“Sebagai organisasi yang sudah lama berdiri dan selalu konsisten dalam membantu masyarakat adat baik secara hukum maupun pemberdayaan, dan sebagai wadah mengimplementasikan bakat dan minat para anggota baik secara, sosial, budaya, dan politik,” ucap Rici Ricardo. Ini menjadi alasan, ia dan 26 pemuda-pemudi adat Kerinci bergabung bersama BPAN.
Rici adalah Ketua BPAN Daerah Kerinci. Ia terpilih dalam musyawarah pembentukan Pengurus Daerah (PD) BPAN Kerinci, 9 September 2020 di Desa Air Bersih, Kecamatan Air Hangat Barat, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Pembentukan PD BPAN Kerinci menjadi salah satu agenda Pertemuan Daerah (Perda) I BPAN Kerinci. Selain itu, diskusi tentang wilayah adat dan perencanaan launching sekolah adat juga menjadi agenda di dalam kegiatan Perda tersebut.
Kegiatan Perda I BPAN Daerah Kerinci dihadiri oleh 26 orang, pemuda-pemudi adat, dari 5 (Lima) komunitas adat yaitu Komunitas Depati Mudo, Komunitas Depati Rencong Telang, Komunitas Depati Intan, Komunitas Depati Sungai Langit, dan Komunitas Depati Kepalo Sembah. Turut hadir pula perwakilan dari Pengurus Daerah (PD) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kerinci dan tokoh masyarakat adat.
PD AMAN Kerinci dan Rici menjadi insiator Perda I dan pembentukan BPAN Daerah Kerinci. Menurut Rici, BPAN harus ada di Kerinci supaya ada lembaga atau organisasi yang dekat dengan masyarakat adat, selalu memperhatikan dan menyuarakan keinginan masyarakat adat kepada pemerintah.
“Mendorong para pemuda-pemudi untuk melakukan kegiatan positif, memfasilitasi pemuda-pemudi pecinta dan pegiat adat budaya kerinci serta membantu masyarakat adat dan masyarakat di sekitar hutan adat demi kesejahteraan bersama”, tutur Ricardo. Hal ini menurutnya, menjadi alasan PD BPAN Kerinci harus dibentuk.
Rici juga menegaskan bahwa BPAN perlu dibentuk, di banyak daerah di Indonesia. Ditambahkannya, bahwa BPAN hadir untuk membantu menyuarakan hak-hak masyarakat adat.
“BPAN harus ada di daerah-daerah untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan hutan adat dan sekitarnya. Serta membantu menyuarakan hak-hak masyarakat adat dan sekitarnya demi kesejahteraan”, ungkap Rici.
Rici Ricardo dikukuhkan sebagai Ketua pertama BPAN Daerah Kerinci. Dalam kepengurusannya, ia dibantu oleh Rozi Aguswira sebagai Sekertaris dan Khairul Akbar sebagai Bendahara.
“’Marilah kita bersama bangkit, bergerak, mengurus wilayah adat dan mempertahankan kehidupan harmonis yang selalu berorientasikan pada kearifan lokal di Massenrempulu. Itu pesan yang disampaikan oleh Ibu Dida,” tutur Jusmiati.
Ibu Dida merupakan tetua adat dari komunitas adat Pana. Ia salah satu tetua adat yang hadir di Pelatihan Kader Pemula dan Konsolidasi Pemuda Adat Massenrempulu. Kegiatan ini digelar oleh Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PD AMAN) Massenrempulu di Rumah AMAN Mendatte, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 9-10 Januari 2021. Turut hadir di kegiatan ini, pemuda-pemudi adat dari 12 Komunitas Adat di Sulsel, tetua adat, Ketua BPH AMAN Sulsel, Ketua PD AMAN Massenrempulu, Ketua BPAN Wilayah Sulsel, dan Ketua PHD PEREMPUAN AMAN Sulsel.
Hari pertama, diawali dengan pembukaan dan dilanjutkan dengan materi yang dibawakan oleh para fasilitator. Materi pertama tentang gerakan masyarakat adat nusantara disampaikan oleh Sardi Razak selaku Ketua BPH AMAN Sulsel. Materi kedua tentang Organisasi AMAN, disampaikan oleh Solihin dari Pengurus Wilayah AMAN Sulsel. Materi ketiga dibawakan oleh Ketua BPH AMAN Daerah Massenrempulu tentang situasi dan perkembangan AMAN Massenrempulu.
Di hari kedua, para fasililtator melanjutkan materi. Dimulai dari materi pendidikan kader pemula, materi kesetiakawanan sosial dengan menonton 3 film, materi teknik komunikasi, dan terakhir materi menulis. Usai sesi materi dilanjutkan dengan agenda konsolidasi dan pembentukan BPAN Daerah Massenrempulu.
Pembentukan PD BPAN Massenrempulu diawali dengan musyawarah generasi muda adat Massenrempulu dan memutuskan struktur PD BPAN Massenrempulu yang pertama. Posisi Ketua dipercayakan kepada Jusmiati. Posisi Sekretaris dijabat oleh Ayyup dan Bendahara dijabat oleh Wahyu. Pengurus dan anggota PD BPAN Massenrempulu dikukuhkan dengan mengucapakan Janji Pemuda Adat yang dipandu oleh Ketua BPAN Wilayah Sulsel, Marjuli.
Jusmiati adalah pemudi adat dari Komunitas Uru. Ia mencatatkan dirinya sebagai pemudi adat pertama yang menjabat sebagai ketua BPAN Daerah Massenrempulu. Ia memberanikan diri menjadi ketua, karena terinpirasi perjuangan para perempuan adat.
“Mama Deen, Mama Yosepha, dan Kak Jaisa adalah perempuan adat yang menginspirasi saya. Mereka adalah perempuan tangguh yang berani berada di garda terdepan untuk mempertahakan hak-hak mereka”, ucapnya
Selain beraktivitas sebagai mahasiswa tingkat akhir, ia juga aktif di pengembangan ekonomi perempuan adat di komunitas adat Uru untuk membantu ibu-ibu meningkatkan ekonomi secara mandiri.
Di semua kesibukannya, ia memilih untuk mengabdikan diri dalam perjuangan pemuda adat bersama BPAN. Menurutnya, kehadiran BPAN di Kabupaten Enrekang menjadi hal yang sangat penting.
“Di BPAN kita mendapat ruang, tempat, dan mendapat dukungan sehingga kita tidak merasa berjalan sendirian. Oleh karna itu pemuda adat sudah saatnya bangkit bergerak mengurus wilayah adat dan mempertahankan kehidupan harmonis yang selalu berorientasi pada kearifan lokal”, ujar Jusmiati
Ia juga menambahkan bahwa kehadiran BPAN adalah upaya untuk menyadarkan para pemuda-pemudi tentang adat yang ada di kampung yang beriringan dengan kemajuan teknologi.
10 Januari menjadi tanggal bersejarah, lahirnya sebuah tonggak perjuangan baru para pemuda-pemudi adat Massenrempulu. Hari dimana PD BPAN Massenrempulu dideklrasikan.
BPAN Daerah Bima tiba-tiba memposting status di facebook soal plangisasi wilayah adat. Ketuanya yaitu Ade Purnawirawan membagikannya dan menandai saya. Postingan itu seketika menyulut semangat saya melihat teman-teman pemuda adat yang tak pernah lelah berjuang di wilayah adat. Betapa sangat mahalnya wilayah adat kita.
Itu postingan hari Selasa 12 Januari 2021.
Dalam seminggu terakhir, Sulawesi Selatan dan Barat bergerilya mendeklarasikan PD-PD BPAN. Baru kemarin (11/1), BPAN Daerah Massenrempulu atau Enrekang, Sulsel dideklarasikan dan muncul seorang perempuan hebat yang menjadi ketua. Ia adalah Jusmiati. Perempuan asal komunitas adat Uru tegas ingin bergerak membawa pemuda-pemudi adat memperkuat budaya, bukan malah ambisius hanya memikirkan sisi ekonomi alias keuntungan finansial semata.
Seminggu sebelumnya, wilayah pengorganisasian BPAN untuk pertama kalinya dideklarasikan di Sulawesi Barat tepatnya di Majene, 4 Januari. BPAN Daerah Majene hadir yang dinahkodai Hamsir. Menurut catatan BPAN (https://pemudaadat.org/pd-bpan-majene-lahir-memenuhi-amanat-leluhur/) yang ditulis Kalfein Wuisan, BPAN Majene hadir sebagai amanat leluhur. Ini adalah sebuah pesan yang sangat mendalam bagi generasi penerus Masyarakat Adat.
Kembali ke Sulsel, pada 27 Desember tahun lalu, BPAN Daerah Gowa juga dideklarasikan dengan penuh hikmat. Pertemuan Daerah pertama BPAN Gowa itu diselenggarakan di sebuah pendopo yang berada di tengah-tengah alam sebagai wujud kedekatan anak-anak muda terhadap wilayah adatnya, tanah di mana mereka melekat dalam segala hal. Alqadri Arsyad atau disapa Aldi terpilih dalam musyawarah ala pemuda adat itu sebagai ketuanya.
Masih di bulan dan tahun yang sama, dua BPAN Daerah turut dideklarasikan di pulau Kalimantan. Pertama, BPAN Daerah Sungai Kayan di Kalimantan Utara dideklarasikan pada tanggal 13 dengan metode belajar sama-sama yang khas anak muda. Salah satu metode unik dalam kegiatan itu adalah “menganyam”. Katarina Megawati, Ketua BPAN Wilayah Kaltara, memfasilitasi sesi seru ini. Menganyam wilayah adat berarti menjalin setiap unsur yang ada di wilayah adat kita yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Contohnya ada: tanah, rumah, ladang, sawah, hutan, kerbau, ayam, sungai, pengetahuan menenun, pengetahuan berburu, dan lain sebagainya.
Kedua, kita bergerak ke barat, Januar Pogo, salah satu kader terbaik AMAN Daerah Sintang memfasilitasi terbentuknya BPAN Daerah Sintang pada 14 Desember. Semangat pemuda/i adat Sintang luar biasa. Mereka terlihat sangat kompak dan dengan penuh kesadaran bercita-cita untuk terus menjaga wilayah adat, budaya warisan leluhur Masyarakat Adat Dayak khususnya di Sintang.
Bergeser sedikit ke pulau Lombok, tanggal 6 Desember, BPAN Daerah Sembalun memprakarsai sekolah adat Laskar Lembah Rinjani Sembalun. Junaedi dkk bersama dengan tetua adat lagi-lagi menunjukkan semangat gotong-royong untuk tujuan jangka panjang. Lewat sekolah adat, generasi penerus Masyarakat Adat akan terus ada, terpelajar, berbudaya dan selalu berdiri kukuh memperjuangkan hak-haknya sebagai Masyarakat Adat.
Ibarat pohon alami yang tumbuh kuat di hutan-hutan adat, sekolah adat terus menjalar di mana-mana. Kita melompat ke Sumatera, tetap masih di bulan Desember tanggal 16,, BPAN Daerah Kerinci yang dipimpin Rici Ricardo juga menjadi garda terdepan dalam memprakarsai sekolah adat Depati Puncak Negeri.
Saya melihat semangat kita, BPAN, berkobar terus di mana-mana. Ini baru situasi beberapa pergerakan yang saya rangkum dari akhir 2020 hingga awal 2021 pertengahan. Saya sadar banyak lagi aksi yang terlewatkan. Ini hanyalah catatan pendek sebagai salah satu pertanda bahwa BPAN hadir di mana-mana dalam gerakan Masyarakat Adat. Pemuda-pemudi adat berdiri tegak di baris terdepan. Pemuda adat secara gotong royong memperkuat kampung, haus belajar, selalu aktif berkreasi, dan terus bertumbuh.
bpan.aman.or.id – Gambar seorang pemudi adat Minahasa berbaju Kawasaran terpampang di sebuah baleho. Tulisan “Lokakarya Hak-hak Pemudi Adat Minahasa” juga ada di situ.
Di depan baleho, duduk sejumlah pemudi adat Minahasa. Mereka sedang berkumpul, berdiskusi tentang hak-hak Pemudi Adat Minahasa.
Putri Kapoh dan Nedine Sulu menjadi narasumber kegiatan. Pemudi adat asal Roong Wuwuk, Lisah Rumengan, menjadi moderator.
Lisah Rumengan menjadi moderator kegiatan
Sebelum Mars BPAN dikumangdankan, kegiatan diawali dengan doa yang dipimpin oleh Giska Silangen dari Wanua Tandengan.
Giska Silangen memimpin doa
Kegiatan yang digagas Barisan Pemuda Adat Nusantara ini dilangsungkan di Kebeng Lounge & Eatery, di Sasaran Tondano, pada Jumat (18/12/2020). Puluhan pemudi adat dari beberapa kampung di Minahasa hadir di acara tersebut.
Pemudi-Pemuda adat saat menyayikan Mars BPAN
“Kita sebagai pemudi adat masih menemui tatangan dalam menjalankan peran sebagai pemudi adat”, ucap Nedine Helena Sulu.
Nedine adalah pemudi adat asal Wanua Koha, Minahasa. Ia menjadi narasumber yang membuka sesi materi.
Nedine Sulu
Nedine menyampaikan materi mengenai kondisi perempuan adat di nusantara. Kisah mengenai sejarah perjuangan perempuan di tanah Minahasa, Talang Mamak, Dayak Iban dan di nusantara yang hidup dari wilayah adatnya, turut disampakan Nedine. Ia kemudian menghantar materi lebih spesifik ke topik posisi dan peran pemudi adat. Konteks perjuangan BPAN menjadi contoh konkrit yang diangkat Nedine.
“Peran pemudi adat ialah memperjuangkan wilayah adat. Sama seperti peran pemuda adat. Inilah mengapa peran tersebut menjadi visi BPAN yaitu generasi muda adat bangkit bersatu bergerak mengurus wilayah adat,” ucapnya.
Nedine kemudian mengajak para pemudi adat untuk merefleskikan hak dan kewajiban mereka sebagai perempuan adat Minahasa, sebagai pemudi adat.
“Di Minahasa, secara kultural, posisi laki-laki dan perempuan itu sederajat, egaliter. Sehingga semua peran untuk menjaga kehidupan tetap berlangsung di tanah ini, juga menjadi kewajiban kita sebagai pemudi adat. Kita memiliki hak-hak yang sama seperti kaum pria di Minahasa untuk hidup dan Tanah Minahasa”, tutur Nedine.
Ia juga menyampaikan bahwa pemudi adat wajib menjelaskan peran dan haknya di tengah masyarakat. Upaya ini dimaksudkannya untuk menghancurkan sistem patriarki warisan kolonial yang masih tersisa di Minahasa. Bagi Nedine upaya ini justru menjadi hak-hak dasar pemudi adat untuk menyatakan diri sebagai manusia Minahasa sejati.
“Menjelaskan perempuan adalah tindakan untuk membebaskan laki-laki,” ujar Nedine, mengakhiri sesi materinya.
Pemaparan materi dilanjutkan ke pemateri selanjutnya. Putri Kapoh kemudian mengisi sesi ini.
“Dalam struktur masyarakat Minahasa, laki-laki dan perempuan itu setara. Sehingga sebagai pemudi adat, kita juga harus bertindak sebagaimana seharusnya seorang manusia Minahasa. Lokakarya ini hendak memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada kita tentang itu”, ungkap putri.
Putri Kapoh
Ia melanjutkan materi dengan kisah perjuangannya menjaga kampung bersama generasi muda Wanua Tandengan. Salah satu kisah yang diceritakan yaitu advokasi terhadap penggundulan gunung Kamintong di kampungnya. Gunung Kamintong merupakan sumber air bersih dan penjaga ekosistem yang sudah dijaga para leluhur sejak kampung berdiri. Beberapa waktu lalu, bagian puncak gunung digundulkan oleh oknum yang hendak menjadikannya tempat wisata paralayang. Putri, Manguni Muda Minaesa (komunitas generasi muda Tandengan), dan pemuda adat Tandengan melakukan aksi atas upaya tersebut. Mereka kemudian bergerak menyelamatkan gunung Kamintong sebagai penopang hidup Tandengan, kini dan nanti.
“Kasus Kamintong menjadi pelajaran bagi kita semua. Menjaga kampung adalah tanggung jawab semua orang. Termasuk pemuda adat,” ucap Putri.
Upayanya mengorganisir generasi muda untuk menyelamatkan gunung Kamintong menjadi satu cara untuk menunjukan bahwa hak laki-laki dan perempuan itu sama. Hak untuk bersuara, menyatakan sikap, dan bertindak di tengah kehidupan bermasyarakat di kampung Tandengan dan di Minahasa.
“Seperti di Mars BPAN, bahwa kita harus menjaga wilayah adat. Para perampas harus kita lawan. Akhirnya kami berhasil menyampaikan hak kami untuk bersuara, hak untuk menjaga wilayah adat kami”, ungkap Putri dengan suara lantang.
Di bagian-bagian akhir sesi bicaranya, ia juga menjelaskan tentang beberapa hal penting yang bisa didapatkan dari kegiatan.
“Ada beberapa hal pentting yang kita dapatkan di lokakarya ini. Pertama, pemudi adat berhak menjaga wilayah adat, seperti yang disampaikan kak Nedine, karena itu adalah tempat hidup kita. Hal lain yaitu hak menyampaikan pendapat. Syukur karena kita hidup di Minahasa, kita sebagai perempuan untuk menyampaikan pendapat tidak dibatasi. Mungkin berbeda dengan kondisi pemudi atau perempuan adat di tempat lain,” jelasnya.
Putri kemudian menutup sesi materinya dengan menjelaskan tentang kualitas hidup manusia Minahasa yang harus dimiliki pemudi adat Minahasa. Kualitas hidup ini menjadi modal untuk menjadi manusia Minahasa seutuhnya yang siap menjaga kampung dan tanah Minahasa.
“Sebagai permulaan, kita juga harus memiliki 3 kuliatas hidup manusia atau Tou Minahasa yaitu Ningaasan, Niatean, dan Mawai. Ningaasan artinya berpengetahuan. Seorang pemudi adat harus mengisi dirinya dengan pengetahuan sehingga membentuk pola pikir dan intelektualitas yang khas manusia Minahasa. Niatean berarti bijak menggunakan hati/perasaan. Artinya seorang pemudi adat wajib mendayagunakan hati dan perasaaan untuk hidup sebagai seorang manusia. Mawai artinya kuat, baik secara fisik maupun mental. Ini artinya pemudi adat Minahasa secara fisik maupun mental ia kuat dan mampu memaksimalkannya untuk hidup. Kita sebagai pemudi adat wajib memiliki 3 hal ini. Ketiga hal ini menjadi ukuran kita untuk bisa disebut Tou Minahasa,” tutup Putri.
“Apabila sesuatu sudah ditentukan haram untuk dilangkahi, kalau sudah diucapkan/disepakati pantang diingkari. Aturan harus tetap berjalan sesuai dengan azasnya”
“Ropo’mo’o Mai langi’, tilili’ mo’o sau buttu, tannaulele diuru pura loau, dotami iyami’ sisara’ uli’i dai sisara’ pura loai”
Artinya,
“Sekiranya langit akan runtuh, runtuhlah. Gunung mau terbang, terbanglah. Namun saya tidak akan beranjak dari kata semula. Lebih baik kepala kami berpisah dengan badan daripada mengingkari kata semula.”
Amanat leluhur tersebut, menurut Hamsir, menjadi alasan pemuda-pemudi adat Majene mesti bergabung dan berjuang bersama Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Kedua kalimat tersebut adalah pesan leluhur Masyarakat Adat Adolang dalam Bahasa Mandar.
“ Oleh karena itu, saat ini jangan menunggu waktu untuk menyumbangkan jiwa dan raga kita bangkit, bersatu menjaga dan melestarikan aset-aset leluhur yang telah diletakkan di genggaman kita sesuai dengan pesan leluhur itu”, ungkap Hamsir.
Hamsir merupakan pemuda adat dari komunitas adat Adolang. Ia menjadi ketua pertama BPAN Daerah Majene. Ia terpilih berdasarkan hasil musyawarah generasi muda adat Majene dalam kegiatan Pertemuan Daerah (Perda) I BPAN Majene.
“’Inggai situlu-tulung lao diapiangang, mappeppondo’i inggannana adzaeang, alesei adzaeang, tinro’i apiangang, situlu-tulung paratta rupa tau’. Pesan leluhur ini juga turut disampaikan oleh Gading Corai”, ucap Hamsir.
Ia kemudian mengartikan petuah leluhur tersebut. Pesan leluhur itu disampaikan oleh Gading Corai pada kegiatan Perda I yang dilaksanakan oleh pemuda-pemudi adat Majene, 3-4 Januari 2021.
“Mari kita tolong-menolong menuju kebaikan, meninggalkan seluruh kejahatan, hindarilah kejahatan, kejarlah kebaikan, saling tolong-menolong sesama manusia. Itu artinya”, tutur Hamsir.
Gading Gorai adalah seorang Pappuangang Adolang. Ia adalah salah satu tetua adat yang hadir di Perda I BPAN Daerah Majene.
“Pappuangang artinya pemimpin komunitas. Adolang itu nama komunitas adat,” tambah Hamsir.
Komunitas Adat Adolang menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan Perda I Pengurus Daerah (PD) BPAN Majene. Dalam kegiatan Perda ini, dilaksanakan pula Pelatihan Advokasi di hari pertama dan dilanjutkan dengan deklarasi PD BPAN Majene.
Kegiatan Perda I ini dihadiri oleh sekitar 40 orang yakni pemuda-pemudi adat dari 6 komunitas adat di Kabupaten Majene, Pappuangang Adolang, Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel), Ketua BPAN Wilayah Sulsel, dan Pengurus Daerah (PD) AMAN Majene.
Di hari pertama, kegiatan diisi dengan agenda pelatihan advokasi. Sesi pelatihan ini difasilitatori oleh Sardi Razak selaku Ketua BPH AMAN Wilayah Sulsel dan Marjuli selaku Ketua BPAN Wilayah Sulsel. Mereka membawakan materi mengenai advokasi, sejarah AMAN dan BPAN. Gerakan Pulang Kampung Pemuda Adat menjadi topik penting yang dibahas di sesi ini.
Sardi Razak saat memberikan pelatihan advokasi
Usai pelatihan advokasi, kegiatan dilanjutkan dengan musyawarah pembentukan, deklarasi, dan pengukuhan PD BPAN Majene. Hasil musyawarah memutuskan sturuktur kepenguruan PD BPAN Majene. HAMSIR, SP, sebagai Ketua, Andriani sebagai Sekretaris, dan Samsul H sebagai Bendahara.
Tepat tanggal 4 Januari 2021, PD BPAN Majene resmi dideklarasikan. Pengurus dan anggota dikukuhkan. Mereka lantas mengucapkan Janji Pemuda Adat, dipimpin oleh Ketua BPAN Wilayah Sulsel, Marjuli. PD BPAN Majene lahir untuk memenuhi amanat para leluhurnya.
(Sebuah Catatan dari Pembentukan BPAN Daerah Gowa)
bpan.aman.or.id – Ada sebatang pohon aren penghasil tuak, tumbuh di samping sebuah baruga atau pondok, di Arangangia, Komunitas Adat Pattallassang, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Pohon aren tersebut memiliki mayang bak rambut terurai. Di sekitarnya terhampar bentang alam yang begitu indah.
“Karena tungku tersebut hanya ada 3 batu yang berbentuk segitiga dan mampu menyangga tungku untuk memasak. Begitupun dengan pemuda adat, jika pemuda adat terorganisir, maka pemuda adat dapat menjaga, mengangkat wilayah adatnya untuk hal yang lebih baik ke depannya”, ucap Muhlis Paraja. Ia menganalogikan pemuda adat sebagai tiga batu tungku.
Tiga bantu tungku merupakan kompor tradisional Masyarakat Adat di Gowa. Batu itu dijadikan penyangga panci untuk memasak. Di Gowa batu tersebut namanya batu taring.
“Kalau Soekarno meminta 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia, kami hanya meminta 3 pemuda untuk mendidihkan dunia sebagaimana cara kerja tungku tersebut”, tambah Muhlis.
Suaranya memecah hening suasana di dalam pondok. Ia sedang membakar semangat para pemuda adat yang sementara mendengarnya bicara.
Di dalam baruga tersebut berkumpul puluhan pemuda adat daerah Gowa. Mereka belajar dan berdikusi bersama. Selama dua hari mereka berada di sana. Mulai tanggal 26-27 Desember 2020. Di pondok itu, para pemuda adat yang tergabung dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Daerah Gowa melaksanakan Pertemuan Daerah (Perda) I dan Pelatihan Advokasi Kebijakan. Kegiatan ini difasilitasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Daerah Gowa dan BPAN Wilayah Sulawesi Selatan lewat koordinasi dengan Pengurus Nasional (PN) BPAN.
Di hari pertama kegiatan, para pemuda adat mendapat materi mengenai advokasi kebijakan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk peningkatan kapasitas pemuda adat dalam hal pengawalan kebijakan dalam menjaga wilayah adat mereka. Pelatihan ini difasilitasi oleh Arman Muhammad dari Pengurus Besar (PB) AMAN dan Mulya Sarmono dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN). Materi di sesi ini menekankan pentingnya pemuda adat untuk mengambil peran di komunitas masing-masing terlebih dalam proses pembentukan kebijakan, misal turut serta dalam musyawarah-musyawarah adat dan desa. Di materi ini pemuda adat juga diajarkan bagaimana mengatur strategi pemuda adat dalam hal pengawalan dan pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Gowa.
Arman Muhammad saat memberikan materi
Selain materi advokasi kebijakan, mereka juga diberikan pengenalan tentang AMAN dan BPAN. Ini dilakukan sebagai bentuk pengenalan awal kepada pemuda-pemudi tentang organisasi. Materi tentang AMAN dibawakan oleh Muhlis Paraja. Ia membahas tentang gerakan AMAN, visi misi, tujuan organisasi, dan keanggotaan. Sementara itu, materi tentang BPAN disampaikan oleh Marjuli. Ia membahas tentang sejarah, visi misi, tujuan, dan gerakan pulang kampung BPAN sebagai ideologi pemuda adat.
“Ini digelar untuk menambah kapasitas adat dalam advokasi menjaga semangat pemuda-pemudi adat di kabupaten gowa yang sangat menggelora untuk Bangkit Bergerak Mengurus Wilayah-wilayah Adat Mereka, oleh karenanya mereka harus memiliki ruang untuk mengorganisir diri melalui BPAN,” tutur Muhlis Paraja.
Muhlis Paraja sedang memberikan materi dan petuah serta semangat kepada para pemuda adat.
Muhlis Paraja adalah Ketua BPH AMAN Daerah Gowa, sekaligus Tetua Adat di Komunitas Adat Pattallassang. Dalam kesempatan bicaranya, ia berpesan kepada pemuda adat untuk tetap menjaga kebersamaan dan semangat mereka. Di saat yang sama ia menganalogikan pemuda adat seperti tiga batu tungku.
“Dalam perjalanan PD AMAN Gowa selama waktu satu tahun terakhir, kami melihat potensi pemuda adat di seluruh komunitas adat anggota AMAN Gowa sangatlah besar dan bersemangat untuk mengurus wilayah adat mereka. Olehnya kami berinisiatif untuk menjaga semangat tersebut dengan memberi ruang kepada mereka untuk mengorganisir diri mereka sendiri melalui BPAN”, ungkap Muhlis.
Semangat para pemuda adat di Gowa menjaga wilayah adatnya menjadi salah satu alasan diadakan Pertemuan Daerah I. Alasan ini juga yang melatarbelakangi kelahiran BPAN PD Gowa. Kegiatan Pertemuan Daerah I BPAN Daerah Gowa merupakan kegiatan yang baru pertama kali dilaksanakan. Dalam kegiatan ini, dibentuk dan dideklarasikan pengurus BPAN Daerah Gowa sebagai kepengurusan yang baru di Sulawesi Selatan.
Ketua BPAN Wilayah Sulawesi Selatan, Marjuli, mengatakan bahwa Gowa ini adalah PD yang pertama kali melakukan Pertemuan Daerah BPAN di wilayah Sulawesi Selatan.
“Saya berharap semangat pemuda-pemudi adat hari ini dapat terjaga sehingga dan dapat menjadi percontohan di wilayah Sulawesi Selatan,” kata Marjuli.
Marjuli saat memberikan materi tentang BPAN
Kegitan Perda I BPAN Daerah Gowa dihadiri 35 pemuda adat yang berasal dari 7 komunitas adat anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN GOWA) yaitu, Komunitas Adat Balassuka, Komunitas Adat Suka, Komunitas Adat Pattallassang, Komunitas Adat Matteko, Komunitas Adat Buluttana, Komunitas Adat Garassi, dan Komunitas Adat Teko.
Para pemuda-pemudi adat dari 7 komunitas tersebut melakukan musyawarah dan membentuk BPAN PD Gowa. Hasil musyawarah menyepakati Alqadri Arsyad dari komunitas Adat Buluttana sebagai Ketua Umum BPAN Gowa, Syahrul Ramadhan dari Komunitas Adat Suka sebagai Sekretaris, dan Riska Ana dari Komunitas Adat Balassuka sebagai Bendahara.
Marjuli, Ketua BPAN Wilayah Sulsel memimpin pengukuhan pengurus dan anggota BPAN Daerah Gowa
Pengurus dan anggota BPAN daerah Gowa dikukuhkan dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat, disaksikan oleh Sang Pencipta, Alam Semesta, dan leluhur Masyarakat Adat Gowa.
BPAN daerah Gowa adalah masa depan Masyarakat Adat Gowa. Mereka adalah tiga batu tungku.
(Sebuah Catatan dari Pelatihan Advokasi Kebijakan BPAN)
bpan.aman.or.id – “Selama ini tantangan berat yang biasa dihadapi itu apa Pak Sinung Karto?” tanya Pekam Usut Ngaik.
Ia nampak antusias. Hasrat untuk mendapatkan pengetahuan mendalam tentang advokasi kebijakan membuatnya mengajukan pertanyaan itu.
Pekam Usut Ngaik adalah pemuda adat asal Mentawai. Minggu (20/12/2020), ia mengikuti Training Advokasi yang diselenggarakan oleh Pengurus Nasional Barisan Pemuda Adat Nusantara (PN BPAN) secara daring via aplikasi zoom.
Training advokasi ini diikuti oleh pemuda-pemudi adat anggota BPAN. Tujuannya supaya mereka dapat mengambil bagian dalam kerja-kerja advokasi kebijakan di tingkat kampung atau wilayah adat. Selain itu, bisa mengajak dan memulai membiasakan pemuda-pemudi adat terlibat perjuangan di lapangan dari sisi advokasi khususnya terkait mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah di tingkat kampung atau wilayah adat. Sementara, hasil dari pelatihan ini diharapkan akan muncul 2 atau 3 orang yang serius menjadi semacam paralegal pemuda adat.
Sinung Karto selaku Staf Deputi II Sekjen AMAN, Nur Amalia selaku Ketua PPMAN, Jhontoni Tarihoran selaku DePAN Region Sumatera, dan Katarina Megawati selaku Ketua Pengurus Wilayah BPAN Kalimantan Utara, menjadi fasilitator pelatihan. Hadir pula Ketua Umum BPAN, Jakob Siringoringo, yang membuka kegiatan.
“Salam Pemuda Adat, Bangkit, Bersatu, Bergerak Mengurus Wilayah Adat”.
Kalimat tersebut diucapkan Jakob dengan lantang. Salam tersebut menjadi slogan perjuangan yang memanggil pemuda adat untuk berjuang.
Jakob Siringoringo
Dalam sambutannya, Jakob menegaskan maksud penyelenggaraan kegiatan.
“Pelatihan ini bertujuan untuk membekali diri atau mempersenjatai diri pemuda pemudi adat untuk mengurus wilayah adatnya,” tuturnya.
Ia juga menambahkan bahwa pelatihan advokasi kebijakan bagi anak-anak muda adat dimaksudkan untuk membekali mereka dengan wawasan advokasi atau hukum secara umum yang setiap waktu sangat dibutuhkan dalam kerja-kerja mengurus wilayah adat.
Di akhir kesempatan bicaranya, ia memotivasi para peserta untuk tetap saling menguatkan dan mengambil pengetahuan penting di pelatihan ini.
“Kita saling menguatkan, sehingga apa yang kita petik hari ini dapat memperkuat gerakan kita di kampung”, ucapnya.
Ia kemudian menutup sesi sambutannya dengan salam pemuda adat nusantara yang ia ucapkan di awal.
Acara berlanjut ke sesi materi.
Rusmita
Rusmita, pemudi adat asal Paser, selaku moderator langsung meminta Katarina Megawati menjadi pembicara pertama. Katarina kemudian bercerita hal-hal yang sudah ia lakukan selama ini.
Ia bercerita bahwa mereka baru selesai melakukan pelatihan advokasi dan deklarasi pengurus daerah BPAN Sungai Kayan. Di acara tersebut, para pemuda adat diberikan pelatihan advokasi. Materi-materinya kemudian menyadarakan mereka atas ancaman sawit di wilayah adatnya.
“Saya salut karena ada teman-taman di sana yang merasa terancam dan ada yang merasa akan terancam. Kami menonton film karya LifeMosaic. Film itu bercerita tentang trik-trik yang digunakan oleh perusahaan,” ucap Katarina yang akrab disapa Rina.
Katarina Megawati
Materi advokasi menggungah pemudi adat untuk membentuk wadah perjuangan bagi pemuda adat. Rina kemudian memfasilitasi pembentukan BPAN Pengurus Daerah Sungai Kayan.
“Setelah kami deklarasi mereka sadar bahwa mereka punya wadah untuk melawan”.
Di akhir sesi bicaranya, Rina menceritakan kisah dari teman-temannya yang kini semangat untuk menjaga wilayah adatnya.
Sesi materi Rina pun selesai. Dilanjutkan giliran Jhontoni Tarihoran, pemuda adat Tano Batak, dari kampung Janji.
Jhon mengawali materinya dengan bercerita tentang aktivitasnya, baik di organisasi AMAN, di komunitasnya, dan tentang dirinya. Ceritanya kembali ke kampung.
Materi Jhontoni Tarihoran
Ia mengatakan bahwa upaya kembali ke kampungnya Janji untuk menepati janji yaitu kembali ke kampung sebagai janji bersama BPAN. Kembali ke kampung adalah cara untuk mewujudkan Gerakan Pulang Kampung yang dicetuskan BPAN.
Bagi Jhon, kembali ke kampung bukan cuma sekedar pulang kampung, tapi dalam rangka memperkuat dan memastikan wilayah adat semakin kuat.
“Mengurus kampung, lebih memikirkan nasib bersama,” imbuhnya.
Berada di kampung tidak hanya untuk mengurus diri sendiri, tapi juga untuk kerja-kerja organisasi. Ia melakukan banyak hal. Misalnya dengan menjadi relawan yang berkaitan dengan sekolah adat.
“Saya menjadi relawan di AMAN Wilayah Tano Batak, yang ditugaskan untuk memfasiltasi proses pendirian sekolah adat”, tuturnya
Ia turut berbaur dalam kehidupan komunitas sebagai petani: berkebun, beladang, mengolah sawah (menanam, panen padi, dan kolam ikan). Selain itu, ia juga hadir untuk mengawal kebijakan pemerintah setempat, sebagai upayanya berjuang bersama Masyarakat Adat.
“Kalau terkait dengan kebijakan yah, kita mendorong pemerintah mulai dari tingkat desa. Saya juga hadir di pertemuan tingkat desa dan mendorong pemerintah desa untuk berpihak pada Masyarakat Adat”, ungkap Jhon.
Ia juga banyak membantu Masyarakat Adat di tempatnya. Memastikan mereka mendapatkan hak-haknya. Misal mengurus dokumen kependudukan. Ia bercerita di tempatnya ada orang tua yang sudah tidak bisa menulis karena kondisi fisik, sehingga ia membantu mengurusnya.
“Terkait dokumen kependudukan, saya hadir tidak hanya menyuarakan tetapi juga mengurusnya secara teknis”, ungkap Jhon.
Jhon juga bercerita bagaimana ia mendampingi masyarakat yang berurusan dengan polisi karena menjaga wilayah adatnya. Ini bukti kongkritnya menjaga kampung secara bersama-sama. Ia menampingi warga di kantor polisi dan bahkan sampai ke pengadilan. Menurut Jhon, upayanya itu membuat orang yang ia dampingi menjadi percaya diri dan sadar bahwa ia tidak sendiri. Cerita ini merupakan satu dari sekian banyak banyak hal lain yang ia kerjakan sebagai kerja advokasi. Baginya, kembali ke kampung dan mengurusnya menjadi urusan yang asyik.
“Mengurus kampung adalah urusan yang rame, urusan yang asyik,” tutupnya.
Rina dan Jhon menjadi narsumber yang bicara dari sisi praktis. Hal-hal terkait advokasi yang sudah mereka lakukan. Di sisi lain, dua narasumber selanjutnya, bicara soal wawasan dan pengetahuan teoritik tentang advokasi. Sinung Karto dan Nur Amalia, menjadi punggawa di ranah ini.
Sinung Karto, menjadi pembicara ketiga. Ia akrab disapa Bang Sinung oleh pemuda adat di BPAN. Di sesi materinya, ia begitu humanis. Ia menggendong anak sambil membawakan materi.
Sinung Karto bersama anaknya
Pengantar Advokasi adalah materi yang disampaikannya. Menurut Bang Sinung, materi ini menjadi penting karena merupakan dasar bagaimana sebenarnya advokasi itu. Ia menjelaskan secara teoritik tentang advokasi. Ia juga kemudian menjelaskan juga tentang penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat yang menjadi hal pokok kerja advokasi.
“Tiga kewajiban negara ini, menjadi pegangan kita melakukan advokasi”, ucap Bang Sinung.
Menurutnya, advokasi merupakan serangkaian tindakan dan kegiatan aktif, dilakukan secara sisematis, serta terencana untuk mendorong terjadinya suatu perubahan.
“Saya yakin dengan membuat definisi seperti ini, orang akan lebih mudah memahami apa itu advokasi,” akunya.
Sinung Karto kemudian memberikan pengertian tentang advokasi bagi Masyarakat Adat.
“Dalam konteks Masyarakat Adat, advokasi adalah upaya untuk mengubah kebijakan yang merugikan Masyarakat Adat menjadi kebijakan yang menguntungkan Masyarakat Adat”.
Ia memberikan contoh kongkrit tentang advokasi. Kisah Jhontoni dipakainya sebagai contoh yang nyata.
“Dalam advokasi yang diutamakan adalah pastisipasi. Yang terpenting harus melibatkan korban, melibatkan masyarakat”, tegas Sinung.
Materinya kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan langkah-langkah mengadvokasi. Di akhir bicaranya, ia mengusulkan tindak lanjut dari materinya dengan membuat kelompok dari pemuda adat yang fokus di ranah advokasi secara mendalam.
Sinung Karto membuka wawasan para peserta tentang advokasi dan meletakan titik pijak bagi materi selanjutnya yang disampaikan Nur Amalia.
Nur Amalia
Nur Amalia merupakan Ketua PPMAN (Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara). Di sesi materinya, ia menjelaskan soal profil PPMAN dan berbagai hal terkait dengan kerja advokasinya.
Disampaikannya bahwa mandat PPMAN berfokus pada pendampingan kasus.
“PPMAN itu mandatnya untuk melakukan pendampingan kasus. Itu fokusnya”, cetusnya.
Ditambahkannya, walapun fokus PPMAN pada pendampingan kasus, namun saat diminta AMAN, sebagai oraganisasi induk, PPMAN terlibat dalam penciptaan kader dan advokasi kebijakan. Hal itu menjadi tugas tambahan PPMAN. Sejauh ini PPMAN sudah menangani 213 kasus. Paling banyak di antaranya yaitu kasus pidana,sebanyak 135 kasus.
Hingga waktu bicaranya usai, Nur Amalia menjelaskan kasus-kasus yang sudah ditangani PPMAN.
Usai materi, sesi tanya jawab dan diskusi menjadi sesi yang juga paling dinanti. Bagian ini menjadi ramai dengan pertanyaan-pertanyaan peserta. Kisah dan masalah yang terjadi di komunitas juga diceritakan oleh peserta di sesi ini. Pertanyaan dan masalah yang dikemukakan di sesi ini langsung ditanggapi oleh para narasumber yang berkompeten.
“Selama ini tantangan berat yang biasa dihadapi itu apa pak Sinung Karto? Misalnya, pertama, masyarakat itu sendiri, biasanya tidak sabar, pengen cepat-cepat selesai masalahnya. Tanpa kehati-hatian. Kedua, pihak ‘lawan’ yang merasa tindakan yang mereka lakukan sudah paling benar apalagi dibackup oleh aktor keamanan”.
Pernyataan tersebut disampaikan Sinung Karto sebagai jawaban atas pertanyaan dari pemuda adat Mentawai, Pekam Usut Ngaik. Beberapa pertanyaan penting lain juga ditanyakan para peserta dan dijawab secara detail oleh narasumber di sesi ini.
Kegiatan pelatihan advokasi ini, diakhiri dengan foto bersama. Batara Tambing, pemuda adat asal Toraja, selaku host dan pembawa acara, memandu sesi ini.
bpan.aman.or.id – “Mengurus kampung adalah kewajiban kita sebagai generasi muda. Menjaga dan melindungi wilayah adat adalah perjuangan kita bersama. Supaya anak cucu kita yang akan datang tetap merasakan apa yang kita rasakan saat ini dan kita berada dalam satu lingkaran yang sama dengan pemuda adat senusantara ini”, ujar Pak Yohanes.
Para pemuda adat tertegun. Mendengar pesan dan petuah dari tetua adat mereka. Ia memotivasi para pemuda adat untuk terus berjuang menjaga wilayah adatnya. Selain sebagai tetua adat, Pak Yohanes adalah Ketua BPH Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalimantan Utara (Kaltara).
Di kesempatan itu, ia hadir menjadi narasumber pelatihan advokasi yang diselenggarakan oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Wilayah Kaltara. Pelatihan advokasi ini menjadi salah satu agenda dalam kegiatan Pertemuan Daerah (Perda) BPAN Sungai Kayan. Perda ini diselenggarakan di Desa Long Beluah, Kecamatan Tanjung Palas Barat, Kabupaten Bulungan, pada 12-13 Desember 2020. Kegiatan ini dihadiri 25 orang dari 8 komunitas yang ada di Kabupaten Bulungan.
Satu peristiwa penting dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan Perda tersebut. BPAN Daerah Sungai Kayan dibentuk sebagai PD yang baru di Kaltara.
PD BPAN Sungai Kayan menjadi wadah bagi para pemuda adat untuk memperkuat perjuangan pemuda adat dan Masyarakat Adat setempat. Nama ‘Sungai Kayan’ digunakan sebagai identitas wilayah dan jati diri serta penanda historis lahirnya BPAN Daerah Sungai Kayan.
“Mengingat tempat kegiatan berlangsung di daerah bantaran Sungai Kayan, dengan dihadiri beberapa komunitas yang ada di Sungai Kayan sendiri dan ada beberapa orang dari komunitas yang ada di Kecamatan Sekatak, sehingga memenuhi syarat dalam Statuta BPAN untuk pembentukan PD BPAN Sungai Kayan,” tutur Rina.
Rina dan Kisah BPAN Daerah Sungai Kayan
Rina adalah pemudi adat dari komunitas Bulusu Rayo. Nama lengkapnya Katharina Megawati. Tahun 2018, ia dipercayakan menjadi Ketua BPAN Wilayah Kaltara sampai sekarang. Sehari-hari, ia beraktivitas sebagai petani dan peramu minuman adat.
Sebagai Ketua, Rina terus berinovasi memperkuat gerakan pemuda adat dan organisasi BPAN yang dipimpinnya. Perda BPAN Sungai Kayan menjadi salah satu program penting yang dikawal dan dilaksanakannya di akhir tahun 2020.
Kegiatan Perda BPAN Sungai Kayan dirangkaikan dengan Training (pelatihan) Advokasi. Sesi acara ini difasilitasi oleh Pak Yohanes.
“Materinya menjadi sebuah pengenalan awal kepada para pemuda adat, calon anggota BPAN, mengenai arah dan langkah gerakan ini. Tujuannya, supaya mereka paham dan tidak meraba-raba ke mana harus melangkah. Pelatihan advokasi ini menjadi sangat penting karena membuat mereka semakin tahu mengenai ancaman-ancaman yang sedang menunggu dan akan datang di kampung mereka”, ungkap Rina.
Materi Advokasi, dibawakan Pak Yohanes dengan metode nonton bersama pada Sabtu malam (12/12/2020). Keesokan harinya, ia membawakan materi yang lebih mendalam tentang advokasi.
Menurut Rina, awalnya pertemuan ini akan dilakukan dalam bentuk kemah. Lokasinya di hutan adat Long Beluah. Namun, karena kondisi alam yang tak terduga, tempat perkemahan tersebut terkena banjir. Akhirnya para peserta diarahkan ke rumah Pak Yunus Lihiu, salah satu pelopor gerakan Masyarakat Adat di komunitas Ga’ai Kung Kemul. Rumahnya menjadi lokasi kegiatan, tempat belajar bersama.
“Usai melakukan rangkaian kegiatan advokasi, nonton bareng, pengenalan organisasi, menganyam wilayah adat, menyusun dan merencanakan program kerja dan pembentukan pengurus, akhir dari segala rangkaian itu kita mengucapkan janji pemuda adat dan pengukuhan dilakukan di alam terbuka”, jelasnya.
Selain materi advokasi dan beberapa materi penting lain, pembentukan BPAN PD Sungai Kayan menjadi agenda utama Perda. Rencana pembentukan ini baru terealisasi setelah melewati perjuangan panjang.
Rina mengisahkan cerita tersebut secara detail.
Upaya membentuk BPAN Daerah Sungai Kayan memang sudah ada sejak lama. Bahkan sebelum kepengurusan Rina. Nanti di kepengurusannya, Rina kemudian berusaha mewujudkan upaya itu.
“Pada masa Ketua BPAN Wilayah Kaltara, Deni Nestafa, pernah ada dua PD BPAN di Kaltara. PD Sekatak dan PD Sungai Kayan. Namun saat itu yang ada hanya ketuanya saja. Anggotanya tidak ada. Dan juga administrasi lengkapnya tidak ada, sehingga pada saat saya menggantikan Deni, saya hanya menjalankan tugas sebagai PW BPAN kaltara, dan mempersiapkan lagi beberapa PD yang mau dideklarasikan”, terangnya.
Ditambahkan Rina, waktu Jambore Wilayah (Jamwil)–sebutan pengambilan keputusan tertinggi di wilayah pengorganisasian saat Rina terpilih jadi ketua, namun berubah menjadi Pertemuan Wilayah (Perwil) pada saat JAMNAS III tahun 2018 yang berlaku hingga 2021–diusulkan pembahasan tentang situasi PD Sekatak dan PD Sungai kayan yang berada di kabupaten yang sama untuk dibawa dan dibahas masuk rekomendasi di Jambore Nasional (JAMNAS) III BPAN di Paser, Kalimantan TImur. Namun saat JAMNAS, tidak sempat dibahas karena terbatasnya waktu.
“Maka dari itu saya menganggap belum ada PD di Kaltara. Dan perlu lagi pembentukan ulang untuk memenuhi administrasinya”, tambahnya.
Usaha Rina dan kawan-kawannya untuk mendirikan PD baru, ternyata direstui Sang Pencipta, alam semesta, dan leluhur Masyarakat Adat.
Beberapa bulan lalu, Yunus Lihiu, seorang tetua adat di komunitas Ga’ai menghubungi Rina. Ia menanyakan syarat-syarat pembentukan BPAN di daerahnya. Rina kemudian mengirimkan statuta kepadanya untuk dipelajari. Pada bulan November, Rina dan beberapa staf AMAN Kaltara mengadakan penggalian data di komunitas Pak Yunus. Di situlah, beliau secara serius dan meminta bantuan Rina untuk membentuk BPAN Daerah Sungai Kayan.
Upaya-upaya itu pun akhirnya terwujud. Pada 13 Desember 2020, BPAN Daerah Sungai Kayan terbentuk. Sebanyak 25 orang dikukuhkan sebagai anggota.
Andrianus Amat, dipercayakan sebagai Ketua BPAN Daerah Sungai Kayan. Ia dibantu oleh Darius sebagai Sekretaris dan Maya A. Markus sebagai Bendahara.
Rina memberikan bendera BPAN secara simbolis kepada Adrianus Amat, Ketua PD BPAN Sungai Kayan periode 2020-2023
Rina mengatakan bahwa pemuda adat sudah seharusnya bergabung dengan BPAN. Ini menjadi satu alasan ia membantu menginisiasi pembentukan PD Sungai Kayan. Berkaca dari pengalamannya, ada beberapa alasan penting mengapa pemuda adat harus bergabung bersama BPAN.
“Kalau menurut pengalaman saya sendiri, kenapa pemuda harus bergabung di BPAN karena saya merasa di BPAN saya mendapat tempat, mendapat ruang, dan mendapat dukungan dari siapa pun. Saya merasa tidak pernah berjalan sendirian, saya bisa merasakan apa yang kawan-kawan lain rasakan. Dan di BPAN juga akhirnya saya tahu ke mana saya harus pulang. Dengan bergabung di BPAN, saya merasa bangga menjadi bagian dari Masyarakat Adat di tengah modernisasi yangg marak saat ini”, ungkapnya
Bagi Rina, penting sekali untuk mendirikan banyak kepengurusan BPAN yang baru di daerah-daerah. Munculnya banyak pengurus di daerah akan memperkuat perjuangan BPAN.
“Dengan adanya pengurus di daerah-daerah, kita semakin kuat dan semakin berkembang. Kita sebagai perpanjangan tangan organisasi untuk bergerak. Kita kuat dan kita bisa, sehingga mampu menghadapi apa pun rintangan yang akan menghadang kita. Dengan adanya pengurus-pengurus di daerah terlebih ke komunitas, perjuangan kita akan semakin solid dan bergerak di akar rumput”, tutup Rina.
bpan.aman.or.id – “Kegiatan panen ini dilakukan supaya Masyarakat Adat Batin Beringin Sakai bisa mencontoh kegiatan pemuda-pemuda adatnya dalam rangka kedaulatan pangan Masyarakat Adat dan juga menghadapi masa covid-19 ini,” ungkap Ismail penuh semangat.
Hal tersebut diungkapkan Ismail Dolek, saat panen terakhir tanaman semangka Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Sakai, Jumat (11/12/2020) di lahan komunitas adat Sakai. Panen terakhir ini, dihadiri oleh Ketua Adat Batin Beringin Sakai, pemuda-pemuda adat, dan juga Masyarakat Adat Batin Beringin.
Walaupun semangka yang ditanam sudah masuk panen terakhir, tidak membuat Ismail dan kawan-kawan pemuda adat Sakai bersedih. Mereka justru senang dan bangga. Sudah merasakan bahagia mengolah tanah dan memanen hasil keringat sendiri.
Panen yang terakhir ini mendapatkan sekitar 6.100 kg semangka. Terdiri dari semangka kuning 3.000 kg dan semangka merah 3.100 kg. Jadi total keseluruhan semangka yang didapatkan dari panen pertama sampai terakhir berjumlah 17.020 kg.
Ismail juga menuturkan bahwa panen terakhir, terhitung tidak maksimal. Ini karena lahan yang mereka garap terkena banjir. Ia berharap semangka terakhir yang dipanen, bisa menambah nilai tambah ekonomi bagi masyarakat adat.
“Keuntungan dari panen ketiga ini setidaknya bisa menambah ekonomi Masyarakat Adat yangg ikut serta dalam rangka kedaulatan pangan masyarakat adat ini,” ungkap Ismail.
Menurut Ismail, program kedaulatan pangan akan tetap terus berlanjut. Semangka memang harus dipanen karena lahannya akan diganti dengan tanaman lain.
“Semangka memang harus dipanen dan lahannya akan diganti tanaman yang lain seperti pisang dan lainnya,” ucap Ismail selaku juga ketua program kedaulatan pangan.
Semangka terakhir yang dipanen pemuda adat Sakai menjadi titik awal untuk memulai tahap menggapai panen-panen lainnya.
bpan.aman.or.id – Adrianus Lawe nampak sibuk. Hari itu, Jumat (11/12/2020), menjadi begitu penting. Ia dan anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Flores Bagian Timur (FBT) memulai lagi satu program baru dalam gerakan kedaulatan pangan. Beternak babi.
Di hari itu pula, belasan ekor babi langsung disalurkan ke anggota BPAN FBT dan kelompok kedaulatan pangan.
“Dalam program gerakan kedalautan pangan dan ekonomi Masyarakat Adat, BPAN FBT memiliki dua usulan kegiatan yaitu ternak babi dan kebun sayur. Berkaitan dengan ternak babi, BPAN sudah menyalurkannya ke 30 anggota”, tutur Adrianus selaku Ketua BPAN FBT.
Menurutnya, BPAN FBT menyiapkan 15 ekor babi berumur 1 tahun untuk diternak. Babi-babi tersebut kemudian dibagikan ke anggota BPAN FBT untuk dipelihara. Setiap dua orang anggota berkewajiban memelihara 1 ekor babi.
“Semua anggota hadir di sekretariat bersama, kemudian kita bagikan ke 30 orang itu. Sebetulnya kita punya kandang kelompok, hanya saja kondisi kandang yang tidak menjamin di musim hujan, makanya kita serahkan ke anggota dulu, dua orang 1 babi,” ujar Adrianus.
Ternak babi dipilih karena beberapa alasan. Pertama, ternak babi memiliki nilai ekonomis tinggi. Kedua, babi merupakan jenis binatang yang sangat dibutuhkan dalam ritual adat PATIEA (acara syukuran atas panen dan pengantaran arwah leluhur). Ritual ini diadakan setiap tahun dan biasanya kebutuhan akan ternak bisa mencapai 5-6 ribu ekor.
Adrianus menjelaskan bahwa selain beternak babi, BPAN FBT sudah membuka kebun sayur dan kebun padi seluas 1 ha. Ini untuk membantu pemuda adat dalam mempertahankan pangan lokal di komunitas adat Natargahar (Nian Ue Wari Tana Kera Pu).
Program kedaulatan pangan ini melibatkan anggota BPAN FBT dan komunitas Masyarakat Adat yang ada di Flores yaitu komunitas adat Natargahar dan komunitas Natarmage. Di dalam komunitas meilputi Tana puan (penguasa wilayah adat), kepala-kepala suku, pemangku adat, pelaksana, dan warga adat yang tergabung dalam kelompok ternak maupun kelompok non ternak.
“Program kedaulatan pangan ini melibatkan 30 orang anggota BPAN FBT, 87 orang Masyarakat Adat Komunitas Natargahar, dan 505 Masyarakat Adat Komunitas Natarmage,” ucapnya.
Andrianus juga menjelaskan proses memulai gerakan kedaulatan pangan bersama BPAN FBT. Ada beberapa tahap yang mereka lakukan. Tahapan ini merupakan pokok gerakan kedaulatan pangan.
“Program kedalautan pangan ini bisa berjalan, dimulai dengan pertemuan pengurus BPAN, kemudian merencanakan untuk musyawarah adat/ pertemuan kampung, penggalian profil komunitas, pembuatan peta sketsa wilayah adat di komunitas adat Natargahar dan komunitas adat Natarmage,” jelas Andrianus.
Adrianus rupanya sadar betul tentang pentingnya kedaulatan pangan Masyarakat Adat, bahkan dimasa pandemi seperti ini. Kedaulatan pangan menjadi cara untuk meningkatkan ekonomi dan mempertahkan pangan lokal.
“Program kedalautan pangan ini sangat penting karena dapat membantu masyarakat dalam memperthankan pangan lokal dan meningkatkan ekonomi Masyarakat Adat dan terkhusus pemuda adat di situasi pandemi Covid-19,” ungkap Adrianus.
Sebagai pemuda adat, Adrianus sadar bahwa kedaulatan pangan menjadi bukti konkrit keterhubungan Masyarakat Adat dengan wilayah adatnya. Gerakan kedaulatan pangan menjadi cari yang efektif mendekatkan pemuda adat dengan wilayah adatnya.
“Kedaulatan pangan menjadi pemantik bagi pemuda adat untuk kembali ke kampung mengurus kebun, mengurus mata air, mengurus hutan adat, mengurus semua sumber daya yang di titipkan leluhur dalam kesatuan wilayah adat”, tegasnya.
Ditambahkannya, ke depan BPAN FBT akan melakukan sosialisasi ke semua komunitas di Flores Bagian Timur yang meliputi Kabupaten Sikka, Flores Timur, Lembata, dan Alor. Tujuannya supaya program kedaulatan pangan betul-betul dirasakan oleh semua masyarakat di komunitas adat masing-masing.