M. Nur Jaf’ar Bebas

BPAN – Kamis 14 April 2016, M. Nur Ja’far keluar dari Rumah Tahanan Negara Klas I Palembang tepat pukul 10.30 Wib. Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Sumatera Selatan setengah berlari dan mengulurkan tangan kala menyambut terbebasnya tokoh adat ini.

Para pemuda adat telah tiba jauh sebelum jam ketentuan bebasnya M. Nur. Animo mereka menyambut tetua adat itu begitu tinggi. Antusiasme dan semangat bertemu kembali dengan pemimpin adat tersebut tercermin dari cara mereka berpakaian. Kaos hitam yang mereka kenakan memang terlihat biasa. Yang tak biasa adalah pesan yang melekat pada kaos. Terlihat foto Nur Ja’far dan di bagian bawah foto tertulis “Penghianat itu tidak bisa diterima kemanusiaannya”. Tulisan dalam kaos tersebut adalah ungkapan kekesalan M. Nur. Ja’far terhadap keadilan di negeri ini yang menghianati Masyarakat Adat.

Malam sebelumnya, Yusri Arafat anggota BPAN Sumsel menerima kabar pembebasan orangtuanya. “Memang banyak yang bertanya, cuma baru tadi malam tau kepastian informasi bahwa memang  (Kamis-red) pagi keluar,” ujar Yusri saat dihubungi via telepon (14/4).

Anggie Setiawan Ketua BPAN Sumsel membenarkan informasi terkait bebasnya pejuang adat itu. “Tadi kita sambut di lembaga permasyarakatan jam 10.30 dan langsung ke Musi Banyuasin karena sudah ditunggu oleh keluarga. Kita menyambutnya sebagai pejuang Masyarakat Adat yang patut diteladani khususnya oleh pemuda,” katanya.

Saat dihubungi melalui telepon dalam perjalanan dari Rutan Palembang menuju Banyuasin kediamannya, Nur Ja’far mengatakan bahwa kebebasannya adalah bebas bersyarat. “Baru disuruh keluar untuk cek udara, sudah lama udara ini ditinggalkan, ini baru mau ke rumah sudah hampir dua tahun tidak lihat. Saya jam 09.00 Wib tadi keluar, keluar bersyarat, bebas bersyarat walau sebenarnya mesti empat bulan lagi,” jawabnya.

Baca juga: Abdon Nababan: Presiden Harus Bebaskan dan Lakukan Pemulihan Nama Baik Masyarakat Adat

Sejak ditangkap pada 11 Juni 2014 dan dijatuhi hukuman akibat dituduh merambah dan menduduki kawasan hutan Suaka Margasatwa Dangku Kabupaten Musi Banyuasin, semangat Nur Ja’far masih terus membara dan perjuangannya tidak pernah surut.

M. Nur Ja'far_JhontoniSaat Jhontoni Tarihoran Ketua Umum BPAN menemuinya di Rutan Klas I Palembang medio Februari lalu, Pak Nur bercerita tentang kesehariannya di penjara.

Ia bercerita bahwa penjara juga memberikan banyak pengalaman hidup. Penjara, menurutnya, merupakan salah satu representasi dari ketidakadilan yang masih terus terjadi di negara hukum bernama Indonesia. Semua orang pasti akan bela bahwa Indonesia negara hukum, meskipun hukumnya masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

“Di penjara ini banyak pengalaman sebagai bumbu-bumbu kehidupan yang sebelumnya tidak pernah kita alami. Sadari siapa kita dan kondisi kita seperti apa, hukum yang tidak adil bertentangan dengan konstitusi itulah hutang mereka (negara-red) ke kita. Pemuda pun harus terus bersemangat karena tujuan kita baik yaitu kepentingan orang tertindas. Janji itu sampai mati harus kita tuntut, sama dengan penghianat”.

Selain sebagai penghuni penjara yang lebih tua, Pak Nur juga menjadi tamping sehingga tahanan lain pun sangat menghormati dan memanggilnya Abah. Sebagai tamping beliau bertugas membantu pekerjaan petugas di dalam penjara khususnya untuk pengajian. Hal tersebut membuatnya semakin dihormati apalagi dia ditahan bukan karena suatu kejahatan kepada siapa pun, melainkan dituduh melanggar hukum karena menduduki tanah adatnya sendiri.

Lelaki berusia 76 tahun itu menegaskan, sekali lagi,  bahwa “Penghianat itu tidak bisa diterima kemanusiannya”.

 

~BPA Archipelago~

Wadah Gerakan Pemuda Adat Kalimantan Barat Terbentuk

Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) sebagai salah satu sayapnya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar kegiatan konsolidasi, pemilihan dan pembentukan pengurus wilayah Kalimantan Barat. Kegiatan tersebut berlangsung dari Jumat sampai Sabtu (14-15/9/2012) yang dikoordinir oleh Barisan Pemuda Adat (BARA) AMAN Kalbar bertempat di rumah Betang Lingga, Sei Ambawang, Kubu Raya.

Hari itu, Jumat (14/9/2012), suasana di sekitar rumah Betang Lingga yang persis berada di lintas jalan trans Kalimantan tampak lain dari biasanya. Para kaum muda dan tua tampak kompak. Kehadiran mereka ditempat itu bukan untuk melaksanakan kegiatan gawai Dayak ataupun kegiatan lainnya. Namun hari itu rupanya ada pembukaan hajatan besar yang bertajuk pertemuan wilayah I Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), Kalimantan Barat.

Pertemuan tersebut merupakan kali pertama dalam sejarah barisan pemuda adat di Kalbar. Adapun tema dalam kegiatan itu “Peran Pemuda Adat Dalam Rencana Strategis Melestarikan Adat dan Budaya di Kalimantan Barat”. Tepat pukul, 09.00 Wib acara pembukaan pun dimulai. Sedianya acara tersebut dibuka langsung oleh Wakil Bupati Kubu Raya, Andreas Muhrotein. Namun, karena kesibukan menjalan tugas-tugas yang tidak bisa ditinggalkan, acara pembukaan pun digantikan oleh Abdi Akbar selaku Kepala Departemen Penguatan Organisasi Anggota dan Jaringan Strategis pengurus pusat BPAN.

Prosesi pembukaan pun diawali dengan penyambutan tamu undangan ketika akan memasuki kompleks rumah Betang Lingga. Tampak seorang kepala adat membacakan doa-doa seraya membaca mantra dan menaburkan beras kuning. Sambil mengoleskan kunyit ke dahi para tamu, sementara itu para penari dari Dayak Sanggar Muara Talino, dengan sigap beratraksi sambil berlenggak-lenggok. Jauh di rumah Betang sudah bergema musik dengan hentakannya yang merdu. Abdi Akbar pun didaulat untuk memotong sebatang tebu yang sudah dilintangkan di tengah jalan dengan sebilah Mandau. Dengan sekali tebasan “bless” putuslah sebatang tebu muda itu. Kemudian para rombongan pun diajak bersama-sama untuk memasuki rumah betang. Sementara di depannya para penari terus berlenggak lenggok dengan lemah gemulai.

Upacara tersebut dinamakan Bapipis, yakni upacara ritual penyambutan tamu khas dayak Kanayatn Ambawang. Setelah sampai di Betang dilanjutkan dengan upacara Nyangahatn oleh Timangkong sebagai pertanda supaya kegiatan tersebut berjalan dengan lancar tanpa gangguan dan kendala-kendala. Sebelum acara adat Nyangahatn dimulai dilakukan seremonial pembukaan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh para siswa/siswi SMA Katolik Talino, Sei Ambawang dengan diikuti oleh para hadirin. Yulidas selaku ketua panitia pelaksana mengatakan, sebelum kegiatan itu berlangsung pihaknya merasa pesimis bisa terlaksana dengan baik.

Namun berkat semangat dan kerja keras semua pihak akhirnya bisa berjalan dengan dengan lancar. “Awalnya saya pesimis acara ini akan terlaksana seperti ini,”kata Yulidas dalam sambutan pembukaannya.

Pada kesempatan itu juga semua pihak yang hadir diajak untuk mengheningkan cipta untuk mengenang tokoh AMAN dan juga pejuang masyarakat adat, Surjani Alloy. Menurut Gloria Sanen, kegiatan pertemuan pemuda adat wilayah Kalbar ini memang merupakan ide dan keinginan yang sudah lama dari almarhum Surjani Alloy selaku ketua BPH AMAN Kalbar.

”Pak Surjani Alloy sudah lama menyampaikan gagasan ini. Dan beliau ingin agar para pemuda adat semakin menguatkan solidaritas. Meskipun pada hari ini beliau sudah tidak lagi bersama-sama dengan kita, namun gagasan dan cita-cita beliau akhirnya bisa diwujudkan. Kita patut menghargai dan meneruskan perjuangan beliau,”ujar Gloria Sanen dalam sambutannya.

Sedangkan yang mewakili Ketua Umum BPAN, Abdi Akbar, menyambut baik dilaksanakannya kegiatan tersebut. Menurutnya sangat penting sekali menguatkan organisasi para pemuda adat di seluruh Nusantara. “Saya merasa bangga pada hari ini bisa datang di tengah-tengah para pemuda adat di wilayah Kalbar. Saya baru sekali ini datang ke tanah Borneo. Organisasi pemuda adat yang merupakan sayap AMAN merupakan bagian penting, guna mendukung dan memperjuangkan nasib masyarakat adat. Khususnya para pemuda adat,”ujarnya.

Ia pun mengapresiasi kerja keras para panitia dan AMAN Kalbar yang bisa menyelenggarakan acara pertemuan wilayah BPAN dengan lancar dan sempurna. Setelah selesai semua kata sambutan, kemudian dilakukan pemukulan Gong sebanyak tujuh kali oleh Abdi Akbar sebagai pertanda dimulainya kegiatan pertemuan wilayah I BPAN Kalbar. Setelah selesai acara pembukaan. Pada siangnya diadakan seminar setengah hari yang menghadirkan para narasumber, yakni Pelaksana Tugas (PLT) Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Kalbar Aga Pitus, Timangokng Binua Sunge Samak Sa’ena dan Timangokng Sunge Manur / Koala Mandor Adrianus Adam Tekot. Para peserta pertemuan BARA Kalbar berfose bersama rumah di Betang, Lingga-Kubu Raya.

Kegiatan seminar tersebut diiikuti oleh perwakilan dari komunitas pemuda adat seluruh daerah yang ada di Kalbar. Seperti Ngabang , Ambawang, Singkawang, Sekadau dan sejumlah perwakilan organisasi mahasiswa di Pontianak. Semua peserta yang hadir pun tampak antusias mengikuti acara tersebut. Sedangkan pada malam harinya, diadakan pertunjukkan seni tari dari sanggar Muara Talino dan paduan suara dari para siswa SMA Katolik Talino, Sei Ambawang. Tak ketinggalan pula disuguhkan dengan pemutaran film dokumenter tentang lingkungan. Warga sekitar pun berbondong-bondong untuk menyaksikan acara tersebut.

Di sekitar rumah Betang pun mendadak ramai baik tua maupun muda ingin bersama-sama ikut ambil bagian di dalamnya. Esoknya, Sabtu (15/9/2012) kegiatan acara inti berupa konsolidasi pertemuan wilayah I BPAN Kalbar pun dimulai. Tahapan pembahasan terhadap berbagai hal tentang keorganisasian pemuda adat pun dimulai, seperti pembahasan AD/ART, tata tertib sidang. Semua peserta yang hadir pun memberikan masukan dan saran terhadap segala peraturan yang menyangkut BPAN Kalbar ke depannya. Suasana pun menjadi alot dengan perdebatan-perdebatan. Setelah melalui proses pembahasan dan perdebatan yang sangat alot seharian, akhirnya pada sore harinya, tibalah kepada prosesi pemilihan siapa yang akan memimpin BPAN Kalbar mendatang? Sejumlah nama pun sempat diusulkan.

Akhirnya semua peserta secara aklamasi sepakat untuk memilih Yulidas dan Adrianus Suwandi. Masing-masing sebagai ketua dan wakil ketua BPAN AMAN Kalbar. Salah satu program kerja Yulidas ke depannya, yakni akan merangkul seluruh elemen masyarakat adat untuk semakin mencintai terhadap adat dan tradisi budaya dan akan berprinsip dan berpegang teguh kepada UUD 1945 dan Pancasila dalam menjalankan tugas. “Ke depan kita coba rangkul pemuda adat dan masyarakat adat guna menumbuhkembangkan kecintaan, kepedulian dan mampu mengimplementasikan adat istiadat dan budaya di tengah-tengah modernisasi. Dan tetap memegang teguh UUD 1945 dan Pancasila karena jelas kita adalah warga Negara Indonesia,” kata Yulidas. Kini di pundak merekalah segala perjuangan dan cita-cita mulia para pemuda adat di Kalbar digantungkan harapan. Semoga tetap semangat dan terus berjuang. Proviciat dan selamat!

 

Yogi Pusa

Pemuda Adat Tano Batak Bangkit Bersatu

Dingin disertai gerimis, pagi itu Jumat, 15 Pebruari 2013, tidak membuat surut semangat pemuda adat yang sedang berada di tengah tombak (hutan) adat Ompu Ronggur Simanjuntak. Tidak ada yang berpangku tangan, masing-masing mengambil kesibukannya sendiri. Tangan-tangan dengan lincah mengupas ubi, yang akan segera dimasak sebagai hidangan sambil minum kopi pada saat pertemuan siangnya. Nenas, salah satu produksi pertanian khas Sipahutar, juga telah tersedia, yang sengaja dibawa dari kampung untuk disajikan saat makan siang.

 

Kaki-kaki yang kuat dengan bahu yang kekar  mengangkat jerigen air yang diambil dari sumber air bersih, untuk air minum tamu-tamu yang sedang dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan. Persiapan pertemuan ini sudah dilakukan secara bersama sejak seminggu sebelumnya. Wajar karena tempat pelaksanan kegiatan sangat jauh dari kampung yaitu sekitar 2,5 jam kalau ditempuh dengan jalan kaki. Tetapi jika ditempuh dengan kereta (istilah orang Tapanuli untuk menyebut sepeda motor) cukup dengan waktu setengah jam saja.

Pemuda adat komunitas keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak mendirikan rumah pemuda di atas tanah adatnya. Di mana tanah adat tersebut juga diklaim oleh perusahaan PT. Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk yang masuk dalam konsesi mereka.

Pembangunan rumah pemuda adat ini juga dilakukan dalam rangka menyambut dan mensukseskan pertemuan pemuda adat Tano Batak. Beratap seng, berlantai papan tanpa dinding,  dan dibangun atas swadaya pemuda adat sendiri.

Di pojok lain,  di areal yang sangat luas ini terlihat juga pemuda lain sedang menancapkan bendera-bendera Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Bendera berkibar gagah menjadi penunjuk arah jalan ke tempat pelaksanaan pertemuan tersebut. Karena kegiatan dilaksanakan pada tempat yang jauh dari pemukiman penduduk, maka semua urusan persiapan termasuk urusan komsumsi dan memasak harus dikerjakan pemuda adat tersebut. Dalam hal ini, prinsip senasib sepenanggungan sedang diuji dalam semua proses persiapan. Semua hal itu melahirkan kebersamaan di antara pemuda, sebelum dimulainya pertemuan secara resmi oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak, Roganda Simanjuntak.

 

Peserta pertemuan dari berbagai kabupaten/kota dengan berjalan kaki mulai tiba di tempat sekitar pukul 08:30 wib. Bersama rombongan undangan, perempuan adat juga tiba di lokasi kegiatan. Mereka tiba dengan semangat, sekalipun harus berbasah-basah karena hujan. Tetamu yang datang langsung disambut oleh pemuda adat yang sudah sejak tiga hari sebelumnya berada di tombak tersebut. Diawali dengan diskusi tentang peran penting pemuda adat dalam perjuangan masyarakat adat, lalu dilanjutkan dengan pembacaan janji Barisan Pemuda Adat Nusantara yang dipimpin oleh Ketua BPH AMAN Wilayah Tano Batak, pertemuan pun segera dimulai.

Pimpinan sidang sementara adalah pengurus wilayah AMAN Tano Batak. Sedangkan untuk melanjutkan persidangan, peserta memilih dan menetapkan tiga orang pimpinan sidang yang akan mengarahkan persidangan sampai berakhirnya pertemuan. Penetapan pimpinan sidang juga dengan memperhatikan keterwakilan perempuan dan laki-laki yakni: Rosalia Silitonga, Pancur Simanjuntak dan Jhontoni Tarihoran.

 

Pada situasi hujan dan dinginnya cuaca, persidangan tetap berjalan dengan hangat, dan terkadang dengan lantang terdengar yel-yel: “Pemuda Adat!, Bangkit Bersatu!, TPL…Tutup!”

Berbagai keputusan pun ditetapkan, mulai dari pembukaan persidangan, jadwal kegiatan, tata tertib, sidang komisi, proses pencalonan ketua, dan penetapan ketua sampai penutupan pertemuan. Semuanya berjalan dengan lancar dan sesekali keputusan harus ditinjau ulang karena adanya usulan atau saran dari peserta yang hadir. Sidang komisi juga berhasil merumuskan tentang: Kriteria, Tata Cara Pencalonan dan Proses Pemilihan Ketua Barisan Pemuda Adat Wilayah Tano Batak 2013-2016.

Pada proses pemilihan Ketua, peserta pertemuan memilih dan menetapkan Saudara Pancur Simanjuntak menjadi ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Tano Batak periode 2013-2016, yang pemilihannya secara aklamasi. Dengan terpilihnya ketua BPA wilayah Tano Batak para undangan mengucapkan selamat dan menyampaikan harapan-harapan kepada organisasi yang baru dideklarasikan tersebut.

Peserta yang turut hadir di antaranya Delima Silalahi, Koordinator Studi dan Advokasi KSPPM, lembaga yang mendampingi berbagai kelompok masyarakat adat di Tapanuli; Trisna Harahap staf KSPPM; Hotasi Simamora, Ketua Aliansi Peduli Tano Batak serta  Dewan Adat AMAN Wilayah Tano Batak Maradona Simanjuntak dan komunitas adat keturunan Ompu Ronggur Simanjuntak.

Sebelum pertemuan ini ditutup secara resmi, Roganda Simanjuntak menyerahkan bendera AMAN kepada ketua BPAN terpilih. Hal ini sebagai simbol bahwa gerakan masyarakat adat di Tano Batak, menjadi bagian perjuangan Pemuda Adat Tano Batak: untuk mewujudkan Masyarakat Adat dan Bangsa Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan bermartabat sesuai dengan janji Barisan Pemuda Adat Nusantara. Pemuda adat, Bangkit bersatu! ***

 

Jhontoni Tarihoran

 

Kesyadi Antang Dikukuhkan menjadi Ketua BPAN Wilayah Kalteng 2016-2019

Minggu 10 April 2016, bertempat di Anjungan Kotawaringin Timur tepatnya di Jalan Temenggung Tilung 16, Kota Palangkaraya Jambore Wilayah II Barisan Pemuda Adat Nusantara (Jamwil II BPAN) Kalimantan Tengah berlangsung dengan lancar. Kegiatan ini dihadiri oleh utusan pemuda adat dari beberapa daerah di Kalimantan Tengah; Kapuas I, Kapuas II, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas, Barito Selatan, Barito Utara, Murung Raya, Kota Waringin Timur, dan Palangkaraya.

Jamwil dibuka secara resmi oleh Penasehat BPAN Kalteng sekaligus Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalimantan Tengah, Simpun Sampurna. Pembukaan kegiatan Jamwil  diawali dengan Tari Pembukaan oleh anggota BPAN Wilayah Kalteng bersama salah seorang Pengurus Nasional BPAN Modesta Wisa yang berasal dari komunitas Binua Manyalitn, Kalimantan Barat. Kemudian dilanjutkan dengan doa dan sambutan-sambutan dari Panitia, Ketua Umum BPAN Jhontoni Tarihoran, Penasehat BPAN Kalteng Simpun Sampurna sekaligus membuka Jamwil II BPAN Kalteng.

Pemuda_Menari

Jambore ini menjadi ruang refleksi bagi BPAN Kalteng atas perjalanan organisasi sejak dideklarasikan pada 18 Februari 2013. Secara aktif seluruh peserta memberikan masukan atau pandangan atas laporan penyelenggaraan organisasi yang disampaikan Ketua BPAN Kalteng masa bakti 2013-2015. Masukan dan pandangan serta usulan dari peserta menjadi poin penting dalam merumuskan program kerja BPAN Kalteng masa bakti 2016-2019.

Pembahasan dan penetapan keputusan-keputusan dalam Jambore II BPAN Kalteng ini dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan metode partisipatoris seperti metode ‘warung kopi dunia’ khususnya dalam pembahasan program kerja dan pemilihan ketua. Calon ketua yang diusulkan oleh peserta adalah Titan, Dano, Abdul, Kimrot, Sesi, Yuni, Hendri, Kesyadi Antang, Rinto, Wismansio dan pemilihan Ketua. Pemilihan Ketua BPAN Wilayah Kalteng masa bakti 2016-2019 dilakukan secara mufakat. Dari 10 orang nama yang telah diusulkan menjadi calon Ketua, dengan mufakat Kesyadi Antang ditetapkan kembali menjadi Ketua BPAN Kalteng masa bakti 2016-2019.

Pelantikan atau pengukuhan terhadap Ketua terpilih Kesyadi Antang dilakukan oleh Ketum BPAN Jhontoni Tarihoran yang disaksikan oleh Dewan Pemuda Adat Nusantara region Kalimantan Modesta Wisa serta Ketua BPH Wilayah AMAN Kalteng Bapak Simpun Sampurna. Setelah pembacaan Janji Pemuda dan pengukuhan dilakukan secara resmi kegiatan ditutup oleh Ketua Wilayah AMAN Kalteng.

 

BPA Archipelago

Rakernas II BPAN: Kami Akan Berlipat Ganda

Cibubur (16/3/2016)—Menahan buldoser, memasang plang MK 35, protes keras, aksi-aksi demonstrasi dan sebagainya. Itu membuktikan bahwa kondisi di lapangan belum membaik, meskipun beberapa daerah ada yang sudah mengeluarkan Perda (Tanah Adat). Situasi ini terus menjadi tantangan bagi Masyarakat Adat.

Demikian Mina Setra dalam sambutannya sekaligus membuka Rakernas II BPAN. Ia juga menambahkan perlunya gerakan muda untuk menopang kehidupan Masyarakat Adat yang berkelanjutan.

“Saya atas nama Sekjen AMAN (Abdon Nababan—red) dengan berkat dari Yang Maha Kuasa serta restu para leluhur MA resmi membuka Rakernas II BPAN, Cibubur 15 Maret 2016,” ujar Mina.

Situasi wilayah adat, kata Mina, semakin buruk. Kalimantan dan Sumatera semakin habis digasak. Wilayah hidup Masyarakat Adat semakin sempit. Negara tidak lagi dimiliki oleh Masyarakat Adat atau negara itu sendiri, melainkan korporasi atau bisnislah pemiliknya. Karena itu, Rakernas teramat penting juga untuk menyusun program kerja dalam mengurus wilayah adat dan sekaligus merayakan kebanggaannya berbudaya.

Rakernas berlangsung selama dua hari yakni 15-16 Maret 2016. Rakernas adalah mandat dari Statuta BPAN yang wajib diadakan minimal sekali dalam satu periode kepengurusan. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi kinerja Ketum, Ketua PW, dan Ketua PB dalam sebuah program singkat sekaligus menyusun program selama periode kepengurusan dan Anggaran Rumah Tangga (ART).

“Rakernas ini merupakan mandat Statuta yang wajib kita lakukan. Statuta telah mengaturnya yang mana Statuta itu sendiri kita juga yang menyusun dan menyepakatinya sebagai suatu aturan bersama pada saat Jambore Nasional, tahun lalu (2015—red),” demikian disampaikan Jhontoni, Ketum BPAN.

Ia mengajak para peserta yang terdiri dari Pengurus Nasional, Pengurus Wilayah, dan Pengurus Daerah BPAN serta peninjau agar dalam pelaksanaan Rakernas bisa menghasilkan rumusan-rumusan bermakna demi tujuan memperjuangkan wilayah adat. Sesuai visi BPAN, Jhontoni menambahkan, bahwa para pemuda adat di nusantara selain bersatu harus terus saling menguatkan dan bersemangat untuk mengurus kampung, mengurus wilayah adat serta merangkul siapa saja yang bersedia, bergerak mengurus wilayah adat. Melawan para penjahat yang telah merampas tanah milik Masyarakat Adat harus terus digelorakan sebab pemuda bekerja dan berjuang tanpa bersyarat.

Ketum BPAN juga menyerukan bahwa pemuda adat di seluruh nusantara akan bertambah-tambah dari ujung Papua hingga ujung Sumatera. Sehingga bergerak mengurus wilayah adat akan tumbuh serentak atau merata di seluruh nusantara.

Pimpinan_Sidang_Sementara

“Kami masih ada dan terus berlipat ganda. Pemuda adat bangkit bersatu, bergerak mengurus wilayah adat,” Jhontoni berseru dengan lantang.

Sementara itu, Rakernas II BPAN bertujuan: a) Menjabarkan Garis-garis Besar Program Kerja BPAN menjadi program kerja operasional; b) Mendengarkan pemaparan laporan kemajuan penyelenggaraan organisasi oleh Ketua Umum BPAN; c) Membuat rekomendasi-rekomendasi perbaikan atas penyelenggaraan organisasi; dan d) Merumuskan dan menetapkan Anggaran Rumah Tangga dan atau keputusan-keputusan strategis lainnya.

 

 [Jakob Siringoringo]

Mengidentifikasi dan Mendokumentasikan Musik

Jakarta (4/4/2016)–Banyak cara mengenal suatu bangsa. Salah satunya melalui musik. Sebut saja genre K-Pop yang langsung membawa imajinasi kita mengingat Korea, genre Rege mengantar kita ke Jamaica, Rock dari Barat, Samba dari Brasil.

Indonesia sebagai negara majemuk memiliki ragam musik tradisional. Namun sejauh ini belum ada yang mengidentifikasi kekayaan musik tersebut. Identifikasi dalam pengelompokan jenis-jenis musik dalam bentuk digital sesuai dengan pertumbuhan zaman.

Deputi_I

Semangat mengidentifikasi dan mendokumentasikan ragam musik nusantara tercipta saat diskusi Deputi I Kementerian Pemuda dan Olahraga Profesor Chandra Wijaya dengan Barisan Pemuda Adat Nusantara, Senin (4/4) di gedung Kemenpora Jl. Gerbang Pemuda No 3 Senayan Jakarta Pusat. Prof Chandra, yang baru dilantik seminggu sebelumnya (28/3), merencanakan mengisi Bank Musik yang sudah diluncurkan pada Hari Musik 9 Maret lalu.

“Jadi, kita punya 13 program unggulan di Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda. Salah satunya mengenai identifikasi dan dokumentasi musik nusantara, namanya Bank Musik,” kata Prof Chandra.

Jhontoni, Ketua Umum BPAN, menyambut gembira gagasan tersebut. Sebagai informasi, BPAN telah melakukan suatu upaya untuk menjaga dan melestarikan budaya. Wadah para pemuda adat nusantara, pada November 2015 telah melakukan live in silang antarwilayah. Program ini dinamakan “Menelusuri Jejak Leluhur”.

“Sebagai hasilnya, pada April ini kami akan meluncurkan buku “Menelusuri Jejak Leluhur,” katanya.

Rencananya program dari BPAN dan Deputi akan disinkronkan. Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda menyiapkan ruang untuk mengindetifikasi dan mendokumentasikan musik-musik tradisional, sementara BPAN akan menjadi kolega jalan bersama untuk mewujudkan Bank Musik.

Sayap AMAN ini akan mengoleksi musik, lagu, alat musik, proses pembuatan alat musik, kisah/ceritanya dan merekamnya hingga proses akhir. Keseluruhannya akan diarsipkan dalam Bank Musik. Dengan begitu, musik nusantara akan terjaga dan lestari sepanjang masa.

Deputi I meyakini bahwa musuh bersama saat ini adalah kemiskinan, dekadensi moral, kosmopolitan, krisis identitas. Karena itu membangun komunitas merupakan salah satu jalan paling masuk akal, sehingga orang tidak berebut datang ke kota.

“Strateginya harus one community, one product,” tambahnya.

Terkait pergerakan BPAN, Pak Chandra memberi dukungan dan mengapresiasi. “Kalian (Pemuda Adat—red) KEREN. Itu saya yang bilang lo. Profesor dan Deputi, tidak ada lagi di atas (gelar—red) itu,” katanya dengan tertawa penuh semangat.

[Jakob Siringoringo]

Retret Metodologi Pendidikan Adat [6]

Deklarasi

 

 

Hari kelima (23/3) menjadi hari terakhir pelaksanaan kegiatan Retret Metodologi Pendidikan Adat. Seluruh peserta, fasilitator maupun panitia bergerak ke arah hutan. Melewati persawahan dan rumah adat serta jejeran lumbung padi (leuit), keseluruhan orang menuju satu  lokasi eksotis.

Dekat hutan, di atas sawah terasering, berdampingan dengan kolam ikan, kami duduk melingkar di atas tikar biru. Langit biru menjadi atap, alam terbuka sebagai hiasan tiada tara. Duduk melingkar seperti dalam setiap sesi kami lakukan menguatkan ikatan antarindividu dan dengan wilayah adat serta alam semesta.

Saat bersila melingkar itulah para penggerak utama pendidikan adat berdiskusi merumuskan deklarasi hasil retret. Silang pendapat memanaskan situasi ketika sistem pendidikan nasional menjadi permulaan bahasan. Hampir tanpa jeda saat membicarakannya, apakah selama ini sisdiknas berdampak positif terhadap Masyarakat Adat atau pelaksanaannya yang belum riil di sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi.

Sebelumnya peserta lingkaran menyepakati membahas pradeklarasi yang dirumuskan drafter sebelumnya lewat metode kalimat per kalimat. Meskipun draft pradeklarasi hanya terdiri dari tiga paragraf, pembahasan per kalimatnya memakan waktu 45 menit.

“Jadi, telah sepakat bahwa kita membahas kalimat demi kalimat, bukan paragraf per paragraf,” tegas Simon Pabaras menyimpulkan kesepakatan mufakat peserta lingkaran.

Rapat lingkaran dalam waktu menuju satu jam akhirnya menyusun redaksi untuk kalimat pertama di paragraf awal. Kemudian dilanjutkan membahas kalimat kedua, ketiga. Walaupun begitu rapat lingkaran tetap berjalan sangat alot.

Beno, mengingatkan peserta pada sejarah awal kemerdekaan Republik Indonesia. Menurutnya, beginilah situasi rapat membahas dan menyusun teks Proklamasi.

“Kita harus menegaskan kalimat per kalimat, namun dengan frasa-frasa pendek. Esensi kontennya bisa merangkum penjelasan panjang, sebagaimana dulu Soekarno dan pendiri Republik (Indonesia—red) ini menyusun teks Proklamasi Kemerdekaan,” seru Akang Beno asal Sekolah Pasawahan Pasundan.

Belum selesai paragraf pertama, hujan turun. Rapat lingkaran dilanjutkan di Balai Pertemuan Kasepuhan, tempat para sesepuh Ciptagelar mengadakan rapat saat acara Serentaun tiba.

Perbedaan pandangan masih terbawa hingga ke Balai Pertemuan, meskipun peserta lingkaran sependapat akan menegasi sistem pendidikan nasional. Sebagaimana akhirnya tertuang dalam paragraf pertama, bahwa sistem pendidikan nasional mencerabut anak-anak Masyarakat Adat dari orangtua dan secara keseluruhan dampak negatif pendidikan nasional mengancam keberlanjutan hak-hak Masyarakat Adat.

Atas permasalahan mendasar tersebut, rapat lingkaran menyepakati muatan dalam paragraf kedua dan ketiga. Adapun pandangan umum yang merupakan komitmen seluruh peserta Retret Metodologi Pendidikan Adat tertuang menjadi tiga bagian:

  1. Menciptakan generasi yang menjaga wilayah adat, tradisi, budaya, adat istiadat dan lingkungannya.
  2. Memperjuangkan hak-hak masyarakat adat.
  3. Mempertahankan serta mengembangkan nilai-nilai pengetahuan dari leluhur Masyarakat Adat atas dasar asas keberagaman.

Isi deklarasi ditutup dengan pernyataan kesadaran, pergerakan riil, serta visi untuk mewujudkan Masyarakat Adat yang Mandiri, Berdaulat, dan Bermartabat.

Pada puncak perumusan deklarasi, seluruh peserta lingkaran bangkit berdiri untuk menyaksikan pembacaan isi Deklarasi Pendidikan Adat. Nanang Sujana merekam langsung secara audio-visual. Deklarasi ini menjadi tonggak awal gerakan pendidikan adat di nusantara sebagai antitesis pendidikan nasional yang selama ini menjauhkan Masyarakat Adat dari wilayah adat dan hak-haknya.

“Bersama deklarasi ini, mari kita sama-sama memekikkan: Pemuda Adat Bangkit Bersatu, Bergerak Mengurus Wilayah Adat. Hotu, hotu, hotu,” teriak Ketua Umum BPAN Jhontoni Tarihoran sekaligus menutup acara Retret Metodologi Pendidikan Adat, Kasepuhan Ciptagelar 19-23 Maret 2016.

 

[Jakob Siringoringo]

Retret Metodologi Pendidikan Adat [5]

Panen

 

Setelah melalui beberapa sesi dengan narasumber berganti, peserta kemudian diajak oleh fasilitator dalam hal ini Serge Marti untuk menuai beberapa benih yang telah ditanam. Sesi ini dinamakan panen atau memetik dan mengumpulkan butir-butir diskusi matang dari beberapa sesi sebelumnya. Caranya pun unik, mudah diingat dan langsung bisa dikoreksi atau ditanggapi sehingga hasil panennya kian memuaskan.

“Panen adalah salah satu cara untuk mengingatkan sesi-sesi sebelumnya dan tak melupakannya secepat angin berlalu. Panen merupakan metode lain dari notulensi. Kalau notulensi biasanya hanya tinggal sebagai catatan, tidak berhasil guna. Justru banyak diabaikan, bukannya dibaca apalagi diterapkan. Jadi, panen adalah cara untuk mengatasi itu,” Serge memberi penjelasan mengenai sesi panen.

Sesi panen pertama dilakukan oleh beberapa orang yang sudah tahu sebelumnya saat mendapat pengalaman sama di Sungai Utik. Jhontoni Tarihoran, Modesta Wisa, Nedine Helena Sulu, dan Mundus menjadi tim panen pertama. Cara yang mereka peragakan persis laporan langsung pada berita jurnaslisme televisi.

Presenter tv di studio (diperagakan Wisa) mengajak pemirsa untuk menyaksikan langsung laporan langsung dari lapangan. Reporter (Nedine) dan kameramen (Mundus) di lapangan meliput gambar dan menyampaikan kabar yang mereka peroleh dan disela dengan wawancara langsung dengan informan (Jhontoni). Dengan cara itu, si informan banyak menuturkan poin-poin di sesi diskusi sebelumnya setelah memberikan penjelasan awal mengenai retret pendidikan adat.

Dengan metode panen ini, semua poin-poin penting di sesi sebelumnya diuraikan kembali secara singkat. Dengan demikian, peserta bisa langsung mengamati sesi sebelumnya dan membuat mereka mengingatnya lebih lama, sebab tak perlu harus membaca notulensi yang di dalamnya berbagai hal membuat orang malas membaca.

Bersambung [6]

Retret Metodologi Pendidikan Adat [4]

Tidak kalah menarik dengan pengalaman dari Filipina dan Kolumbia, Beno dari Sekolah Pasawahan Ciamis Jawa Barat menuturkan bagaimana berjalannya sekolah mereka. Meskipun mengikuti kurikulum dari negara, namun pada praktiknya mereka melakukan pembedahan materi terhadap kurikulum tersebut. Model pendidikan yang mereka lakukan wajib menyesuaikan dengan situasi dan kebutuhan petani di sekitarnya. Sehingga belajar ala Sekolah Pasawahan tidak melulu memegang pena dan belajar di dalam kotak bangunan, namun belajar di ladang, sawah atau alam sekitar.

Serge mempertanyakan suatu pengalaman menarik yang dilihatnya ketika mengunjungi sekolah itu beberapa tahun sebelumnya.

“Saya pernah bicara dengan perempuan-perempuan berusia 13-15 tahun atau remaja, mereka sudah bisa bicara politik. Bagaimana hal itu terjadi?”

Beno yang nama aslinya Sarno Maulana Rahayu menjelaskan bahwa Sekolah Pasawahan merupakan wahana bagi petani di Pasundan untuk belajar banyak hal, salah satunya politik. Jadi, pendidikan politik rakyat langsung dipraktikkan sehari-hari oleh warga Sekolah Pasawahan.

“Perempuan-perempuan berumur 13-15 tahun di Pasawahan telah melek politik. Mereka tidak malu-malu bicara, juga tidak enggan dekat dengan orang. Maka sekolah Pasawahan mendidik anak-anak sejak SD untuk melihat segala sesuatunya dengan cara mereka di kampungnya yang memang dipraktikkan oleh masyarakat di mana mereka tinggal. Lingkungan mendidik anak-anak untuk tahu banyak hal dan saling bertautan satu sama lain,” ungkap Beno.

Uniknya lagi, katanya, setiap hari anak-anak SMP di Sekolah Pasawahan menuliskan ceritanya sehari-hari baik berupa puisi, cerpen dan sebagainya. Dengan demikian, mereka sudah terbiasa dengan baca tulis terlebih mengenai pengalaman hidupnya sehari-hari yang berakar langsung di kehidupan nyata pertanian.

Narasumber terkahir yang juga dari Filipina menyampaikan pengalamannya khususnya mendirikan universitas adat. Filipina dalam urusan MA dapat dikatakan sebagai negara yang tergolong maju, di mana pemerintahnya sudah mengundangkan pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adatnya sebagai yang pertama di dunia. Termasuk dalam mendukung sekolah tradisi hidup hingga universitas adat.

Universitas Pamulaan, demikian namanya, salah satu yang didorong dalam perjuangan MA adalah dengan mendorong pemuda adat.

Bersambung [5]

Retret Metodoogi Pendidikan Adat [3]

Sementara itu, Victoria dari Sekolah Tradisi Hidup (School of Living Tradition) di Talaandig Filipina mengatakan bahwa salah satu hal istimewa dari MA adalah mandiri secara ilmu pengetahuan. MA sudah memiliki kekayaan pengetahuan tersendiri dan itu menjadi identitas. Bahwa pengetahuan dimaksud datang dari MA itu sendiri, namun selama ini acapkali dieksploitasi oleh pendatang yang bukan MA.

Upaya MA untuk terus memperjuangkan hak-haknya, misalnya melalui pengembangan pendidikan adat tidak hanya terjadi di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di Amerika Latin, salah satunya Kolumbia, khususnya MA Misak. Mereka juga mengalami perlakuan diskriminatif dan keterjajahan lainnya sebagaimana dialami MA di Indonesia. Namun, sama seperti di Filipina, MA di Kolumbia juga dalam perjuangannya selalu melakukan transfer of knowledge kepada generasi muda.

“Langkah pertama untuk pendidikan adat adalah menggali sejarah MA itu sendiri. Rekonstruksi memori masa lalu budaya MA,” demikian kutipan Liliana dan Jeremias, MA asal Misak Kolumbia.

Pemuda-pemuda mengambil peran utama dalam menggali sejarah MA itu sendiri. Tekniknya? Begini: dua hal utama, satu melalui lisan dan kedua melalui tulisan.  Mendengar dari tetua adat adalah yang paling penting. Lalu dokumen tertulis dari buku-buku baik yang orang lain tulis dari luar begitu juga yang ditulis MA itu sendiri.

“Satu hal penting untuk memulai pendidikan adalah bagaimana membuang mental dan pikiran yang terkungkung karena penjajahan. Artinya kita harus membersihkan anasir-anasir pikiran terjajah dari pikiran kita sendiri. Cuci otak kita dengan alam pikiran dari kita (Masyaakat Adat), bukan dari “luar”. Kami menyebutnya dengan “Pendidikan dari Kita” di mana segala sesuatunya untuk dipelajari berasal dari wilayah adat kita sendiri,” ujar Liliana dalam presentasenya lewat skype (20/3).

Bahasa, tambah Jeremias, menjadi salah satu yang sangat penting dalam “Pendidikan dari Kita”. Bahasa merupakan satu dasar perjuangan. Terlebih dewasa ini bahasa daerah sudah banyak yang tidak digunakan lagi oleh pemiliknya (umumnya generasi muda), kalau bukan punah.

Liliana dan Jeremias pada Oktober 2015 pernah datang ke Indonesia dan berbagi pengalaman di Sungai Utik pada sebuah kegiatan yang diadakan oleh BPAN. Tak heran pada saat keduanya jadi narasumber di Retret Metodologi Pendidikan Adat, mereka masih ingat beberapa peserta kegiatan di Sui Utik dan menyapa peserta dengan ucapan selamat pagi dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, Serge Marti dari LifeMosaic menjadi penghubung dengan menerjemahkan bahasa Spanyol ke Indonesia dan sebaliknya.

Bersambung [4]

KONTAK KAMI

Sekretariat Jln. Sempur 58, Bogor
bpan@aman.or.id
en_USEnglish