Seperti yang kita ketahui setiap urusan hidup di Republik (Indonesia) ini selalu berhubungan dengan kegiatan politik karena tidak akan bisa lepas dari sirkulasi politik. Coba kita perhatikan kembali dari setiap kebijakan yang mencakup hidup orang banyak termasuk buruh, petani, mahasiswa, masyarakat adat, kaum miskin kota semua itu tidak akan lepas dari keputusan politik.
Dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah seperti menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyebabkan harga sembako dan kebutuhan lain melambung tinggi itu sangat dipengaruhi keputusan politik. Biaya sekolah yang sangat mahal, itu juga tidak luput dari keputusan politik. Jaminan sosial kesehatan seperti BPJS yang berbentuk asuransi untuk masyarakat Indonesia yang sulit dijangkau oleh rakyat kecil merupakan bagian dari keputusan politik.
Masih banyaknya upah yang di bawah Upah Minimum Kota (UMK) untuk kaum pekerja yang diberikan borjuasi (kapitalis) juga ditentukan oleh keputusan politik. Begitu pun dengan kontrak outsourcing. Bahkan pihak dinas ketenagakerjaan yang seharusnya melindungi pekerja malah lebih berpihak terhadap pemilik modal.
Perampasan tanah dan pembangunan di komunitas adat yang sering terjadi tanpa melibatkan masyarakat lokal (pribumi) yang menyebabkan konflik juga bagian dari keputusan politik.
Padahal selama ini urusan sudah diurus oleh mereka yang berada di Senayan yaitu lembaga legislatif kepanjangan dari partai politik. Akan tetapi sampai dengan sekarang belum mampu mewujudkan itu semua.
Kaum buruh, petani, mahasiswa, masyarakat adat dengan jumlah yang besar apalagi ditopang kualitas serta pengalaman sejarah masa lalu akan membuat persatuan kesadaran politik semakin membaik. Seperti kata Bung Karno: jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kita harus belajar pada sejarah bangsa ini sehingga kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu tidak terulang kembali.
Ketika kita selalu menitipkan nasib pada orang lain, maka kemungkinan besar hanya sebagai alat kepentingan sekelompok orang yang ingin berkuasa saja dan urusan kita pasti tidak akan terwujud. Dari sisi agama pun kitab suci Al-quran menjelaskan bahwa Tuhan itu tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya. Artinya kita harus mampu merubah nasib sendiri tanpa dititipkan pada orang lain.
Pembagunan reklamasi di wilayah nelayan tanpa analisa matang akan berdampak pada kerusakan lingkungan ekosistem di laut. Hal ini tentu sangat berdampak untuk warga pesisir dan nelayan karena ikan yang biasa di pinggir laut beralih ke tengah sehingga biaya untuk melaut juga semakin besar.
Berdasarkan persoalan di atas, apa yang harus kita lakukan? Gerakan sosial, buruh, petani, nelayan, mahasiswa, masyarakat adat sudah saatnya merajut isu bersama dan menyusun sendiri alatnya untuk mewujudkan kebutuhannya dengan seadil-adilnya melalui alat politiknya sendiri.
Salah satu alat politik yang dimaksud adalah membentuk partai politik. Gerakan sosial dengan massa yang kuat semestinya bisa mewujudkan partai alternatifnya sendiri apalagi dengan adanya materi massa di setiap daerah. Artinya, sudah pasti ide itu akan terwujud asalkan tidak mementingkan kelompok.
Menurut hemat saya ini merupakan pencapaian politik yang sangat baik. Maka sudah layaklah kelompok ini bersatu dengan mendeklarasikan partainya sendiri. Deklarasi itu mungkin bisa dimulai dengan mendeklarasikan Ormas Multi Sektor yang murni berasal dari gagasan atau pengalaman ditindas di negeri sendiri seperti terjadi selama ini. Jadi seluruh elemen gerakan sosial sudah saatnya bangun dan bangkit untuk membangun partai politiknya sendiri.
Dalam momentum May Day mendatang seharusnya bisa menjadi saat terbaik untuk berefleksi bagi semua gerakan sosial. Sebab momen tersebut merupakan hari bersejarah bagi kaum pekerja. Karena disaat buruh mampu mengubah tatanan dunia dengan perubahan jam kerja yang pendek, bagitu juga dengan gerakan petani yang bisa mengambil kembali lahan garapannya. Contohnya seperti yang diperjuangkan Serikat Petani Pasundan/SPP baru-baru ini atau gerakan masyarakat adat yang berhasil menekan pemerintah daerah untuk membuat Perda Adat.