
Gowa, Sulawesi Selatan — Di tengah gempuran arus modernisasi yang mengikis nilai-nilai tradisional, hadir sosok Pemuda Adat bernama Basri dari komunitas Masyarakat Adat Suka. Ia membuktikan bahwa warisan leluhur bukan hanya layak dijaga, tetapi juga dapat menjadi jalan untuk menyelamatkan bumi.
Dengan tangan terampil dan semangat menjaga kearifan lokal, Basri menciptakan Tumbler bambu ramah lingkungan. Produk ini bukan sekadar kerajinan tangan, tetapi manifestasi dari filosofi hidup selaras dengan alam. Menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu kering, rotan, dan serat alam lainnya, Basri merangkai karya yang indah sekaligus sarat makna. Setiap simpul dan ukiran bukan hanya estetis, tetapi juga bentuk penghormatan pada alam yang telah memberi kehidupan.
“Bambu yang saya pakai adalah bambu kering atau bambu yang sudah mati, karena lebih tahan lama dan tidak disukai rayap. Dari situ kita mulai—dari memotong, menghaluskan, mengukir, hingga menghias dengan rotan. Semua dilakukan manual, tanpa mesin,” ujar Basri saat ditemui.
Dalam proses pembuatannya, Basri sangat memperhatikan dampak lingkungan. Ia menolak penggunaan bahan sintetis dan meminimalkan jejak karbon dengan teknik pengerjaan manual. Produk Tumbler bambu buatannya tak hanya ramah lingkungan, tapi juga unik dan berkualitas, sehingga cocok bagi siapa saja yang peduli pada bumi.

Ketua BPAN Gowa, Azfar Zulhidjah AR menyampaikan apresiasinya atas apa yang dilakukan Basri. “Di tangan para Pemuda Adat seperti Basri, alam tidak hanya diwarisi, tapi dijaga, dirawat, dan dihidupkan kembali. Setiap kerajinan yang ia hasilkan adalah bentuk nyata bahwa menjaga tradisi dan melestarikan lingkungan bisa berjalan berdampingan,” ujarnya.
Menurut Azfar, karya seperti ini harus menjadi inspirasi bagi generasi muda. “Pemuda Adat adalah pelopor gaya hidup berkelanjutan. Mereka tidak hanya merawat identitas budaya, tetapi juga mengajarkan kita semua pentingnya hidup selaras dengan alam.”
Melalui kerajinan tangan bambu ini, Basri dan Pemuda Adat lainnya menunjukkan bahwa tradisi tidak harus tinggal di masa lalu. Justru, dengan kreativitas dan semangat pelestarian, tradisi bisa menjadi solusi masa depan bagi bumi yang lebih lestari.
Penulis adalah Pemuda Adat Gowa, sekaligus ketua PD BPAN Gowa