Cerita Kedaulatan Pangan dari Flores
bpan.aman.or.id – Adrianus Lawe nampak sibuk. Hari itu, Jumat (11/12/2020), menjadi begitu penting. Ia dan anggota Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Flores Bagian Timur (FBT) memulai lagi satu program baru dalam gerakan kedaulatan pangan. Beternak babi.
Di hari itu pula, belasan ekor babi langsung disalurkan ke anggota BPAN FBT dan kelompok kedaulatan pangan.
“Dalam program gerakan kedalautan pangan dan ekonomi Masyarakat Adat, BPAN FBT memiliki dua usulan kegiatan yaitu ternak babi dan kebun sayur. Berkaitan dengan ternak babi, BPAN sudah menyalurkannya ke 30 anggota”, tutur Adrianus selaku Ketua BPAN FBT.
Menurutnya, BPAN FBT menyiapkan 15 ekor babi berumur 1 tahun untuk diternak. Babi-babi tersebut kemudian dibagikan ke anggota BPAN FBT untuk dipelihara. Setiap dua orang anggota berkewajiban memelihara 1 ekor babi.
“Semua anggota hadir di sekretariat bersama, kemudian kita bagikan ke 30 orang itu. Sebetulnya kita punya kandang kelompok, hanya saja kondisi kandang yang tidak menjamin di musim hujan, makanya kita serahkan ke anggota dulu, dua orang 1 babi,” ujar Adrianus.
Ternak babi dipilih karena beberapa alasan. Pertama, ternak babi memiliki nilai ekonomis tinggi. Kedua, babi merupakan jenis binatang yang sangat dibutuhkan dalam ritual adat PATIEA (acara syukuran atas panen dan pengantaran arwah leluhur). Ritual ini diadakan setiap tahun dan biasanya kebutuhan akan ternak bisa mencapai 5-6 ribu ekor.
Adrianus menjelaskan bahwa selain beternak babi, BPAN FBT sudah membuka kebun sayur dan kebun padi seluas 1 ha. Ini untuk membantu pemuda adat dalam mempertahankan pangan lokal di komunitas adat Natargahar (Nian Ue Wari Tana Kera Pu).
Program kedaulatan pangan ini melibatkan anggota BPAN FBT dan komunitas Masyarakat Adat yang ada di Flores yaitu komunitas adat Natargahar dan komunitas Natarmage. Di dalam komunitas meilputi Tana puan (penguasa wilayah adat), kepala-kepala suku, pemangku adat, pelaksana, dan warga adat yang tergabung dalam kelompok ternak maupun kelompok non ternak.
“Program kedaulatan pangan ini melibatkan 30 orang anggota BPAN FBT, 87 orang Masyarakat Adat Komunitas Natargahar, dan 505 Masyarakat Adat Komunitas Natarmage,” ucapnya.
Andrianus juga menjelaskan proses memulai gerakan kedaulatan pangan bersama BPAN FBT. Ada beberapa tahap yang mereka lakukan. Tahapan ini merupakan pokok gerakan kedaulatan pangan.
“Program kedalautan pangan ini bisa berjalan, dimulai dengan pertemuan pengurus BPAN, kemudian merencanakan untuk musyawarah adat/ pertemuan kampung, penggalian profil komunitas, pembuatan peta sketsa wilayah adat di komunitas adat Natargahar dan komunitas adat Natarmage,” jelas Andrianus.
Adrianus rupanya sadar betul tentang pentingnya kedaulatan pangan Masyarakat Adat, bahkan dimasa pandemi seperti ini. Kedaulatan pangan menjadi cara untuk meningkatkan ekonomi dan mempertahkan pangan lokal.
“Program kedalautan pangan ini sangat penting karena dapat membantu masyarakat dalam memperthankan pangan lokal dan meningkatkan ekonomi Masyarakat Adat dan terkhusus pemuda adat di situasi pandemi Covid-19,” ungkap Adrianus.
Sebagai pemuda adat, Adrianus sadar bahwa kedaulatan pangan menjadi bukti konkrit keterhubungan Masyarakat Adat dengan wilayah adatnya. Gerakan kedaulatan pangan menjadi cari yang efektif mendekatkan pemuda adat dengan wilayah adatnya.
“Kedaulatan pangan menjadi pemantik bagi pemuda adat untuk kembali ke kampung mengurus kebun, mengurus mata air, mengurus hutan adat, mengurus semua sumber daya yang di titipkan leluhur dalam kesatuan wilayah adat”, tegasnya.
Ditambahkannya, ke depan BPAN FBT akan melakukan sosialisasi ke semua komunitas di Flores Bagian Timur yang meliputi Kabupaten Sikka, Flores Timur, Lembata, dan Alor. Tujuannya supaya program kedaulatan pangan betul-betul dirasakan oleh semua masyarakat di komunitas adat masing-masing.
Penulis: Kalfein Wuisan