PUBLIK MENGHARAPKAN MAHKAMAH AGUNG MEMBERIKAN PUTUSAN YANG ADIL UNTUK SORBATUA SIALLAGAN

Massa Aksi yang tergabung dalam aksi “Solidaritas Masyarakat Sipil Untuk Sorbatua Siallagan”

Hari ini, Rabu 26 Februari 2025 publik yang tergabung dalam SOLIDARITAS MASYARAKAT SIPIL UNTUK SORBATUA SIALLAGAN mendatangi  Mahkamah Agung RI di kawasan Jakarta Pusat. Ini dalam rangka melakukan aksi damai untuk meminta keadilan dari Mahkamah Agung terkait dengan perkara Sorbatua Siallagan (Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, Kab. Simalungun, Sumatera Utara)  yang saat ini sedang berproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Judianto Simanjuntak, pengacara publik dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menyatakan sebagaimana diketahui bersama pada tanggal 14 Agustus 2024, menjelang 3 (tiga) hari Kemerdekaan Indonesia ke 79,  Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun membacakan putusan yang melukai  rasa keadilan masyarakat khususnya bagi Sorbatua Siallagan. Melalui putusannya Nomor: 155/pid.Sus/LH/2024/PN.Sim, Majelis Hakim menyatakan  menghukum Sorbatua Siallagan bersalah melakukan tindak pidana mengerjakan dan menduduki kawasan hutan dengan hukuman penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah), dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 6 (enam) bulan. Putusan tersebut keliru dan menyesatkan, sebab fakta sejarah menunjukkan komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan yang dipimpin Sorbatua Siallagan lebih dahulu mendiami dan mengelola wilayah adatnya yang merupakan warisan nenek moyangnya dari kehadiran PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL), yaitu sejak tahun 1700-an. Saat ini, generasi yang mendiami Huta Dolok Parmonangan sudah generasi ke-XI (sebelas) dari ketiga anak Raja Ompu Umbak Siallagan.

Tapi ada 1 (satu) orang hakim berbeda pendapat atau sering  disebut Dissenting Opinion yaitu Hakim anggota Agung Cory Fondara Dodo Laia, S.H., M.H., yang menyatakan, “apabila belum dilakukan sosialisasi mengenai izin Kawasan Hutan Produksi yang dimiliki TPL kepada Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Tetap, maka tindak pidana mengerjakan, menduduki, menguasai Kawasan  kawasan hutan tidak bisa dikenakan kepada Terdakwa”. Pendapat hakim yang berbeda ini menunjukkan sebenarnya Sorbatua Siallagan tidak melakukan tindak  pidana mengerjakan dan menduduki kawasan hutan, ujar Judianto Simanjuntak

Lebih lanjut Judianto menjelaskan bahwa Sorbatua Siallagan tidak  menerima Putusan Pengadilan Negeri Simalungun tersebut karena faktanya Sorbatua Siallagan tidak melakukan tindak pidana sehingga mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Upaya hukum banding tersebut akhirnya mendatangkan keadilan bagi Komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan  dan Sorbatua Siallagan. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Medan memutuskan: 1. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Medan. 2. Menyatakan perbuatan Sorbatua Siallagan BUKAN PERBUATAN PIDANA melainkan perbuatan perdata. 3. Melepaskan Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum. 4. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum agar MEMBEBASKAN BAPAK SORBATUA SIALLAGAN DARI RUMAH TAHANAN NEGARA. Putusan Pengadilan Tinggi Medan diucapkan pada tanggal 17 Oktober 2024 dengan Nomor : 1820/Pid.Sus-LH/2024/PT MDN.

Saat ini perkara Sorbatua Siallagan sedang berproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung  RI karena Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Simalungun mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, kata Judianto Simanjuntak.

Sinung Karto (Divisi Penanganan Kasus Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara/PB AMAN) menyatakan putusan Pengadilan Negeri Simalungun sangat tidak adil bagi komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan khususnya bagi Sorbatua, sebab keberadaan masyarakat adat dilindungi dalam konstitusi yaitu Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945 dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945,  UU No 39 Tahun 1999 Tentang Ham, dan instrumen hukum lainnya. Sebaliknya Putusan Pengadilan Tinggi Medan tersebut layak diapresiasi karena mencerminkan rasa keadilan bagi Sorbatua Siallagan dan komunitas masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan, sebab yang dilakukan Sorbatua Siallagan hanya mengelola wilayah adatnya, itu bukan tindak pidana, dan hal itu dilindungi  konstitusi  dan berbagai  instrumen hukum lainnya. 

Menurut Sinung Karto, kriminalisasi yang dialami Sorbatua Siallagan merupakan akibat ketiadaan Undang-Undang Tentang Masyarakat Adat. Itulah akar persoalan karena tidak ada payung hukum melindungi masyarakat adat di seluruh Nusantara. Akibat ketiadaan Undang-Undang Tentang Masyarakat Adat telah menimbulkan konflik masyarakat adat dengan korporasi yang mengakibatkan perampasan wilayah adat, dan kriminalisasi masyarakat adat  di seluruh nusantara, termasuk kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan. 

Karena itulah Sinung Karto mendesak Presiden RI dan DPR RI agar segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat.  Presiden RI dan DPR RI harus melaksanakan kewajiban konstitusionalnya membentuk Undang-Undang Tentang Masyarakat Adat. Ini mandat dan perintah konstitusi sebagaimana diatur dalam pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Selain itu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap UUD 1945, Tanggal 16 Mei 2023 menyatakan urgensi pembentukan Undang-Undang Tentang Masyarakat Adat, yakni sebagai konsekuensi perintah UUD 1945 dan mencegah dampak negatif terhadap masyarakat adat

Mufti Fathul Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) menilai proses hukum terhadap Sorbatua Siallagan sampai berproses saat ini di Mahkamah Agung di luar nalar hukum sebab sampai saat ini kawasan yang dimaksud baru sebatas penunjukan dan belum ada penetapan kawasan hutan tepatnya di konsesi PT. TPL Sektor Aek Nauli yang menjadi objek lahan yang disengketakan dengan Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. Padahal menurut  Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 bahwa pengukuhan kawasan hutan melalui beberapa tahapan yaitu:  penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan. Sedangkan penunjukan kawasan hutan merupakan proses awal suatu wilayah tertentu menjadi Kawasan hutan dan peta tata batas.

Sisi lain konflik  masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan dengan PT. TPL  sedang dalam proses penyelesaian yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK 352/MENLHK/SETJENKUM.1/6/2021 Tentang Langkah-Langkah Penyelesaian Permasalahan Hutan Adat dan Pencemaran Limbah Industri di Lingkungan Danau  Toba, tanggal 21 Juni 2021, salah satunya penyelesaian konflik masyarakat adat Ompu Umbak Siallagan dengan PT. TPL. Karena itulah konflik  masyarakat adat ompu Umbak  Siallagan dengan PT. TPL bukan ranah pidana, tetapi penyelesaiannya secara administrasi yang merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup RI  dan Kementerian Kehutanan RI.

Oleh karena itu, Julius Ibrani Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), menilai bahwa proses hukum terhadap Sorbatua Siallagan merupakan bentuk pengingkaran dan pengabaian negara atas kewajibannya untuk melindungi, mengakui, dan menghormati keberadaan serta hak-hak masyarakat adat sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional. Kasus ini menunjukkan dengan jelas bagaimana aparat penegak hukum berperan sebagai alat kriminalisasi terhadap masyarakat adat, alih-alih menjalankan tugasnya untuk melindungi dan menjamin akses mereka terhadap keadilan. Pola kriminalisasi yang berulang semacam ini semakin memperkuat impunitas terhadap pelanggaran hak-hak masyarakat adat dan menampilkan lemahnya komitmen negara dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia di Indonesia, terutama dalam memastikan hak atas tanah, sumber daya alam, dan kelangsungan hidup masyarakat adat yang terus terancam oleh kepentingan oligarki.

Elisabet Simanjutak selaku pimpinan aksi yang juga dari Sekretariat Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) menyatakan aksi di Mahkamah Agung ini merupakan kegelisahan dari publik atas terjadinya berbagai kriminalisasi kepada masyarakat adat di seluruh nusantara yang mendiami dan mengelola wilayah adatnya sebagai warisan nenek moyangnya, khususnya  yang dialami Sorbatua Siallagan.

Dalam kesempatan ini kami SOLIDARITAS MASYARAKAT SIPIL UNTUK SORBATUA SIALLAGAN mengharapkan Mahkamah Agung RI sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka agar menjaga netralitas dan independensinya menegakkan hukum demi untuk mendatangkan keadilan bagi Sorbatua Siallagan. Kami mengharapkan Mahkamah Agung RI menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 1820/Pid.Sus-LH/2024/PT MDN, tanggal 17 Oktober 2024 yang melepaskan Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum, ungkap Elisabet Simanjutak.

Jakarta, 26 Februari 2025

Hormat Kami

SOLIDARITAS MASYARAKAT SIPIL UNTUK SORBATUA SIALLAGAN:

  1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
  2. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tano Batak
  3. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara   (BAKUMSU)
  4. Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagandi Dolok Parmonangan, Kab. Simalungun, Sumatera Utara
  5. Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita (Lamtoras), Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
  6. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN)
  7. Aliansi Gerak Tutup TPL
  8. Forest Watch Indonesia (FWI)
  9. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
  10. Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
  11. Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (BKP-PGI)
  12. Sayogo Institute
  13. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Krisnayana
  14. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH-UI)
  15. Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS)
  16. Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia
  17. Public Interest Lawyer Network (PIL-NET) Indonesia
  18. Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK)
  19. Perkumpulan HuMa Indonesia
  20. WeSpeakUp.org
  21. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
  22. Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat
  23. Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM)
  24. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (Kontras Sumut)
  25. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan
  26. Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (WALHI SUMUT)
  27. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Komisariat UNIKA SEJAJARAN (GMNI UNIKA SEJAJARAN)
  28. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (GMNI FH-USU)
  29. Aksi Kamisan Medan
  30. Perempuan AMAN Sumatera Utara
  31. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara (AMAN SUMUT)
  32. Yayasan Srikandi Lestari

Peran dan Aspirasi Pemuda Adat Menghadapi Tantangan Masa Depan

Cindy Yohana dari Sekretariat Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) menyampaikan pandangannya dalam sesi Gelar Wicara bertajuk “Peran dan Aspirasi Pemuda Adat Menghadapi Tantangan Masa Depan” pada Seminar MBKM RIMBAHARI 2025

Pada Senin, 17 Februari 2025, Program Studi Sarjana Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) akan melaksanakan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) program tersebut di beri judul RIMBAHARI – Research Initiatives on Management of Biocultural Heritage and Resilient Innovations. Dalam rangka program ini, akan diadakan SeminarMBKM RIMBAHARI 2025: Diversitas Biokultural dan Masyarakat Adat, yang berlangsung di Auditorium Mochtar Riady, Gedung C Lantai 2, Kampus UI Depok. Salah satu sesi utama dalam seminar ini adalah gelar wicara bertajuk “Peran dan Aspirasi Pemuda Adat Menghadapi Tantangan Masa Depan”, yang menghadirkan Cindy Yohana dari Sekretariat Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) serta bersama pemuda adat lainnya.

Dalam berbagai diskusi mengenai masyarakat adat, peran pemuda sering kali kurang mendapat sorotan. Namun, di tengah tantangan modernisasi dan eksploitasi sumber daya alam, pemuda adat justru menjadi garda terdepan dalam mempertahankan hak-hak komunitas mereka. Dalam seminar ini, para pemuda adat berbagi pengalaman dan strategi dalam menghadapi dilema identitas, tekanan ekonomi, serta tantangan sosial dan lingkungan. Cindy Yohana, mewakili BPAN, menekankan bahwa pemuda adat memiliki peran ganda dalam menjaga keberlanjutan komunitas mereka. “Kami bukan hanya pewaris tradisi, tetapi juga penggerak perubahan,” ujar Cindy. Pemuda adat harus terus mengawal hak-hak masyarakat adat, memperjuangkan pengakuan wilayah adat, dan memastikan bahwa keputusan politik dan hukum yang dibuat oleh pemerintah berpihak pada keberlangsungan budaya serta lingkungan mereka.

Pemuda adat menghadapi berbagai tantangan, mulai dari isu identitas yang terus berkembang akibat modernisasi, keterbatasan akses terhadap pendidikan dan sumber daya, hingga tekanan ekonomi yang sering kali menghambat keterlibatan mereka dalam komunitas. Dilema ini semakin kompleks ketika ekspektasi sosial dari masyarakat dan persepsi dari pihak luar terhadap mereka sebagai pemuda adat menimbulkan tekanan tersendiri. Sementara itu, dalam komunitas mereka sendiri, pemuda adat harus berjuang untuk mendapatkan peran dalam pengambilan keputusan serta menjaga keberlanjutan budaya dan bahasa mereka. Hambatan lainnya datang dari eksploitasi sumber daya alam dan perubahan iklim, yang mengancam kelestarian lingkungan serta hak atas tanah adat mereka.

Sebagai langkah maju, seminar ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemuda adat, akademisi, dan aktivis dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Strategi yang dapat ditempuh mencakup peningkatan pendidikan dan kapasitas kepemimpinan pemuda adat, pembangunan jaringan advokasi yang lebih luas, serta pemanfaatan teknologi dan media sosial untuk menyuarakan perjuangan mereka. Pemuda adat harus aktif dalam pengambilan keputusan dan memperkuat peran mereka sebagai agen perubahan, bukan hanya menjadi objek dalam wacana pembangunan.

Seminar MBKM RIMBAHARI 2025: Diversitas Biokultural dan Masyarakat Adat menjadi momentum penting dalam memperkuat posisi pemuda adat dalam menjaga warisan biokultural mereka. BPAN menegaskan bahwa perjuangan ini tidak hanya untuk masa kini, tetapi juga untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat tetap hidup dalam harmoni dengan identitas dan tanah leluhur mereka. Dengan semangat kolaborasi dan ketahanan yang kuat, pemuda adat akan terus berjuang demi keberlanjutan komunitas dan hak-hak masyarakat adat di masa depan.

PENGURUS NASIONAL BPAN 2022-2026

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com

en_USEnglish