Butir-butir Cerita dari Kemah Pemuda Adat Sulawesi Utara

bpan.aman.or.id – Wilayah adat adalah ruang hidup yang di dalamnya terdapat sejarah, budaya, adat-istiadat, tradisi lisan dan tulisan, kesenian, sumber-sumber kehidupan dan kehidupan itu sendiri di mana tanah dan kehidupan di atasnya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Semua ini harus dijaga, dipertahankan, diperjuangkan, dilestarikan dan diurus.

Namun saat ini masyarakat adat justru mengahadapi berbagai persoalan di wilayah-wilayah adatnya. Terjadi perampasan wilayah adat, kekerasan, dan tindakan kriminal. Negara yang seharusnya melindungi setiap warga negara justru tutup mata. Tak ada pengakuan yang tegas dan perlindungan yang nyata oleh negara bahwa wilayah adat adalah milik masyarakat adat sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18B dan juga telah diperkuat dengan Putusan MK 35/PUU-X/2012.

Masyarakat adat menjadi korban dan ini adalah ancaman serius bagi masyarakat adat hari ini dan di waktu mendatang.

Lalu bagaimana kita menghadapi ini? Apa yang harus dilakukan oleh pemuda adat sebagai generasi penerus masyarakat adat? Bagaimana pemuda adat dapat terpanggil dan tertarik untuk mengurus wilayah adatnya? Bagaimana agar pemuda adat tetap konsisten pada komitmennya?

WhatsApp-Image-20160728(3)

Diskusi melingkar

BPAN merupakan bagian penting dari masyarakat adat sebab BPAN adalah wadah untuk mempertemukan pemuda adat di Nusantara dalam semangat yang sama, membangun kekuatan bersama sehingga tidak merasa seorang diri dalam menjaga wilayah adatnya. Mereka adalah generasi penerus sebuah kehidupan. Itu sebabnya sebagai bagian dari masyarakat adat, pemuda adat harus menjaga, mempertahankan bahkan mengurus wilayah adatnya. Karena di sanalah sumber kehidupan. Berkaca dari pemuda adat di Amazon yang gigih memperjuangkan wilayah adat mereka, di era modern sekalipun mereka tetap mengurus wilayah adatnya, seperti bisa kita saksikan dalam film Pemuda Adat Amazon.

ǂ

Malam itu purnama kedua di Minahasa! Semilir angin berhembus. Pernak-pernik alam menyambut kedatangan kami di pantai Ranowangko. Pantai timur Minahasa benar-benar surga yang meringankan langkah untuk mensukseskan kemah pemuda adat yang telah dipersiapkan.

Tiba di lokasi perkemahan, beberapa pemuda mulai mendirikan tenda dan yang lainnya ambil bagian memasak. Beberapa saat kemudian tenda sudah didirikan. Makanan pun telah terhidang. Di bawah purnama, kami makan sambil bercerita dan tertawa bersama. Ah, sungguh indah masa muda ini kawan. Kami bersyukur kepada-Nya atas kesempatan baik seperti lagu yang kami nyanyikan ini:

(…Opo Wanan’atas e Tembone se mengale-ngaley Tembone se mengale-ngaley Pakatuan pakalawiren Kuramo // kalaley u langit Tentumo kalaley un tana’ Kuramo, kalaley un tana’ Tentumo kalaley ta (in) tou Nikita tou // karia E nimapasusuat uman E nimpasusuat man // karia Wia si Opo wana natas Si opo wana natas Sia si mata u ampeleng Sia si mata u ampeleng Mahmuali wia mbawointana…)

Lagu Opo Wanan’atas adalah lagu memohon berkat umur panjang, perlindungan dan berharap kepada Yang Maha Kuasa. Kami menyanyikannya dalam ritual membuka kegiatan #Kemah Pemuda Adat #BPAN #Sulawesi Utara di pantai Ranowangko Tondano Minahasa yang dilaksanakan selama tiga hari, 20-23 Juli 2016.

WhatsApp-Image-20160728(2)

BPAN Sulut saat diskusi santai di atas pasir pantai Rano Wangko

~

Matahari terbit di atas laut, di pantai timur Minahasa. Namun sang mentari bersinar silau untuk beberapa saat saja, gugusan awan hitam tebal kemudian melenyapkannya. Pagi yang cerah berganti menjadi gelap. Bahkan seolah tak mempedulikan detak waktu, hujan mengguyur. Derasnya hujan tersebut membuat kami kedinginan. Pun begitu, kami tak habis akal dan tenggelam di bawah guyuran. Kami bernyanyi untuk menghangatkan ruang dan menyemangati diri masing-masing:

Ingatlah visi misi kita // Barisan Pemuda Adat Nusantara // bangkit bersatu, harus bersatu // tanah leluhur kita jaga pantang mundur // hei…// Pemuda Adat bangga berbudaya // jaga wilayah adat kita semua // berdiri kuat di tanah kita // para perampas kita lawan jangan ragu //

Reff: Ayolah kawan pemuda adat di seluruh nusantara // mengurus kampung beri waktumu tuk teruskan perjuangan // terus berjuang / terus berjuang // bangkit // bergerak // bangkit bergerak // bergerak // bergerak // kita berdaulat mandiri bermartabat // terus berjuang // terus berjuang // bangkit // bergerak // bangkit bangkit // bergerak bergerak // sampai menang kita masyarakat adat 2x

Mars BPAN berkumandang keras seolah ingin mengalahkan suara hujan saat itu. Suasana bertambah seru karena kami kedinginan, namun tetap tersenyum duduk dalam lingkaran. Kami memilih melingkar utuh agar semangat terhubung satu dengan lainnya sehingga menjadi kekuatan besar melawan cuaca. Waktu pun terus berjalan, hujan deras tak berhenti seperti ingin terus bersama dalam kemah pemuda adat ini.

Meskipun demikian, semangat kami tetap panas. Kami meneruskan aktivitas yang telah tersusun setahap demi setahap sembari mengopi. Ya, kopi memang paling setia. Berdiskusi tentang tanah dan gerakan sambil minum kopi dan makan singkong rebus di bawah tenda di pinggir pantai membuat suasana tambah asyik dan makin akrab. “Pemuda adat…bangkit, bersatu, bergerak mengurus wilayah adat,” sesekali pekik semangat ini menerobos kesewenangan derik hujan.

~

Pagi kedua, matahari dengan gagah naik perlahan di atas laut tanpa malu-malu. Matahari ini sebenarnya menunjukkan apa tujuan hidup kita. Karena cahayanya yang penuh semangat mengajak kita untuk selalu semangat dan terus bersemangat.

Hari baru yang indah. Satu per satu peserta mulai bangun sambil sesekali mengusap mata karena masih terasa ngantuk. Meski terasa berat untuk bangkit, namun kami berniat untuk menyambut pagi dan menyaksikan gelombang laut, gemericik air, burung-burung mengangkasa dan embun di pagi hari yang tak bertahan lama karena akan segera habis disedot sang fajar.

Tanpa menyianyiakan kesempatan, meskipun masih sangat pagi, para pemuda adat mulai membersihkan sampah di bibir pantai sebagai wujud cintanya terhadap lingkungan. Usai bersih-bersih, kami melanjutkan kegiatan dengan bermain benteng. Permainan sekaligus olahraga pagi.

Benteng adalah permainan tradisional di mana secara bergantian menjaga benteng sekaligus mencari lawan untuk menggantikan si penjaga awal. Benteng adalah perlindungan, jika sudah menyentuhnya si pencari tidak bisa apa-apa lagi, sambil menunggu lawan mainnya keluar dari bentengnya.

“Talalu jao ngoni pe benteng (terlalu jauh benteng kalian),” seru salah seorang dari kami. Pemuda adat bermain permainan tradisional benteng. Saat Pokemon Go merajalela, kami pemuda adat asyik bermain permainan warisan leluhur kami. Dan ini tidak memakan kuota internet. (hahahahaha).

WhatsApp-Image-20160728

Saat melepas penyu

Pagi pilihan itu juga menjadi satu kesempatan langka bagi kami. Sebuah pengalaman berharga dan beruntung. Betapa tidak, saat kami terlelap telur penyu menetas. Telur-telur tersebut menetas tidak pada waktunya. Sangat istimewa. Alam yang sangat seimbang dan berpelukan dengan jiwa kami. Sebanyak 17 ekor bayi Tukik (penyu) kami lepas ke laut sebagai tempat dia hidup. Kami pun berharap mereka tetap hidup lalu berkembang biak mengingat ini adalah hewan langka sama halnya dengan dinosaurus.

Matahari meninggi. Kami teruskan kegiatan kemah. Pagi yang berbahagia kami lanjutkan memasak. Terdapat tiga kelompok memasak yang dibagi sama rata. Kelompok dua, setelah dimufakatkan, mulai menyiapkan bahan makanan untuk dimasak. Kelompok masak ini dibuat agar kita dapat belajar tentang kepemimpinan kolektif.

Setelah masakan tersaji, kami pun makan. Makanan yang disajikan selalu makanan khas dari Sulawesi Utara seperti Ikan Roa, Cakalalang Fufu sampai Ragey.

Usai makan kami sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang tidur, mandi di pantai, bermain gitar dan bercerita. Sambil mengumpulkan tenaga untuk berjalan menyusuri mata air Ranowangko dan menanam pohon, kami berdiskusi dengan model warung kopi dunia. Apa makna wilayah adat bagimu? Lalu apa peran pemuda adat dalam menjaga wilayah adatnya.

Setelah itu, kami mulai menyusuri mata air Ranowangko. Saat menuju ke mata air, kami mulai menanam Mahoni. Menanam pohon ini sebagai bentuk aksi kita terhadap hutan yang gundul. Menanam pohon adalah bagian dari menjaga bumi. Satu pohon sama dengan satu kehidupan. Mari menanam anak muda!

WhatsApp-Image-20160728(4)

Pemuda adat menyusuri mata air Ranowangko sambil menanam bibit pohon

Akhirnya malam tiba, api unggun menyala. Suasana di pantai semakin romantis dengan desiran angin dan suara debur ombak. Wow…! Janji pemuda adat diucapkan untuk semakin meneguhkan komitmen dengan diri sendiri sambil memohon restu para leluhur untuk menjaga wilayah adat. Dan beginilah cara kami anak muda menemukan ide bersama dan membangun komitmen. Kembali menyatu dengan alam. Alam terbuka tanpa sekat ruang yang membatasi ekspresi para pemuda.

Dalam kesempatan ini juga, kami sempat mengobrol dengan penatua kampung. Namanya Opa’ No. Beliau biasa disapa demikian. Sosoknya ramah dan sangat respek terhadap anak muda, terlebih yang mencintai budaya leluhur atau adat istiadat. Dia berpesan kepada pemuda adat bahwa jikalau mau mengurus dan menjaga kampung, harus memiliki kepekaan yang kuat atau kuat dari dalam diri. Selanjutnya penatua murah senyum ini menasehati kami dalam hal belajar, anak muda harus belajar kepada yang tua. Tapi tidak juga sembarang tua, harus pula yang tau.

Undangan dan ajakan dari #Ketua Umum BPAN Jhontoni Tarihoran menyempurnakan malam hari itu: Wilayah adat adalah sumber hidup dan kehidupan itu sendiri.

Jadi, wilayah adat harus dijaga karena itu jatidiri kita. Wilayah adat harus dipertahankan karena itu kehidupan kita. Wilayah adat harus diurus karena itu adalah kita.

ǂ

“Sulawesi Utara adalah tempat orang termahsyur,” demikian menurut budayawan Minahasa Mner Fredy Wowor. Katanya lagi, yang paling penting adalah keterikatan atau kesatuan. Dia mengharapkan adanya kesatuan para pemuda adat di Sulawesi Utara dalam menjaga wilayah adatnya.

WhatsApp-Image-20160728(1)

Diskusi selalu duduk melingkar bulat

Suku bangsa yang berbeda tidak seharusnya membuat kita terpisah-pisah. Karena terpisah itu lemah. Siapakah masyarakat adat? Bagaimanakah masyarakat adat? Apa AMAN? Berbicara tentang gerakan masyarakat adat tentu tidak lepas dari perjuangan akan hak-hak yang menimbulkan konflik. Tetapi ketika semangat masih ada, kebersamaan kuat, berpikir sebagai masyarakat adat maka kita pasti akan berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan bermartabat secara budaya.

“Apakah ngoni masih suka lia Minahasa 10 tahun mendatang? Kalo masih suka, maka jaga Minahasa dari sekarang,” kata Matulandi Supit saat berbagi pengalamannya.

[Nedine Helena Sulu]

BPAN Akan Melaksanakan Kemah Pemuda Adat Se-Region Kalimantan

oleh Bakti Yusuf Irwandi

 

Jakarta (30/6/2016) – Dalam rangka memperkuat gerakannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan Kalimantan yang lebih baik dalam konteks mempertahankan budaya adat Dayak Kalimantan, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Region Kalimantan akan menggelar sebuah kemah bersama. Kegiatan ini disebut Kemah Pemuda Adat Region Kalimantan.

Hal ini dikonsolidasi dan dimusyawarahkan para peserta konsolidasi yang terdiri dari BPAN Kalteng, BPAN Kaltim, BPAN Kaltara dan BPAN Kalbar di Sekretariat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah (Kalteng), Palangka Raya, Rabu, 29/06/2016.

20160629_162555

BPAN se-Kalimantan sedang bermusyawarah (1)

Modesta Wisa Dewan BPAN Region Kalimantan menyampaikan rencana kegiatan Kemah Pemuda Adat ini dalam rangka menindaklanjuti hasil Rapat kerja nasional (Rakernas) II BPAN pada 15-17 Maret lalu di Jakarta.

“Kemah untuk mempertahankan adat istiadat, menggali jejak leluhur/sejarah leluhur, pekan pemuda adat, seminar/dialog publik kebudayaan. Intinya memperkuat, memelihara dan mengembangkan budaya supaya masyarakat bermartabat secara budaya,” ujarnya.

Menurut Kesyadi Antang, kegiatan se-region ini akan menjadi yang pertama kali dilaksanakan di Nusantara. Kemah ini ditargetkan akan diikuti sebanyak 100-200 pemuda adat se-Kalimantan.

“Kemah Pemuda Adat bertujuan, salah satunya, untuk menjalin komunikasi terkait dengan isu-isu yang ada di daerah dan saling memberikan kontribusi pemikiran untuk kemajuan masing-masing BPAN di tiap daerah serta membahas isu-isu ketahanan budaya baik untuk Kalteng, Kalimantan maupun nasional,” ujar  Ketua BPAN Kalteng ini.

20160629_162944

BPAN se-Kalimantan bermusyawarah (2)

Dalam hal ini, bentuk keterlibatan konkret pemuda adat yaitu secara bersama berpartisipasi dalam pembangunan nasional terutama untuk memperjuangkan wilayah adat sesuai amanat Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012 tentang #hutan adat bukan (lagi) hutan negara.

Untuk lokasi Kemah Pemuda Adat ini dijadwalkan berada di kawasan Air Terjun Tosah, Puruk Cahu Murung Raya, Kalimantan Tengah. Dengan demikian, kemah bersama ini untuk pertama kali akan digawangi oleh BPAN Murung Raya.

Ini bentuk untuk tetap memelihara kemartabatan budaya dan mengingat juga bahwa Murung Raya secara budaya dikenal sangat kuat seperti terlihat dalam Festival Isen Mulang Kalteng yang secara berturut mendapatkan juara satu selama delapan tahun terakhir ini termasuk di tahun 2016. Sehingga hal ini akan terus dikembangkan dan perlu dipromosikan sebagai kekuatan Masyarakat Adat menjunjung tinggi budayanya.

Kearifan Lokal: Gawai di Talang Mamak

oleh Samrizal

 

Salah satu tradisi Masyarakat Adat Talang Mamak adalah adat pernikahan atau yang disebut gawai. Perhelatan gawai di 2016 ini, misalnya diadakan tepatnya di Desa Talang Jerinjing, Kecamatan Rengat Barat, kabupaten Indragiri Hulu, Riau 22-29 Juni 2016. Dalam gawai kali ini terdapat dua pasang pengantin yang tengah mengikat janji sehidup semati.

Pernikahan orang Talang Mamak menurut adatnya selalu menampilkan tradisi menarik berupa atraksi. Atraksi ini serupa berarak melingkar di mana kedua pasang mempelainya diangkat di pundak dan diikuti oleh para batin dan mangku-manti (orang khusus/pengawal) batin khususnya dan diiringi juga oleh kaum perempuan. Menariknya tradisi adat ini diikuti dengan musik tradisional, seperti Gendang, Tawak Tawak dan Celempong. Di tengah-tengah lingkaran ini ada pula dua orang basilat pangian (silat pangian).

[embedyt] http://www.youtube.com/embed?listType=playlist&list=UUXEWNbiCz_IVNoYgk1xxXbA[/embedyt]

Setelah habis berarak, batin dan pemangkunya berjalan menuju tangga naik rumah dan diikuti oleh para pengantin dan masyarakat. Sampai di rumah, makanan untuk disantap makan siang sudah tersedia. Dalam duduk bersila saat makan, barisan mempelai dipisah: mempelai laki-laki berada di depan dan pengantin perempuan duduk di belakang pengantin laki laki. Tidak hanya pengantin, orang yang disunat rasul juga ikut serta makan.

Usai makan sama para batin, pengantin dan batinnya makan sirih yang dicampur dengan pinang ,tembakau dan gambir menurut kebiasaan adat-istiadat orang Talang Mamak. Kemudian masing-masing bisa duduk di mana saja, kecuali batin karena mereka punya aturan tersendiri: batin harus aktif duduk di lapik atau tikar kecil yang ukurannya satu meter persegi, karena tiap menit atau jam harus makan sirih bersama pemangku dan mangku-mantinya serta tamu dari pihak perempuan atau laki-laki yang menggelar pesta.

Di sisi lain tidak hanya atraksi berarak memangku para pengantin sambil berputar mengelilingi sepasang pesilat. Di luar arakan melingkar tersebut diadakan pula sabung ayam. Jumlah ayam yang tengah disabung biasanya ada 80 pasang atau 160 ekor. Dalam sabung ini masing-masing kaki ayam yang disabung dikasih pisau yang sangat tajam. Adu ayam ini berlangsung sepanjang hari, jeda sejenak saat makan siang.

Patroli Hutan Adat

oleh Samrizal

Jakarta (18/6/2016) – Pemuda adat Talang Mamak melanjutkan proses pencarian identitas mereka atau yang biasa disebut Menelusuri Jejak Leluhur. Kali ini, mereka bergerak ke komunitas Dubalang Anak Talang, Talang Mamak Indragiri Hulu Riau. Di sana mereka melakukan patroli hutan adat sekaligus membuat film selama dua hari 15-16 Juni 2016. Rombongan Menelusuri Jejak Leluhur ini terdiri atas BPAN Talang Mamak, Pemuda Sembilan Dubalang Anak Talang dan dua orang dari Hakiki, sebuah organisasi yang memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat adat di Riau, Ari dan Kidung.

Baca juga: BPAN Talang Mamak, Bergerak Meninggalkan Alasan Tak Produktif

“Patroli hutan adat yaitu meninjau hutan, ingin tahu rusak atau tidak,” kata Jony Iskandar, salah satu anggota Pemuda Sembilan, saat dikonfirmasi lewat telepon, Sabtu (18/6).

BPAN Talang Mamak Patroli Hutan Adat

Rombongan patroli sedang beristirahat. [Dok. Arwan Oscar]

Dalam patroli hutan adat ini mereka menemukan beberapa potensi alam yang indah. Potensi dimaksud merupakan gambaran hutan alami yang terjaga dengan siklus kehidupan manusia, binatang, dan lingkungan berkaitan erat. Hutan adat alami ini menjadi satu contoh bagaimana alam lestari yang membuat manusia hidup dalam alam yang indah dan berkecukupan. Sudah rahasia umum bahwa alam lestari laiknya dalam gambaran itu sudah sulit ditemukan sekarang ini.

Menurut penuturan Jony patroli hutan adat ini sudah berlangsung sejak 2013. Namun selama itu masih berkisar memperhatikan kondisi hutan. Belakangan muncul ide untuk mendokumentasikan kondisi terkini hutan adat dalam bentuk video.

Tidak jauh dari hutan adat yang bisa menjadi rujukan sebagai hutan lestari yang berjabat erat dengan masyarakat adat, itu ternyata kerusakan hutan pun sudah merambat. Adalah PT. Sinaga yang turut merusak hutan adat Dubalang Anak Talang. PT. Sinaga setidaknya telah membabat hutan adat seluas 800 hektar.

Juga kerusakan hutan terjadi di sekitar Air Abadi seluas 60 hektar. Kerusakan lain terdapat pada tiga gua yang merupakan hulu sungai: Sungai Pompang, Sungai Kandis, dan Sungai Ulu Tenaku. Ketiga gua dan Air Abadi ini merupakan sumber mata air bagi masyarakat Dubalang Anak Talang. Mata air ini sangat vital bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat Dubalang Anak Talang. Bisa dibayangkan jika dalam sewindu atau satu dekade ke depan masih terus dilanjutkan perusakan hutan bakal terjadi kekeringan di komunitas Dubalang Anak Talang.

13432143_1721049864827201_3835412456417822163_n

Sungai Pompang [Dok. Arwan Oscar]

Arwan Oscar, anggota BPAN Talang Mamak yang sekaligus merangkap biro Infokom AMAN Indragiri Hulu (Inhu), melihat kerusakan hutan adat tersebut, ia pun bergerak cepat bersama-sama pemuda adat Talang Mamak lainnya melakukan aksi. Dalam kerja-kerja Menelusuri Jejak Leluhur, dia bersama kawannya terus mendorong para generasi muda adat di sektarnya untuk memperjuangkan wilayah adatnya.

“Melihat kondisi sekarang 5-10 tahun ke depan kita mungkin akan mengalami kekeringan air bersih,” tulis Arwan Oscar dalam status facebooknya.

Pada kesempatan yang sama, dalam rangka patroli hutan adat ini, rombongan juga membuat film dokumenter tentang kerusakan hutan di sekitar perairan sungai. Film ini bertujuan untuk menunjukkan kondisi kerusakan hutan khususnya di perairan sungai.

“Film yang kita buat itu mengenai kerusakan hutan di perairan sungai. Ini adalah salah satu sisi dari hutan adat Dubalang Anak Talang yang luasnya ± 24.000 hektar,” kata Aan Pardinata, anggota BPAN Talang Mamak.

 

Ritual Tiwah

Oleh Hantingan

 

Rabu 8 Juni 2016 – Masyarakat Adat Datah Poah (Cangkang) Kecamatan Tanah Siang Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah tengah melaksanakan ritual adat memindahkan tulang –belulang manusia yang sudah lama meninggal untuk persiapan kegiatan Totoh/ Tiwah (ritual menghantar roh yang bersangkutan menuju lewu tatau/ surga).

Ritual adat ini memang sudah dilakukan oleh Suku Dayak Siang Murung yang beragama Hindu Kaharingan dari zaman nenek moyang terdahulu yang maknanya yaitu untuk memindahkan tulang tersebut dari peti jenazah lalu dipindahkan ke rumah berbentuk kecil atau yang biasa disebut dengan sandung.

Ritual  ini dilaksanakan oleh keluarga almarhum. Prosesi acaranya yaitu menggali kembali kuburan jenazah yang sudah lama dikubur, lalu membongkar peti jenazah tersebut dan mengumpulkan tulang-tulangnya untuk dibersihkan dan kemudian memasukkannya ke dalam sandung dengan keadaan bersih. Di dalam sandung tersebut sudah tersedia satu kain bahalai dan satu stel pakaian untuk alas tempat tulang-tulang tersebut.

Untuk melakukan ritual ini tidak bisa sembarangan. Dalam ritual ini harus ada yang namanya basi/ basir sebagai pemimpin ritualnya. Selain itu juga harus disediakan babi dan ayam sebagai konsumsi semua orang yang melaksanakan ritual tersebut maupun tamu undangan.

Ingat 1 Juni, BPAN Nusa Bunga Gelar Diskusi tentang Pancasila

Jakarta (4/6/2016)—Bertepatan 1 Juni hari kelahiran Pancasila, Barisan Pemuda Adat Nusantara Wilayah Nusa Bunga menyelenggarakan diskusi dengan tema “Pemuda Adat dan Pancasila dalam Bingkai NKRI” untuk menjadi bekal pemuda dalam membangun kampung serta menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, di Kampus Stipar Ende Rabu (1 Juni) lalu.

“Hari ini, kita mengenang hari kelahiran Pancasila, 1 Juni yang sudah berusia 71 tahun. Sudah tujuh dekade republik ini berdiri. Selama itu pula, Pancasila tampil sebagai nilai penjaga keutuhan negara. Tak bisa dipungkiri, Republik Indonesia masih berdiri hingga hari ini berkat Pancasila juga. Namun, Pancasila dihadirkan bukan hanya sebagai alat pemersatu, tetapi juga sebagai dasar negara sekaligus penunjuk jalan bagi bangsa ini menuju masyarakat adil dan makmur,” beber Jhuan Mari dari AMAN.

Di sela-sela diskusi, peserta yang hadir mengutarakan bahwa Pancasila harus diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Pancasila adalah dasar dan filosofi negara yang kepadanya seluruh rakyat Indonesia berpijak. Berpijak di sini  bukan cuma dihayati dan elus-elus, namun harus dipraktikkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita, Barisan Pemuda Adat Nusantara bukan hanya memahami secara teori semata apa itu pancasila, namun kita perlu membangun kecerdasan dalam berpijak  dan melihat ketertindasan masyarakat adat di Indonesia,” kata Ketua BPAN Kans.

Menurutnya masyarakat adat di Indonesia mengalami ketertindasan akibat kebijakan di negara ini yang tidak menjalankan nilai-nilai Pancasila. Bahkan di luar dari sila-sila yang ada dalam Pancasila itu sendiri. Sebenarnya kalau dijalankan secara benar, hari ini masyarakat adat di Indonesia tidak mengalami ketertindasan dan diskriminasi.

Hal senada disampaikan Andre bahwa Pancasila adalah dasar negara. Menjadi dasar, tambahnya, semestinya pemangku kepentingan negara tidak melanggar dasar negara. Jika dalam pengelolaan bangsa ini tidak sesuai dengan Pancasila, maka sebenarnya mereka itulah yang mengkhianati dasar negara. Ambil contoh penggusuran, perampasan tanah masyarakat adat  secara sepihak oleh negara  dan penghilangan orang yang ingin memperjuangkan hidupnya.

Selain itu, salah seorang peserta diskusi menanyakan bagaimana peran pemuda khususnya pemuda adat untuk mengahayati dan menjalankan nilai-nilai Pancasila.

“Peran pemuda adat, ya harus pulang kampung membangun kecerdasan masyarakat adat akan hak-haknya, menjaga wilayah adatnya dan kembali menelusuri jejak leluhur sebagai bagian dari mengenal identidas diri kita,” tutur Kans.

Lebih lanjut dikatakannya, “Kita, pemuda harus melakukan sesuatu untuk membantu negara ini dalam mewujudkan cita-cita nasional yaitu masyarakat adil dan makmur. Kembali ke kampung dan mulailah dari kampung, di sanalah kita akan menemukan pembangunan nasional yang sesungguhnya.”

 

 

Media BPAN

Ekspresi Musik Tradisional

 Pesta Budaya Rondang Bittang

Pesta Rondang Bittang adalah suatu kegiatan yang bersifat massal serta tradisional pada suku Simalungun. Pesta Rondang Bittang merupakan penyampaian rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala keberhasilan hidup dalam satu tahun penuh. Pesta ini dilakukan pada saat bulan purnama di mana bintang-bintang turut menambah keindahan terang bulan. Perayaan ini merupakan sarana mempererat rasa kekeluargaan, melestarikan seni budaya bangsa sebagai peninggalan leluhur, kesempatan bersukaria di antara seluruh warga masyarakat dan pewarisan serta kesempatan mempelajari seni budaya bagi generasi muda dan remaja.

pretty tujuh

Menari massal [Dok. Pretty Manurung]

Di dalam acara ini banyak bentuk-bentuk kesenian Simalungun yang ditampilkan, seperti Tortor Sombah yang disebut-sebut sebagai tarian agung atau tarian klasik yang biasa dipersembahkan untuk menyambut orang-orang yang dihormati. Jumlah penari dalam Tor Tor Sombah/sembah ini enam orang. Selain itu, terdapat Huda-huda atau Toping-toping yaitu tarian Simalungun yang memakai topeng dan paruh burung Enggang. Jenis tarian ini diiringi Gual Huda-huda, jumlah penarinya ada tiga orang. Ada lagi Taur-taur yakni duet tradisional Simalungun yang menggambarkan cinta yang berkomunikasi melalui lagu.

pretty lima

Tortor Sombah [Dok. Pretty Manurung]

Tidak hanya itu, ada berbagai macam lagi acara yang ditampilkan mulai dari menari Tortor (manortor), menyanyi (taur-taur), berbalas pantun (marumpasa) dengan diiringi musik tradisional seperti Gual, Sulim, Sordam, Tulila sampai olahraga ketangkasan tradisional.

***

Masyarakat suku Simalungun memiliki musik tradisional yang secara turun-temurun digunakan dan berfungsi dalam kehidupan sehari-harinya. Musik tradisional Simalungun diwariskan turun-temurun secara lisan kepada generasi berikutnya.

Penggunaan Sarunei dalam ensambel gonrang sebagai musik pengiring tari-tarian yang ditampilkan dalam Pesta Rondang Bittang, misalnya,  dapat memberikan reaksi jasmani pada setiap penonton. Bunyi-bunyian Sarunei tersebut akan menjadi sumber komunikasi bagi masyarakat, baik yang muda maupun tua. Sehingga para penonton yang biasanya mayoritas muda-mudi berdatangan ke tempat tersebut untuk menonton, melihat, menari dan menggunakan kesempatan tersebut untuk saling berkomunikasi, berinteraksi bahkan mencari jodoh.

***

Berdasarkan pengklasifikasian/penggolongannya, maka alat-alat musik tradisional Simalungun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Klasifakasi/Golongan Idiofon

  1. Mongmongan, yaitu alat musik yang terbuat dari bahan metal, kuningan atau besi yang mempunyai “pencu” (bossed gong). Ada dua jenis mongmongan: sibanggalan dan sietekan yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon. Fungsi mongmongan dipergunakan untuk memanggil massa di suatu kampung.
  2. Ogung, yaitu alat musik yang terbuat dari bahan metal, kuningan atau besi yang mempunyai pencu (bossed gong). Ogung juga memiliki dua macam yaitu sibanggalan dan sietekan yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.
  3. Gerantung, adalah alat musik yang terbuat dari kayu dan mempunyai kotak resonator (trough resonator). Kotak resonator ada yang terbuat dari kayu, ada yang langsung ditempatkan di atas lobang tanah sebagai resonatornya. Gerantung terdiri dari tujuh bilah dan mempunyai nada yang berbeda. Gerantung biasanya dimainkan sebagai hiburan ketika istirahat di ladang sebagai pelepas lelah dan sebagai bahan pelajaran untuk menabuh gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.

Klasifikasi/Golongan Aerofon

  1. Sarunei bolon, suatu alat musik yang mempunyai dua lidah (double reed) sebagai lobang hembusan yang dipergunakan sebagai pembawa melodi dalam seperangkat gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon. Badannya terbuat dari silastom, nalih-nya terbuat dari timah, tumpak bibir terbuat dari tempurung, lidah terbuat dari daun kelapa dan sigumbang terbuat dari bambu. Sarunei bolon mempunyai enam lobang di bagian atas dan satu lobang di bawah.
  2. Sarunei buluh, adalah suatu alat musik yang mempunyai lobang hembusan yang terdiri dari satu lidah (single reed) yang memukul badannya sendiri. Sarunei buluh yang terbuat dari bambu ini mempunyai tujuh lobang suara. Enam lobang berada di bagian atas dan sisanya di bagian bawah.

Klasifikasi/Golongan Membranofon

  1. Gonrang Sidua-dua, adalah gendang yang dipergunakan dalam seperangkat gonrang sidua-dua. Badannya terbuat dari kayu Ampiwaras dan kulitnya terbuat dari kulit Kancil atau kulit Kambing. Gonrang sidua-dua terdiri dari dua buah gendang, oleh karena itu diberi nama gonrang sidua-dua.
  2. Gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon, adalah gendang yang terbuat dari kulit pada bagian atas sedangkan sebelah bawah ditutup dengan kayu. Gendang terdiri dari tujuh buah yang badannya terbuat dari kayu dan kulitnya terbuat dari kulit lembu, kerbau atau kambing. Gendang ini dipergunakan dalam seperangkat gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon.

Klasifikasi/Golongan Kordofon

  1. Arbab, adalah alat musik yang tabung resonatornya terbuat dari labu atau tempurung; lehernya terbuat dari kayu atau bambu; lempeng atas terbuat dari kulit kancil atau kulit biawak; senar terbuat dari benang dan alat penggesek terbuat dari ijuk enau yang masih muda.
  2. Husapi, adalah alat musik sejenis lute yang mempunyai leher, terbuat dari kayu dan mempunyai dua senar. Bagian badan dan lehernya dihiasi gambar ukiran wajah manusia.

***

Masyarakat Batak Simalungun merupakan suku yang sangat menjunjung tinggi warisan leluhur. Ucapan syukur mereka senantiasa dipanjatkan lewat upacara adat. Budaya para leluhur yang menjadi kebanggaan suku Simalungun salah satunya adalah pemakaian Ulos. Ulos yang disebut Hiou sarat ornamen. Secara legenda bagi masyarakat Simalungun, Ulos dianggap salah satu dari tiga sumber kehangatan manusia selain api dan matahari.

Sampai sekarang ini Pesta Rondang Bittang masih dilestarikan dan menjadi pesta tahunan bagi masyarakat Simalungun, Sumatera Utara.

pretty

Pemuda budaya [Dok. Pretty Manurung]

[Pretty  Manurung]

 

Masyarakat Adat: Gerakan Kolektiva Terperlu Penopang Indonesia

Jakarta – Pemilik pertama nusantara ini adalah lembaga-lembaga adat. Adapun lembaga-lembaga adat ini dibentuk oleh masyarakat adat yang sudah ada di nusantara, jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Demikian penjelasan Prof. Thamrin Amal Tomagola dalam orasi ilmiahnya pada acara Simposium Masyarakat Adat dalam memperingati tiga tahun Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35 di Aula Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Senin (16/5/2016).

Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia itu menyebutkan terdapat lima lembaga dominan yang ada di negara Indonesia. Pertama, lembaga-lembaga adat yakni yang sudah ada sejak zaman sebelum Indonesia sekaligus yang merupakan pemilik nusantara. Kedua, lembaga-lembaga agama. Lembaga-lembaga agama tersebut merujuk pada agama alam atau agama leluhur dan agama impor.

“Sedihnya, negara Indonesia justru hanya mengakui agama-agama impor. Agama leluhur, untuk sekadar dicantumkan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) pun bukan main susahnya,” ujarnya.

Ketiga, lembaga negara. Keempat lembaga-lembaga bisnis dan kelima, lembaga-lembaga civil society. Menurutnya, lembaga-lembaga pertama dan kedua sudah sulit dipisahkan. Keduanya sudah saling berkelindan, saling terikat. Hal ini misalnya yang paling kentara bisa dilihat di Sumatera Barat dan Aceh. Jadi sudah saling menyatu.

Sementara itu, lembaga yang berada di urutan ketiga dan keempat juga sudah bersekutu. Lembaga bisnis dan negara sudah “tidur seranjang”. Seperti umum terjadi bahwa negara menyediakan ruang selapang-lapangnya kepada korporasi untuk berinvestasi. Misalnya sebuah perusahaan A hendak membangun suatu usaha di sekitar hutan, maka negara menyediakan regulasi yang diperuntukkan mengamankan jalannya investasi, tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat di sekitar hutan. Ini yang disebut kong kali kong. Setubuh untuk merampas tanah, seringnya tanah adat, untuk dijadikan lokasi perkebunan atau industri dan sebagainya.

“Saat ini kedaulatan berada di tangan modal dan pemodal,” tambahnya.

Selanjutnya, dalam orasi ilmiahnya, ia menutup, “Jika Negara Tidak Mengakui Masyarakat Adat, Masyarakat Adat Tidak Mengakui Negara”.

[Jakob Siringoringo]

BPAN Nusa Bunga Dideklarasikan, Kanisius Laka Dikukuhkan menjadi Ketua Periode 2016-2019

IMG_0681

Ketua BPAN Nusa Bunga terpilih Kanisius Laka memberikan sambutan atas pengukuhannya memimpin BPAN Wilayah Nusa Bunga. (Dok: AMAN Nusa Bunga)

Sabtu, 07 Mei 2016 – Atas berkat Tuhan Yang Maha Esa serta penyertaan leluhur masyarakat adat, akhirnya Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Nusa Bunga dideklarasikan, Sabtu pekan lalu. Pada kegiatan ini juga dilakukan pengukuhan Kanisius Laka menjadi Ketua BPAN Wilayah Nusa Bunga Periode 2016-2019 oleh Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara Jhontoni Tarihoran.

Pada acara pengukuhan ini turut hadir Ketua BPH AMAN Nusa Bunga yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende Philipus Kami. Selain itu, ada juga beberapa utusan organisasi kemahasiswaan dan pemuda Gereja seperti LMND, GMNI, PMKRI, HMMT dan OMK.

Dalam sambutannya Ketum BPAN Jhontoni Tarihoran mengatakan bahwa pemuda adat harus bangga dengan budayanya, bangga dengan atribut adatnya dan menjadi pelaku dari nilai-nilai yang telah diwarisi dari leluhur masyarakat adat.

“Pemuda adat harus menolak penyebutan masyarakat adat sebagai masyarakat terbelakang. Kita punya semangat untuk menang, menentang yang salah. Pemuda adat bangga berbudaya, bangga mengenakan atribut atau pakaian adat dan melakukan nilai-nilai dan pola hidup yang diajarkan oleh tetua-tetua adat. Bagi kita tetua adat menjadi guru agar kita menemukan kembali pintu pulang ke jati diri kita yang sesungguhnya,” ujarnya.

Sementara itu Ketua BPH AMAN Nusa Bunga sekaligus penasehat BPAN Nusa Bunga Philipus Kami mengatakan bahwa pemuda adat harus cinta kepada wilayah adatnya. Cinta itu jugalah yang akan menggerakkan pemuda adat untuk berjuang dengan cerdas dan semangat.

“Karena cinta tanahnya, cinta hutannya, cinta lingkungannya, kita sebagai pemuda adat harus berani untuk itu. Harus berani dalam memperjuangkan cinta kita tadi. Untuk itulah BPAN menyatukan satu visi pemuda adat di seluruh nusantara untuk kembali bangkit mencintai tanahnya dan tidak boleh diganggu oleh orang lain. Barisan Pemuda Adat Nusantara Nusa Bunga hari ini telah lahir. Ini harus dirawat dengan baik, dipupuk sehingga menjadi cerdas, kuat dan berkualitas. Hari ini juga kita telah bersepakat untuk pulang kampung,” tegas Philipus.

Sebelumnya di gedung PSE Kota Ende, Nusa Tenggara Timur pemuda adat yang berasal dari tiga wilayah di Flores: Barat, Tengah dan Timur melakukan pertemuan. Pada pertemuan ini dilakukan Sarasehan tentang peran pemuda adat untuk mendorong terwujudnya Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan terhadap Masyarakat Hukum Adat.

Sebelum kegiatan Sarasehan utusan pemuda adat dari beberapa kabupaten di Nusa Tenggara Timur ini melakukan parade dari Monumen Pancasila Kota Ende menuju tempat kegiatan. Parade dilakukan untuk menyatakan kepada masyarakat Ende bahwa pemuda adat di Nusa Bunga telah bersepakat untuk bangkit, bersatu dan bergerak menjadi  bagian dari perjuangan masyarakat adat. Dengan mengenakan pakaian adat pemuda-pemudi berjalan kaki dan berorasi menyuarakan tuntutan kepada pemerintah. Adapun tuntutan tersebut seperti berikut ini:

  1. Segera sahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU!
  2. Presiden Jokowi segera tandatangani Satgas Masyarakat Adat!
  3. Segera sahkan Perda Masyarakat Adat di Kabupaten Ende!
  4. Mendeseak pemerintah se-NTT untuk tidak melakukan tindakan diskriminasi dan perampasan terhadap hak-hak masyarakat adat.

жжж

 

[BPAN]

KONTAK KAMI

Sekretariat Jln. Sempur 58, Bogor
bpan@aman.or.id
en_USEnglish