Jaga Keberlangsungan Hidup, Warga di Lima Desa, Kecamatan Wasile Selatan Tolak Sawit

Bpan.aman.or.id MALUKU- Ekspansi perkebunan sawit terus berlangsung masif. Setelah Gane dan Banemo, kali ini, tanaman rakus air ini akan masuk di ke Kecamatan Wasile Selatan, Halmahera Timur, Maluku Utara. Wilayah yang menjadi sasaran adalah tanah yang dimiliki masyarakat adat jauh sebelum Indonesia merdeka. PT. Dede Gandasuling (DGS), yang berafiliasi dengan PT Api Metra Palma (Medco Group), salah satu perusahan perkebunan sawit terbesar di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung Bupati Halmahera Timur menerbitkan izin lokasi seluas 19.808 hektar sebagaimana surat Nomor: 188.45/147/525.26/2007.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun telah menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU), untuk tahap pertama dengan luas 7.797 hektar. Sementara 2.500 hektar dari luas HGU tersebut menjadi target pertama pada 2018 dan masuk dalam perencanaan land clearing.di Lima Desa, kelima Desa tersebut yaitu, Desa Tanure, Yawal, Waijoi, dan Desa Jikomoi. Ada ribuan penduduk yang hidup di wilayah tersebut nantinya akan terancam kehilangan tanah dan hutan karena tidak bisa dikelola lagi oleh mereka.

Perusahan itu baru diketahui ketika masyarakat akan mengurus sertifikat tanah perkebunan di BPN. Petugas dari BPN menjelaskan bahwa sertifikat tersebut tidak bisa diterbitkan karena tumpang tindih dengan HGU perusahan. Hal itu mendapat respon beragam dari masyarakat yang ada di Lima Desa. Mereka merasa tidak dihormati oleh pemerintah daerah dan perusahan. Menurut warga, selama ini tidak pernah dilakukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat terhadap rencana masuknya perusahan.

Beberapa hari selanjutnya, masyarakat adat di Lima Desa melakukan konsolidasi dengan aksi turun ke jalan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes mereka karena berdirinya perkebunan sawit. Beberapa pekerja di perusahan yang ada di lokasi keluar dari Wasile. Sementara alat-alat berat yang akan dipergunakan untuk land clearing ditahan oleh warga.

Koordinator Front Masyarakat Wasile Menggugat, jens Komo-komo dalam orasinya mengatakan bahwa berdirinya perusahaan hanya akan membawa kesengsaraan bagi warga karena lahan tanah milik warga susah untuk menyerap air,”ini kejahatan yang sistematis dilakukan oleh perusahaan, kita harus tetap mempertahankan wiayah kita akan tidak rusak dan dikuasai oleh perusahaan,”ajaknya.

Sementara itu, tokoh adat Loleba, Dominggus Kariang (59) sangat menyanyangkan terhadap sikap kepala desa yang sewenang-wenang memanfaatkan kekuasaanya untuk mendukung perkebunan sawit.“Kalau saya hitung, hanya sekitar 10 kepala keluarga yang ikut terima kelapa sawit, itupun karena mereka keluarga dekat Kades dan mengaku pernah kerja di perkebunan sawit,”tegasnya.

Dominggus menyampaikan, masyarakat Wasile ini sudah lama mengolah tanaman kelapa, pala dan cengkeh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, “Hasil kebun ini kami gunakan untuk menyekolahkan anak sampai ke jenjang yang lebih tinggi, maupun membangun rumah.”tuturnya.

Dominggus sangat takut kalau semua yang masyarakat miliki digantikan dengan kelapa sawit. Menurutnya, tanaman tersebut tidak menjamin keberlangsungan hidup bagi masyarakat dan anak cucu kedepan. Kata Dominggus, kalau tanaman kelapa diganti dengan sawit, di tengah jangka waktu penanam ke panen, warga tidak mempunyai pekerjaan. “kami menolak karena demi anak cucu jangan sampai mereka susah”terangnya.

Wasile Selatan sendiri dikenal sebagai salah satu penghasil ikan teri, kelapa dalam, tanaman pala dan cengkeh. Selain bekerja di sektor perkebunan, warga juga sering kali mencari ikan tangkap dengan menggunakan perahu “bagan” untuk menangkap ikan teri dan cumi. Produksi ikan teri di wilayah tersebut cukup tinggi mencapai 1,4 ton per 14 hari kerja, (Sumber: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, Nov. 2017)

Sedangkan untuk pengeringan dilakukan oleh kelompok perempuan. Setiap pagi kaum perempuan ini berdatangan untuk menjemur ikan teri dan cumi hasil tangkapan suami mereka. “Ini kebiasaan yang setiap pagi dilakukan perempuan,” kata beberapa perempuan yang ditemui pada saat sedang menjemur ikan teri.

Pantauan penuis di lokasi bahwa hampir semua masyarakat yang ada di desa memiliki profesi sebagai petani kebun dan nelayan tangkap. Biasanya kalau sudah habis panen kelapa, mereka akan berganti profesi sebagai nelayan. Rotasi pekerjaan ini dilakukan untuk menjaga supaya mereka tetap memiliki pendapatan ekonomi. Daerah ini juga dikenal penghasil padi, data Pemkab Haltim 2018 menyebut 756 ton padi setiap tahun di produksi di wilayah ini, belum lagi 70 ton jagung, 119 ton ubi kayu (singkong), 1.180 ton kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai dan kacang hijau), 14,83 ton bawang merah, serta sayur-sayuran palawija serta buah-buahan.

Menanggapi hal itu, Kepala Desa Loleba, Amos Werimon mengatakan bahwa berdirinya perusahaan bisa mengurangi pengangguran dan menurunkan angka kriminalitas yang terjadi di kampung. Menurut Kepala Desa bahwa jangan sampai dengan aksi dari masyarakat ini bisa merugikan pihak perusahaan dan mereka bisa saja menuntut secara hukum kepada masyarakat karena dipaksakan cabut dari wilayah ini.

“Saya terima perusahan ini supaya mensejahterakan masyarakat di kampung ini” kata beliau pada saat tim AMAN menemui di lapangan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Desa Yawal, Ferdinand bahwa sawit tidak punya dampak buruk terhadap lingkungan. Justru sawit lebih bagus dari kelapa dalam. “Saya dukung karena ada 20 persen lahan sawit di miliki masyarakat.bisa sejahterakan masyarakat”ucapnya.

Pandangan yang berbeda justru datang dari kepala desa Tenure, Jikomoi dan Waijoi, mereka bersama-sama sepakat menolak kehadiran perusahan sawit ini karena keberadaannya mengancam hidup masyarakat. “Coba bayangkan HGU perusahan sampai di kebun dan kampung. Bagaimana kami mau berkebun dan bikin perluasan kampung, jika areal ini sudah jadi milik pihak lain” ungkap kades Tanure Apner Pulu.

Dirinya sangat menyesalkan PT. DGS yang tidak pernah melakukan sosialisasi dan konsultasi dengan masyarakat. Dia berharap kepada Pemerintah segera mengambil langkah-langkah solutif. Pemerintah terkesan melakukan pembiaraan terhadap masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat Wasile Selatan.

“Pada prinsipnya, kami tetap menolak perkebunan sawit PT. DGS dan minta pemerintah memberi perhatian terhadap hasil perkebunan kami.”ujarnya.

Senada dengan itu kades Jikomoi, Septon Djojon pun mengatakan, pada tahun 2013, pernah ada dua kali sosilalisasi terkait masalah rencana perkebunan sawit oleh Medco Agro (Group perusahaan Sawit yang didalamnya juga terdapat PT. DGS ), namun masyarakat tetap bersih keras menolak. Sejauh ini, kata dia, PT. DGS belum pernah melakukan soslialisasi secara langsung kepada masyarakat. Bagi dia, apa yang dilakukan oleh PT. DGS adalah perampasan lahan serta menganggap remeh masyarakat yang punya kebun di wilayah tersebut. “Pemerintah secepatnya mencabut Izin HGU yang telah mencakup wilayah masyarakat tersebut, Jangan sampai ini menjadi konflik berkepanjangan” tegasnya.

Dari penelusuran yang dilakukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), perusahan itu selain melakukan kegiatan perkebunan sawit, juga memperoleh izin pemanfaatan kayu (IPK) yang dikeluarkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015. Perusahan ini juga pernah bekerjasama dengan CV. Bangkit Jaya Bersama untuk melakukan penebangan kayu diatas lahan konsesi kurang lebih 1.000 hektar milik PT DGS. Progress IPK ini pun dilaporkan setiap tahun. Dalam banyak kasus perkebunan sawit, kebanyakan HGU menjadi alat untuk pengambilan kayu di wilayah tersebut.

Sampai saat ini, kondisi lapangan tidak stabil, masyarakat terus berjaga-jaga di pesisir pantai untuk menghadang pembongkaran alat berat perusahan PT DGS. Penjagaan ini dilakukan secara bergiliran di Lima Desa yang menolak. Keterangan dari warga, alat-alat perusahan terpaksa di daratkan kecamatan Wasile, di Base Camp salah satu perusahaan tambang.

Penulis : Hamdan Anggota dai Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN)) Wilayah Maluk

BPAN Sulteng Bangun Komitmen Kawal Bencana Gempa dan Tsunami

Bpan.aman.or.id Sulawesi Tengah – Puluhan anak muda yang tergabung dari Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sulteng berkumpul di Caffe Kemang, menyatakan sikap siap kawal bencana di Palu dan Donggala, Jumat (21/11) di Caffe Kemang Palu.

Dalam pertemuan tersebut, para anak muda melakukan kegiatan diskusi melingkar terkait kondisi gempa yang terjadi di Sulawesi Tengah. Mereka juga menyepakati akan ikut mengawal tentang posko yang sudah didirikan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) selama sebulan kemarin.

Dewan Pemuda Adat Nusantara (DePAN) Sulawesi Joko Sunarto mengatakan bahwa anak muda yang hadiri pada malam ini, kita bangun kesepahaman tentang keterlibatan anak muda dalam mengawal bencana di Sulawesi Tengah. “Anak muda harus aktif, apa lagi ini terjadi di beberapa komunitas yang terganung dengan AMAN. Saya akan konsolidasikan ini, sekalian ajang membentuk pengurus BPAN Wilayah Sulteng,”tutup Joko.

Penulis : Nanang

Editor : Sisi

Tim Tanggap Darurat Kirim Logistik ke Tiga Kabupaten di Sulteng

Bpan.aman.or.id PALU – Puluhan Relawan Tim Tanggap Darurat dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Perempuan AMAN, Minggu (4/11) akan mendistribusikan logistik berupa Beras, gula, Minyak Goreng dan Garam ke Tiga Kabupaten di Sulawesi Tengah. Tiga Kabupaten tersebut diantaranya, Kabupaten Sigi, Parimo dan Kabupaten Donggala.

Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sulawesi Tengah, Samsudin mengatkan bahwa pendistribusian kali ini akan difocuskan ditiga Kabupaten yang terkena dampak gempa dan tsunami. Menurut Samsudin ketiga Kabupaten itu, diantaranya, Kabupaten Sigi, Parimo dan Kabupaten Donggala.

” Hari ini kita distribusikan kebutuhan dasar sehari-hari dulu, seperti beras, Gula, Minyak dan Garam,”tegas Samsudin.

Samsudin mengatakan bahwa dalam pengiriman tim tanggap darurat ini dibagi empat tim tanggap darurat, tim satu ke Sibalayang, Kamalisi, Parimo dan ke Sulawi. Kata Samsudin, ada sekitar 70 komunitas yang hari ini akan kita datangi dan berikan bantuan sesuai kebutuhan yang mendesak.

“Kita distribusikan logistik sekalian mendata apa saja yang dibutuhkan komunitas adat. Pendataan ini penting agar bisa mengetahui kondisi warganya. Sehingga tidak ada yang kelaparan atau sakit. Intinya kita pastikan bahwa basis masyarakat adat yang tergabung dengan AMAN kondisinya baik-baik saja.”tutup Samsudin.

Penulis : Sisi Boka

Camat Sausu Apresiasi Gerakan AMAN dan BPAN Bantu Korban Bencana di Parimo

Bpan.aman.or.id PARIMO – Tim tanggap darurat dan evakuasi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyerahkan logistik sembako di Dusun Satu Sausu Piore, Desa Sausu, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parimo, Minggu (4/11), penyerahan tersebut dihadiri langsung oleh Camat Sausu dan Pemuda Adat.

Pantauan Tim Tanggap Darurat, Senin (5/11) sejumlah warga sedang membetulkan rumahnya yang terkena dampak gempa di Sulawesi Tengah. Selain itu, sebagian warga juga sedang mencari air ke sungai untuk dimasak.

Kepala Dusun Satu Sausu Abdul Khadir mengatakan bahwa saat ini belum ada bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah atau pun pusat, menurut Khadir di Dusun Satu Sausu ada sekitar lima rumah yang mengalami retak-retak.

“Untuk saat ini, kita sangat kelulitan air bersih, karena dampak dari gempa air menjadi keruh,”ucap Khadir.

Sementara itu, Camat Sausu Lahaba sangat mengapresiasi bantuan sembako (beras, gula, garam, minyak goreng) yang diberikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan organisasi sayap. Menurut Lahaba tim dari AMAN yang turun ke lokasi korban bencana bisa mengurangi beban warganya dan AMAN bisa memberikan contoh yang baik untuk ormas lain dan pemerintah dalam merespon bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

.”Saya apresiasi respon dan tindakan yang dilakukan AMAN maupun BPAN. Bantuan ini, tentu sangat membantu korban bencana, semoga dengan pedataan yang dilakukan AMAN dalam merespon gempa dan tsunami ini bisa meringankan korban yang terkena dampak gempa.”terang Lahaba.

Dikatakan Lahaba, dirinya juga telah mendata dan melakukan pengajukan bantuan ke pemerintah daerah. Tujuanya agar warga bisa mendapatkan pelayanan yang baik terutama air bersih dan kebutuhan pokok lainya.

“Kalau untuk rumah di Dusun Satu Sausu ada lima rumah yang rusak, kita sudah data itu dan coba ajukan. Saya berharap AMAN bisa terus konsisten berjuang digerakan sosial untuk masyarakat,”harapnya.

Penulis : Samsudin Pakis

Lembaga Adat PPU, Pertunjukan Mewarnai dan Menggambar Langkah Positif Pertahankan Identitas

Bpan.aman.or.id PENAJAM – Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) Musa apresiasi acara pertunjukan mewarnai dan menggambar tingkat Kabupaten yang diikuti oleh Paud, SD dan SMP yang diselenggarakan oleh pengurus Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) 10 November 2018 mendatang. Ia menilai kegiatan tersebut nanti sebagai ajang promosi dalam melestarikan budaya daerah.

“Pada era globalisasi identitas budaya menjadi penting. Maka saya kira yang dilakukan BPAN PPU sangat baik, itu merupakan salah satu cara mengedepankan keragaman budaya Indonesia,” ungkap Musa usai menerima ketua BPAN PPU Asnan di Seketariat LAP, Kamis (18/10) sekira pukul 14.30 WIT.

Musa mengatakan bahwa dirinya merupakan salah satu yang memiliki minat dalam mengembangkan dan melestarikan budaya daerah. Menurut Musa kegiatan tersebut sebagai bentuk promosi dan memperkenalkan kebudayaan di Paser ada.

”Budaya sebagai kekuatan identitas agar kita tidak tergerus oleh budaya-budaya asing yang akan memecah belah bangsa. Dimana budaya bisa mempertahankan kebhinekaan,” jelasnya.

Di Tempat yang sama Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Penajam Paser Utara (PPU) Asnan mengatakan bahwa kegiatan penampilan menggambar ini akan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten.

Menurut Asnan, penyelenggaraan penampilan menggambar ini juga Sebagai program kerja BPAN Paser mendafatkan dukungan dari Lembaga Adat Paser.

“Harapan saya dengan pertunjukan menggambar Budaya ini dapat memperkenalkan budaya daerah, khususnya budaya paser kepada Adik-adik di PAUD, SD dan SLTP,”terang Asnan.

Acara tersebut nantinya akan di laksanakan pada 10 November 2018 di Taman Pasar Induk Penajam. Kegiatan tersebut juga akan berbarengan dengan Nondoi yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam acara tersebut juga akan menampilkan banyak kesenian dari daerah lain, diantaranya yaitu kesenian dari pulau Sumartra, Sulawesi dan Pulau Jawa.

“Tujuan kami untuk mendekatkan budaya Paser kepada masyarakat Penajam dan masyarakat luar, selain itu juga memperkenalkan kepada negara-negara luar tentang pelestarian budaya,”tungkas Asnan.

Penulis : Eko

AMAN Gerakan Organisasi Sayap Tangani Bencana di Sulteng

Bpan.aman.or.id PALU – Alianisi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), bersama organisasi sayap Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Perempuan AMAN melakukan rapat. Tujuannya untuk melakukan langkah penenganan bencana di komunitas adat yang terkena dampak bencana Palu dan Donggala, Sulawesi (2/11) sekira pukul 10.WITA. Dalam agenda tersebut ada tujuh pengurus daerah yang hadir.

Ketua Badan Harian (BPH) Wilayah Aliansi Masyarakat Aadat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah Asran sangat menyambut baik tentang dibentuknya tim tanggap darurat, menurutnya tim itu sangat membantu dalam melakukan evakuasi.

“Kita telah membuka posko selama satu bulan di Kantor PW AMAN, harapnya beberapa yang terkena dampak gempa, AMAN bisa membantu komunitasnya.”kata Asran.

Di tempat yang sama, Annas Rasidin Korrdinator Tanggap Bencana dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan kita akan membantu dan merespon akan tetapi harus melakukan pendataan anggota komunitas yang terekana dampak gempa di Sulawesi Tengah.

”Kita akan data dan pastikan komunitas mana yang terekana dampak, apa yang kita bisa bantu dan penanganan apa yang bisa kita lakukan, seperti contoh kebutuhan mendesak makanan, tempat tinggal sementara, sarana air bersih, tenda, selimut, terutama makanan untuk bayi, obat-obatan, pasokan air serta yang berkaitan dengan listrik.”ujar Annas.

Dikatakan Annas, AMAN juga akan menyesuaikan bantuan yang dikiranya mereka bisa lakukan sesuai dengan kemapuan, menurut Annas yang paling penting dalam tanggap darurat itu masyarakat adat di sini tidak kelaparan sehingga tidak sakit dan dipastikan ketersediaan logistik.

”Kalau nantinya kita mempunyai data tentu lebih mudah dalam melakukan penanganannya, karena kalau pun AMAN tidak bisa membantu nantinya akan berkordinasi dengan lembaga lain yang bersedia membantu.”terang Annas.

Ditambahkan Annas, penanganan bencana di sini sebenarnya bisa kita lakukan lewat sayap-sayap AMAN yang ada di sini, seperti BPAN dan Perempuan AMAN, menurut Annas minimal dari setiap daerah ada tiga atau empat orang yang bisa koordinasi dengan tim tanggap darurat.

”Pembuatan tim bencana ini, agar memudahkan AMAN juga dalam merespon kondisi yang terkena dampak gempa agar terkordinis,”ungkap Annas.

Sementara itu, Samsudin Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sulawesi Tengah mengatakan bahwa kita anak muda di sini, tetap terus bergerak beriringan dengan AMAN sebagai organisasi Induk, selama ini kita bergerak selalu berkordinasi dengan ketua PW dan PD.

”Kebetulan anak muda di sini banyak yang ikut terlibat dan memang poskonya kita gabungkan di AMAN Sulteng,”terang Samsudin.

Samsudin juga menyampaikan rasa terimakasih kepada kawan-kawan BPAN dari wilayah lain seperti BPAN Minahasa, BPAN Kalbar, Bengkulu dan yang lain-ain yang ikut melakukan solidaritas dalam melakukan penangganan bencana cepat selama ini.

”Saya apresiasi tanggap darurat ini dan menyampaikan rasa terima kasih kepada kawan-kawan BPAN, AMAN dan Perempuan AMAN.”tutup Samsudin.

Penulis : Sisi Boka Anggota BPAN

Lakukan Konsolidasi BPAN, Ini Pesan Dewan Pemuda Adat Nusantara

Bpan.aman.or.id LOMBOK – Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Bali Nusa menggelar konsolidasi dan pendidikan pemuda bagi calon anggota yang akan bergabung, Rabu (31/10) di Pantai Tanjung Menangis, Komunitas Pringgabaya Lombok Timur. Acara tersebut dihadiri Dewan Pemuda Adat Nusantara (Depan) Region Bali Nusa, Badan Pengurus Harian AMAN Lombok Timur dan Puluhan Calon Anggota BPAN.

“Pemuda Adat merupakan harapan, karena kita yang menjaga dan mempertahankan tradisi, wilayah adat, tanah adat, budaya kita sendiri,”Kata Lalu Kusuma Jayadi saat memberikan materi pengkaderan, Rabu (31/10) di Lombok Timur.

Dewan Pemuda Adat Nusantara (Depan) Region Bali Nusa itu juga menyampaikan bahwa pemuda harus bisa mengurus wilayah adatnya agar bisa tercapai cita-citanya, ini bagian konsolidasi menjelang pra Jambore Daerah di Lombok Timur, “Tentu semua orang harus punya harapan agar cita-cita berdaulat madiri dan bermartabat,”tegas Lalu.

Pria yang disapa LKJ itu menambahkan bahwa BPAN merupakan organisasi pemuda yang menjaga negara ini dan BPAN harus menjadi garda paling depan, “Kita anggotanya itu, bermacam suku, agama, adat istiadat dan kita semua menerima perbedaan itu. Ini lah yang disebut Indonesia.”ungkap LKJ.

Ditempat yang bersamaan, Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Lombok Timur, Sayadi menyampaikan bahwa konsolidasi dan kaderisasi ini sangat penting. Sehingga bisa mendukung dalam kerja-kerja organisasi induk yaitu AMAN ke depannya. “Saya apresiasi kegiatan konsolidasi ini, karena kegiatan ini bagian dari kerja organisasi yang akan mendukung perjuangan AMAN,”ucap Sayadi.

Dalam kegiatan konsolidasi juga, BPAN membahas tentang gerakan AMAN yang sedang mendorong Rancangan Undang Undang Masyarakat Adat agar anak muda ikut terlibat menyuarakan isu masyarakat adat.

Penulis : Nanang Noise

Posko Bencana Dijadikan Ajang Konsolidasi Dukung RUU Masyarakat Adat

Bpan.aman.or.id PALU – Puluhan anggota dari Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) yang membuka Posko untuk korban Gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah, Sabtu (3/11) melakukan aksi untuk mendukung Rancangan Undang-undang Masyarakat Adat (RUU MA). Mereka membentangkan keretas dengan bertulisan Sahkan RUU Masyarakat Adat.

Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sulawesi Tengah Samsudin mengatakan bawha anak muda di Sulteng sangat antusias mendukung tim evakuasi bencana yang dilakukan AMAN selama ini, mulai dari mendirikan posko untuk evakuasi tanggap darurat bencana sampai dengan membentuk tim evakuasi komunitas AMAN yang ada di Sulawesi tengah yang terdampak gempa.

“Kebetulan ada kawan-kawan BPAN di Posko, kita suarakan isu masyarakat adat, seperti tuntutan agar pemerintah sahkan RUU Masyarakat Adat. Sebelum aksi kita juga melakukan pemahaman terhadap anggota terlebih dulu tentang RUU Masyarakat Adat “tegas Samsudin.

Menurut Samsudin bahwa dalam bencana ini, bisa menjadi ajang konsolidasi antara gerakan rakyat, dimana selama proses evakuasi tanggap darurat yang dibentuk PW AMAN Sulteng ini, beberapa organisasi banyak yang teibat dan peduli terhadap gerakan sosial.

“Selain AMAN dan beberapa organisasi sayap yang terlibat membantu evakuasi dampak gempa, ada organisasi lain yang ikut terlibat diantaranya NU, Pencinta Alam dan Mahasiswa-mahasiswa.”tuturnya.

Sementara itu, Dewan Pemuda Adat Nudantara (Depan) Region Sulawesi Joko Sunarto mengapresiasi kawan-kawan BPAN yang terlibat dalam tim evakuasi tanggap darurat. Menurut Joko selama evakuasi tanggap darurat BPAN menjadi motor dan ujung tombak di bawah dalam membantu kerja-kerja AMAN.

“Tanggap darurat yang dilakukan kawan-kawan BPAN bukan semata-mata perjuangan untuk komunitas saja, akan tetapi semua masyarakat yang membutuhkan uluran tangan kita respon dan tanggapi,”ungkap Joko.

Dikatakan Joko bahwa memang saat ini, dalam proses perekrutan untuk menjadi anggota bpan itu tidak terbatas. Mereka yang bergabung tidak mesti anggota komunitas AMAN.

“BPAN harus bisa menjadi wadah perjuangan untuk menyelesaikan isu-isu strategis di masyarakat salah satunya bencana.”tutup Joko.

Penulis : Sisi Boka

Diskusi Setahun PD BPAN Osing Angkat Kearifan Lokal

bpan.aman.or.id – Mengenalkan budaya kita kepada orang lain tidaklah mudah. Sebab kita kudu memastikan bahwa pesan yang hendak disampaikan kepada publik bisa mengendap di hati mereka. Ada banyak nilai-nilai etis maupun moral dari dalam budaya kita, namun menunjukkannya kepada orang membutuhkan strategi yang tepat dan efektif.

Barisan Pemuda Adat Nusantara Daerah Osing, Banyuwangi punya satu cerita terkait strategi ini. Ulang tahun perdana BPAN dari timur Pulau Jawa ini melakukan acara menarik untuk merayakan usia setahunnya. Selain potong tumpeng, sebagaimana lazimnya, mereka mengadakan talk show Gesah Using Milenial.

 

“Tujuan acara ini adalah untuk mengenalkan budaya dengan diskusi yang dikemas santai dan kekinian. Jadi, anak muda lebih tertarik untuk datang ke acara Gesah Using Milenial (obrolan orang Using Milenial—red),” ujar Ketua Panitia Arif Wibowo, Jumat (2/3/2018).

“Harapannya, di Banyuwangi akan banyak muncul forum diskusi kreatif serta berbagi cerita, ide, dan gagasan dari orang-orang keren. Lalu semangatnya bisa menular ke orang lain,” tambahnya.

Acara Gesah Using Milenial yang digelar di Gedung Pamer Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Banyuwangi tersebut merupakan talk show dengan tema budaya, namun berkonsep modernitas atau pop-culture yang mampu merangkul semua kalangan berbagai latar belakang, mulai dari siswa SMA, mahasiswa, sampai tenaga pendidik.

Panitia acara mengundang tiga inspirator yakni Vicky Hendri Kurniawan, Nur Holipah, dan kelompok penggiat media sosial kreatif yakni Byek Banyuwangi. Bersama ketiga inspirator, 100 pemuda Banyuwangi saling berbagi cerita, pengalaman, dan inspirasi tentang aksi-aksi untuk melestarikan budaya lewat cara-cara masa kini.

Jadi mereka saling belajar dan tukar pengalaman. Sebagaimana semangat kebersamaan para pemuda adat yang mengikuti slogan “semua orang itu guru, alam raya sekolahku”.

 

Vicky, sang kreator film dokumenter berbagi cerita kepada audiens mengenai sumber ide ketika dia akan menciptakan sebuah karya. Pendiri komunitas Banyucindih Creator ini mengaku sebelum menentukan tema karyanya, dia melihat sesuatu yang sifatnya lokal, seperti demografi, topografi, dan sifat daerah.

Menurut dia, sesuatu yang lokal pasti mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Hal tersebut membuat Vicky tertarik mengangkat kearifan dan potensi lokal di setiap film garapannya. Hasilnya, ia sudah beberapa kali mendapat penghargaan di tingkat nasional dan internasional.

Karena itu, ia mengajak para pemuda adat agar terus menggali potensi di daerahnya.

Sementara itu Nur Holipah (22) berperan melestarikan budaya leluhurnya dengan bentuk tulisan fiksi. Sejumlah puisi, cerpen, bahkan novel telah ia tulis dalam bahasa Using. Dia mengajak pemuda untuk menjadi penulis, sebab menurut Holip–sapaan akrabnya–tulisan itu abadi. Sekalipun sang pengarang telah tiada, ada jejak yang tak hilang yakni sebuah tulisan.

Maka dari itu, kata Holip, salah satu cara untuk melestarikan budaya yakni dengan cara menuangkanya ke dalam karya tulisan. Selain mengangkat Banyuwangi, dia juga membuat cerpen yang mengangkat unsur lokal daerah lain, seperti Bali dan Aceh.

Kemudian, media Byek Banyuwangi menjadi inspirator terakhir yang turut berbagi pengalamannya. Media yang sudah berdiri dua tahun ini mengangkat budaya lewat media yang sedang digandrungi para millenia yakni Instagram dan Facebook. Sejarah, tradisi, dan bahasa menjadi konten kreatifnya untuk mengedukasi para pengikutnya dalam bermedia sosial.

 

Aditya Catur Ginanjar, salah satu pendiri Byek Banyuwangi mengaku menurunnya minat pemuda terhadap budaya lokal menjadi alasan Byek Banyuwangi lahir. Lunturnya bahasa Using dan sedikit pemahaman tentang adat tradisi menjadi pecut semangat bagi Byek Banyuwangi yang berjumlahkan empat penggiat ini untuk mengunggah berbagai konten informasi tentang budaya.

Sentuhan gaya desain grafis yang selalu mengikuti tren dan sejumlah konten jokes juga turut diangkat. Dengan begitu, setiap konten dapat dengan mudah diterima oleh generasi millenial. Aditya berharap melalui medianya, budaya lokal dapat menjadi tren lagi, sehingga identitas Lare Osing tidak hilang.

Ketua BPAN Osing Kezia Fitriani berharap setelah setahun terbentuk, BPAN Osing menjadi salah satu wadah inspirasi dan mempererat persaudaraan pemuda adat untuk mempertahankan dan melestarikan adat budaya di komunitasnya.

Dalam setahun terakhir, BPAN Osing sudah berhasil merangkul puluhan pemuda adat yang tersebar di delapan komunitas adat Using Banyuwangi. Mereka telah melakukan sebuah kegiatan guna memperkompak dan menambah kapasitas pengetahuan para anggotanya yakni Jelajah Using.

Kegiatan Jelajah Using merupakan agenda berkumpulnya para anggota yang dilaksanakan di komunitas-komunitas adat secara bergantian setiap sebulan sekali. Pada acara tersebut pemuda BPAN menggelar beberapa kegiatan di antaranya diskusi isu-isu tentang hak-hak Masyarakat Adat, pelatihan menulis, pendalaman terhadap kesenian tradisonal, dan terlibat dalam pelaksaan suatu tradisi di salah satu komunitas.

Selain itu, sejak pertengahan tahun lalu, pembentukan sekolah adat di Banyuwangi tengah dicanangkan. Prosesnya kini masuk dalam pematangan konsep.

[Akbar Wiyana]

Awal 2018, AMAN Inhu Gelar Pelatihan Hukum dan Politik

28 Februari 2018

bpan.aman.or.id – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Indragiri Hulu (Inhu) gelar pelatihan hukum dan politik serta penguatan basis di komunitas adat Talang Mamak, Kamis (15/2) bertempat di Hotel Miki Mutiara, Belilas.

Dalam acara tersebut Ketua PD AMAN Inhu Gilung menyampaikan beberapa hal yang harus dibicarakan terkait dengan tema pelatihan. Antara lain tentang hukum formal (negara—red) yang sewenang-wenang terhadap Masyarakat Adat. Masyarakat Adat dibodoh-bodohi, sehingga ada pemeo yang mengistilahkan: hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.

Tommy Indiyan dari Perhimpunan Pengacara Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) memaparkan tentang hukum yang melindungi Masyarakat Adat dan banyak hal lagi yang dibicarakan olehnya terkait hukum-hukum ke Masyarakat Adat.

Selain itu pelatihan ini juga membahas tentang politik karena tahun ini merupakan tahun politik menghadapi pilkada serentak 2018 dan legislatif di tahun 2019 sekaligus berkaitan dengan penguatan basis di komunitas adat Talang Mamak.

Abdi Akbar dari Pengurus Besar AMAN menyampaikan tentang langkah politik yang akan dilaksanakan oleh Batin serta pengurus AMAN Inhu. “Kita harus merebut ruang-ruang politik untuk memastikan kebijakan berpihak kepada kita (Masyarakat Adat—red),” ujarnya.

Salah seorang peserta pelatihan, Suher (23), pemuda adat Talang Mamak mengatakan bahwa pandangannya terhadap situasi hukum dan politik di negeri ini semakin terbuka. Menurutnya, pelatihan ini sangat bermanfaat bagi pemuda adat yang merupakan generasi penerus Talang Mamak.

“Supaya sejarah dan asal usul kami tetap ada sampai ke depannya dari dunia takambang sampai dunia kiamat,” tuturnya.

Ketua AMAN Inhu Gilung berharap kegiatan ini bisa berkelanjutan atau tidak hanya sampai sini saja. Sementara peserta yang ikut dalam acara tersebut bertanggung jawab untuk menyampaikan isi pelatihan ke komunitasnya masing-masing.

Acara ini dihadiri Pengurus Besar Aliansi AMAN, Batin Adat, Masyarakat Adat dan pemuda adat Talang Mamak.

[Arwan Oscar]

KONTAK KAMI

Sekretariat Jln. Sempur 58, Bogor
bpan@aman.or.id
en_USEnglish