3-4000 orang (dengan para pendukung termasuk aktivis-aktivis gerakan sosial di Brazil), melakukan aksi demonstrasi di depan gedung parlemen Brazil yang berakibat bentrokan fisik. Polisi menembak gas air mata dan peluru karet, dibalas dengan desingan anak panah dari para warrior Masyarakat Adat. Empat orang sempat ditahan, tetapi kemudian dibebaskan. Dalam aksi tersebut, Masyarakat Adat membawa banyak peti mati dan menaruhnya di depan gedung parlemen sebagai protes terhadap pembunuhan puluhan saudara-saudara mereka dalam setahun terakhir, karena mempertahankan wilayah adatnya. Masyarakat Adat menuntut “demarcação ja!” atau menuntut demarkasi dan pengakuan atas wilayah-wilayah adat.

Kami terlibat dalam beberapa diskusi, mendapat kesempatan memperkenalkan AMAN, PA serta BPAN. Dan mengenalkan “AHOY!” serta “HORAS!”

Beberapa hal menarik yang kami amati misalnya, setiap orang yang hadir, sangat bangga dan percaya diri dengan identitasnya sebagai Masyarakat Adat. Hampir semua mengecat tubuh (bagian dari tradisi) dan mengenakan berbagai ornamen bulu burung serta manik-manik. Wilayah yang cenderung panas membuat hampir tidak ada produk tenunan untuk pakaian, karena nyaris semua tidak berpakaian, namun bangga dengan body painting ciri khas mereka. Adat istiadat; tarian, lagu, musik, bahasa, seni perang, seni rupa mereka, masih sangat kental dan kuat. Adanya pemimpin-pemimpin perempuan yang kuat juga menjadi hal menarik lainnya. Buat saya, itu luar biasa. Di Latin Amerika yang kental budaya “laki-laki yang memimpin”, di sini perempuan berperan kuat, meskipun di komunitas-komunitas, perempuan adat masih memperjuangkan hak-haknya.

Masih ada dua hari pertemuan di mana masih akan didiskusikan isu-isu prioritas yang akan menjadi resolusi dan deklarasi penting dari Terra Livre tahun ini. Masih banyak yang mesti kami pelajari, bagaimana organisasi-organisasi di sini bekerja, bagaimana struktur dan keanggotaan, bagaimana sistem komunikasi dan koordinasi, bagaimana proses-proses pengambilan keputusan dll.

Baca juga Brazil indigenous groups clash with police in Brasilia

Yang jelas, persoalan di Brazil dan di Indonesia tiada beda. Perampasan wilayah adat untuk kepentingan bisnis, baik perkebunan, logging dan bendungan raksasa serta kriminalisasi terhadap anggota komunitas terjadi dimana-mana, bahkan pembunuhan terhadap pemimpin-pemimpin perlawanan di kampung-kampung. Satukan semangat, bangun solidaritas global!

 

Mina Setra

Indigenous Peoples, Guardians of the Earth

Our life as indigenous peoples along with our customary lands and territories that we own are an interconnected unity. For our survival, we have to build and protect our strong relationship with our lands and territories. Because our lands and territories are the sources of our life and survival, our history, culture, way of life, oral tradition, literacy, belief, art, as well as the source of our livelihoods. We must respect, preserve, mantain and defend our ancestral lands in order to be sustainable for our future generations.

 

As indigenous youth, we testify that:

 

  1. In our costumary lands, there are indigenous institutions which are able to collectively guard the integrity of our collective territories, the nature and harmony within indigeous peoples, including norms and customary laws.
  2. Our customary lands and territories are managed, protected and preserved by our ancestors for thousands of years. The ancestors had developed and enriched customary governance over land use along with its resourches to make sure sustainability of livelihood to be  passed down to the future generation. Our ancestors had promoted justice and equality for common interest and they had dedicated their own life to defend customary land territoty. Accordingly, we are sure that customary land territory is a saving for the future generation.
  3. Land grabbing, violence and criminalization against indigenous peoples and how the government diminishes indigenous communities through suppresions including discriminating laws have lead to the worsening of social, culture, economics and environment of indigenous peoples as well as to the current multidimentional crisis faced by many indigenous communities.
  4. The lack of recognition and protection over indigenous lands have led to massive incidents where indigenous peoples are the main victims.
  5. The crisis faced by indigenous peoples has been exacerbated by the increased number of indigenous youths who have forgotten their local wisdom, as a result of the rapid change of socio-cultural, including the spread of consumerist culture introduced by global market to indigenous communities.
  6. Many of indigenous women and indigenous persons with disabilites experience massive violations within their communities and territories as well as discrimination from the mainstream society. The issues they are currently facing prevent them from participating in broader decision making processes, as well as decision making process within their own communities. This shoud not continue.
  7. The extreme climate change caused natural dissaster including extinction of plants and a number of forest products which affects livelihoods of indigenous peoples. The approach of indigenus peoples to mitigate the climate change in some cases even being labelled as criminal offense.

 

As indigenous youth, we call for:

  1. Return our customary lands and territories, which we inherit from our ancestors.
  2. Provide recognition and protection over indigenous peoples and their costumary lands and territories through law and regulation making at all levels.
  3. Stop criminalization against indigenous peoples who are struggling to defend their customary lands and territories.
  4. If we want the earth to remain adequate for living in the present and the future, support indigenous peoples in managing and protecting their customary lands and territories in accordance to their traditional knowledge.
  5. Increased participation of youth in decision making processes concerning lands and territories and promote the process of knowledge transfer from indigenous elders to the young people.
  6. Preserve the integrity and sustainability of costumary lands and territories and prevent all forms of land grabbing.

 

 

 

 

[Jhontoni Tarihoran]

BARISAN PEMUDA ADAT NUSANTARA

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com