Terobosan dan Semangat Baru, Dilahirkan BPAN Daerah Banten Kidul

Ada sebuah pondok di antara pepohonan di wilayah adat Kasepuhan Cicarucub. Pondok ini menjadi saksi sejarah yang digoreskan generasi muda adat Banten Kidul. Di sana mereka menggelar konsolidasi dalam bentuk Pertemuan Daerah (Perda) generasi muda adat Banten Kidul. Dalam Perda itu, Pengurus Daerah (PD) Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Banten Kidul dideklarasikan.

Cia salah satu dari banyak generasi muda adat Banten Kidul yang hadir di kegiatan itu. Ia kemudian terpilih menjadi Ketua pertama BPAN Daerah Banten Kidul.

Nama lengkapnya Sucia Lisdamara Yulmanda Taufik. Sapaan akrabnya Cia. Ia pemudi adat asal komunitas Kasepuhan Bayah.

Di hari di mana kegiatan Perda berlangsung, Cia begitu bersemangat. Sejak matahari belum terlalu lama naik, ia sudah mempersiapkan diri. Sekitar jam 9, ia berangkat bersama adiknya, Genta Galih, ke lokasi Perda. Sepeda motor menjadi tunggangan mereka ke sana.

Cuaca hari itu cukup cerah. Perjalanan mereka pun begitu mengasyikkan. Berkendara menggunakan motor, membuat mereka mampu berinteraksi langsung dengan angin dan udara khas pegunungan di wilayah adat yang terjaga. Pemandangan indah menjadi teman mereka sampai ke tempat kegiatan.

Usai berkendara selama satu jam, mereka sampai di lokasi kegiatan di Lebak Damar, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Di sana, rupanya angin bertiup cukup kencang. Udaranya pun dingin. Kondisi ini sangat khas daerah pegunungan.

“Cuaca pada saat itu lumayan cerah. Tapi karena lokasi berada di pegunungan, angin di sana cukup kencang dan udaranya sangat dingin,” ucap Cia.

Ia begitu bahagia bisa tiba dengan selamat dan menikmati langsung keindahan tempat tersebut. Apalagi bertemu dengan banyak pemuda-pemudi adat se-Banten Kidul dan mendeklarasikan BPAN, membuat kebahagiaanya semakin lengkap.

Cia rupanya mulai terlibat secara aktif dalam perjuangan Masyarakat Adat sejak tahun 2017. Ia kemudian mengenal BPAN saat sering mengikuti kegiatan Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam aktivitas itulah, ia tahu bahwa AMAN punya organisasi sayap khusus untuk pemuda-pemudi adat. Ia juga mengikuti akun media sosial BPAN. Di situ pula ia tahu banyak informasi mengenai BPAN.

Hal-hal ini, ternyata juga yang mendorong Cia bersemangat bergabung dengan BPAN.

“Pemuda adat harus bergabung bersama BPAN karena bukan hanya ilmu dan pengalaman yang didapat, pemuda adat juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya dan mengabdi kepada kampung,” ujar Cia.

Ia dan pemuda pemudi adat Banten Kidul kemudian menghabiskan waktu selama 3 hari, sejak tanggal 19-21 Februari, mengikuti Perda BPAN Daerah Banten Kidul dan mendeklarasikan BPAN di sana.

Perda ini diikuti oleh 35 orang pemuda-pemudi adat dari beberapa komunitas adat se-Banten Kidul. Turut hadir pula, para tetua adat dari bebagai komunitas. Iwan Kastiwan sebagai Juru Basa dari Kasepuhan Bayah, Henriana Hatra sebagai Wakil Abah  dari Kasepuhan Cisungsang, Lili Herdiana sebagai Wakil Abah dari Kasepuhan Ciherang, Mulyana sebagai Jaro Pamarentah dari Kasepuhan Cicarucub, dan Rozak Nurhawan sebagai Wakil Abah dari Kasepuhan Urug.

Dalam Perda itu, ada beberapa agenda yang dilaksanakan. Pelatihan Kader Pemula BPAN menjadi agenda awal yang dilangsungkan di hari pertama dan kedua. Sesi ini difasilitasi oleh Rozak Nurhawan selaku DAMANDA Banten Kidul dan Henriana Hatra selaku Sekretaris PD AMAN Banten Kidul.

Di hari ketiga, dilaksanakan agenda selanjutnya yakni musyawarah dan deklarasi PD BPAN Banten Kidul. Hasil musyawarah memutuskan stuktur kepengurusan PD BPAN Banten Kidul yang pertama. Cia atau Sucia Lisdamara Yulmanda Taufik dimandatkan sebagai Ketua, Gia Khairul Azmi sebagai Sekretaris, dan Irfan Irawan sebagai Bendahara. Mereka kemudian dikukuhkan sebagai pengurus dengan mengucapkan Janji Pemuda Adat.

Cia menerima Bendera BPAN setelah dikukuhkan sebagai Ketua BPAN Daerah Banten Kidul

Para tetua adat yang hadir turut memberikan pesan dan motivasi bagi kepengurusan yang baru terbentuk. Lili Herdiana selaku tetua adat dari Kasepuhan Ciherang, secara khusus mengapresiasi terpilihnya pemudi adat sebagai Ketua BPAN Daerah Banten Kidul. Ini menurutnya menjadi sebuah terobosan dan semangat baru yang dilahirkan BPAN Daerah Banten Kidul.

“Tentu saja ini sebuah terobosan dan semangat baru, seorang kader pemuda perempuan terpilih menjadi Ketua Barisan Pemuda Adat Nusantara Daerah Banten Kidul. Saya berpesan agar organisasi ini dapat menjadi wadah pemersatu dan silaturahim pemuda-pemudi adat kasepuhan, dan mampu memberikan kontribusi besar terhadap kerja-kerja organisasi dalam gerakan Masyarakat Adat di Banten Kidul,” pesan Lili Herdiana.

21 Februari 2021 menjadi tanggal yang tak terlupakan bagi Cia dan para pemuda-pemudi adat lain yang berikrar dan mendeklrasikan BPAN Daerah Banten Kidul.

“Menurut saya, BPAN harus membentuk banyak pengurus di daerah karena daerah merupakan basis massa komunitas adat, dan agar komunitas-komunitas adat dapat terorganisir dengan baik. Selain itu, adanya BPAN di daerah dapat menjadi wadah berkumpul para pemuda adat dan dapat merekrut banyak pemuda adat agar bisa bersatu mengurus kampung,” tutup Cia.

Di akhir kegiatan, mereka berfoto bersama. Pohon-pohon tinggi menjulang, menjadi latar yang penuh makna.

Penulis: Kalfein Wuisan

Tiga Kualitas Hidup Pemudi Adat Minahasa

bpan.aman.or.id – Gambar seorang pemudi adat Minahasa berbaju Kawasaran terpampang di sebuah baleho. Tulisan “Lokakarya Hak-hak Pemudi Adat Minahasa” juga ada di situ.

Di depan baleho, duduk sejumlah pemudi adat Minahasa. Mereka sedang berkumpul, berdiskusi tentang hak-hak Pemudi Adat Minahasa.

Putri Kapoh dan Nedine Sulu menjadi narasumber kegiatan. Pemudi adat asal Roong Wuwuk, Lisah Rumengan, menjadi moderator.

Lisah Rumengan menjadi moderator kegiatan

Sebelum Mars BPAN dikumangdankan, kegiatan diawali dengan doa yang dipimpin oleh Giska Silangen dari Wanua Tandengan.

Giska Silangen memimpin doa

Kegiatan yang digagas Barisan Pemuda Adat Nusantara ini dilangsungkan di Kebeng Lounge & Eatery, di Sasaran Tondano, pada Jumat (18/12/2020).  Puluhan pemudi adat dari beberapa kampung di Minahasa hadir di acara tersebut.

“Kita sebagai pemudi adat masih menemui tatangan dalam menjalankan peran sebagai pemudi adat”, ucap Nedine Helena Sulu.

Nedine adalah pemudi adat asal Wanua Koha, Minahasa. Ia menjadi narasumber yang membuka sesi materi.

Nedine Sulu

Nedine menyampaikan materi mengenai kondisi perempuan adat di nusantara. Kisah mengenai sejarah perjuangan perempuan di tanah Minahasa, Talang Mamak, Dayak Iban dan di nusantara yang hidup dari wilayah adatnya, turut disampakan Nedine. Ia kemudian menghantar materi lebih spesifik ke topik posisi dan peran pemudi adat. Konteks perjuangan BPAN menjadi contoh konkrit yang diangkat Nedine.

“Peran pemudi adat ialah memperjuangkan wilayah adat. Sama seperti peran pemuda adat. Inilah mengapa peran tersebut menjadi visi BPAN yaitu generasi muda adat bangkit bersatu bergerak mengurus wilayah adat,” ucapnya.

Nedine kemudian mengajak para pemudi adat untuk merefleskikan hak dan kewajiban mereka sebagai perempuan adat Minahasa, sebagai pemudi adat.

“Di Minahasa, secara kultural, posisi laki-laki dan perempuan itu sederajat, egaliter. Sehingga semua peran untuk menjaga kehidupan tetap berlangsung di tanah ini, juga menjadi kewajiban kita sebagai pemudi adat. Kita memiliki hak-hak yang sama seperti kaum pria di Minahasa untuk hidup dan Tanah Minahasa”, tutur Nedine.

Ia juga menyampaikan bahwa pemudi adat wajib menjelaskan peran dan haknya di tengah masyarakat. Upaya ini dimaksudkannya untuk menghancurkan sistem patriarki warisan kolonial yang masih tersisa di Minahasa. Bagi Nedine upaya ini justru menjadi hak-hak dasar pemudi adat untuk menyatakan diri sebagai manusia Minahasa sejati.

“Menjelaskan perempuan adalah tindakan untuk membebaskan laki-laki,” ujar Nedine, mengakhiri sesi materinya.

Pemaparan materi dilanjutkan ke pemateri selanjutnya. Putri Kapoh kemudian mengisi sesi ini.

“Dalam struktur masyarakat Minahasa, laki-laki dan perempuan itu setara. Sehingga sebagai pemudi adat, kita juga harus bertindak sebagaimana seharusnya seorang manusia Minahasa. Lokakarya ini hendak memberikan pemahaman dan  pengetahuan kepada kita tentang itu”, ungkap putri.

Putri Kapoh

Ia melanjutkan materi dengan kisah perjuangannya menjaga kampung bersama generasi muda Wanua Tandengan. Salah satu kisah yang diceritakan yaitu advokasi terhadap penggundulan gunung Kamintong di kampungnya. Gunung Kamintong merupakan sumber air bersih dan penjaga ekosistem yang sudah dijaga para leluhur sejak kampung berdiri. Beberapa waktu lalu, bagian puncak gunung digundulkan oleh oknum yang hendak menjadikannya tempat wisata paralayang.  Putri, Manguni Muda Minaesa (komunitas generasi muda Tandengan), dan pemuda adat Tandengan melakukan aksi atas upaya tersebut. Mereka kemudian bergerak menyelamatkan gunung Kamintong sebagai penopang hidup Tandengan, kini dan nanti.

“Kasus Kamintong menjadi pelajaran bagi kita semua. Menjaga kampung adalah tanggung jawab semua orang. Termasuk pemuda adat,” ucap Putri.

Upayanya mengorganisir generasi muda untuk menyelamatkan gunung Kamintong menjadi satu cara untuk menunjukan bahwa hak laki-laki dan perempuan itu sama. Hak untuk bersuara, menyatakan sikap, dan bertindak di tengah kehidupan bermasyarakat di kampung Tandengan dan di Minahasa.

“Seperti di Mars BPAN, bahwa kita harus menjaga wilayah adat. Para perampas harus kita lawan. Akhirnya kami berhasil menyampaikan hak kami untuk bersuara, hak untuk menjaga wilayah adat kami”, ungkap Putri dengan suara lantang.

Di bagian-bagian akhir sesi bicaranya, ia juga menjelaskan tentang beberapa hal penting yang bisa didapatkan dari kegiatan.

“Ada beberapa hal pentting yang kita dapatkan di lokakarya ini. Pertama, pemudi adat berhak menjaga wilayah adat, seperti yang disampaikan kak Nedine, karena itu adalah tempat hidup kita. Hal lain yaitu hak menyampaikan pendapat. Syukur karena kita hidup di Minahasa, kita sebagai perempuan untuk menyampaikan pendapat tidak dibatasi. Mungkin berbeda dengan kondisi pemudi atau perempuan adat di tempat lain,” jelasnya.

Putri kemudian menutup sesi materinya dengan menjelaskan tentang kualitas hidup manusia Minahasa yang harus dimiliki pemudi adat Minahasa. Kualitas hidup ini menjadi modal untuk menjadi manusia Minahasa seutuhnya yang siap menjaga kampung dan tanah Minahasa.

“Sebagai permulaan, kita juga harus memiliki 3 kuliatas hidup manusia  atau Tou Minahasa yaitu Ningaasan, Niatean, dan Mawai. Ningaasan artinya berpengetahuan. Seorang pemudi adat harus mengisi dirinya dengan pengetahuan sehingga membentuk pola pikir dan intelektualitas yang khas manusia Minahasa. Niatean berarti bijak menggunakan hati/perasaan. Artinya seorang pemudi adat wajib mendayagunakan hati dan perasaaan untuk hidup sebagai seorang manusia. Mawai artinya kuat, baik secara fisik maupun mental. Ini artinya pemudi adat Minahasa secara fisik maupun mental ia kuat dan mampu memaksimalkannya untuk hidup. Kita sebagai pemudi adat wajib memiliki 3 hal ini. Ketiga hal ini menjadi ukuran kita untuk bisa disebut Tou Minahasa,” tutup Putri.

Penulis: Kalfein Wuisan

PENGURUS NASIONAL BPAN 2022-2026

KONTAK KAMI

Sekretariat BPAN, Alamat, Jln. Sempur, Bogor

officialbpan@gmail.com