Pemuda Adat, Penjaga Bumi Lewat Karya: Basri Buktikan Tradisi Bisa Selaras dengan Alam

Gowa, Sulawesi Selatan — Di tengah gempuran arus modernisasi yang mengikis nilai-nilai tradisional, hadir sosok Pemuda Adat bernama Basri dari komunitas Masyarakat Adat Suka. Ia membuktikan bahwa warisan leluhur bukan hanya layak dijaga, tetapi juga dapat menjadi jalan untuk menyelamatkan bumi.

Dengan tangan terampil dan semangat menjaga kearifan lokal, Basri menciptakan Tumbler bambu ramah lingkungan. Produk ini bukan sekadar kerajinan tangan, tetapi manifestasi dari filosofi hidup selaras dengan alam. Menggunakan bahan-bahan alami seperti bambu kering, rotan, dan serat alam lainnya, Basri merangkai karya yang indah sekaligus sarat makna. Setiap simpul dan ukiran bukan hanya estetis, tetapi juga bentuk penghormatan pada alam yang telah memberi kehidupan.

“Bambu yang saya pakai adalah bambu kering atau bambu yang sudah mati, karena lebih tahan lama dan tidak disukai rayap. Dari situ kita mulai—dari memotong, menghaluskan, mengukir, hingga menghias dengan rotan. Semua dilakukan manual, tanpa mesin,” ujar Basri saat ditemui.

Dalam proses pembuatannya, Basri sangat memperhatikan dampak lingkungan. Ia menolak penggunaan bahan sintetis dan meminimalkan jejak karbon dengan teknik pengerjaan manual. Produk Tumbler bambu buatannya tak hanya ramah lingkungan, tapi juga unik dan berkualitas, sehingga cocok bagi siapa saja yang peduli pada bumi.

Ketua BPAN Gowa, Azfar Zulhidjah AR menyampaikan apresiasinya atas apa yang dilakukan Basri. “Di tangan para Pemuda Adat seperti Basri, alam tidak hanya diwarisi, tapi dijaga, dirawat, dan dihidupkan kembali. Setiap kerajinan yang ia hasilkan adalah bentuk nyata bahwa menjaga tradisi dan melestarikan lingkungan bisa berjalan berdampingan,” ujarnya.

Menurut Azfar, karya seperti ini harus menjadi inspirasi bagi generasi muda. “Pemuda Adat adalah pelopor gaya hidup berkelanjutan. Mereka tidak hanya merawat identitas budaya, tetapi juga mengajarkan kita semua pentingnya hidup selaras dengan alam.”

Melalui kerajinan tangan bambu ini, Basri dan Pemuda Adat lainnya menunjukkan bahwa tradisi tidak harus tinggal di masa lalu. Justru, dengan kreativitas dan semangat pelestarian, tradisi bisa menjadi solusi masa depan bagi bumi yang lebih lestari.

Penulis adalah Pemuda Adat Gowa, sekaligus ketua PD BPAN Gowa

Menolak Kehadiran Proyek Strategis Nasioan Berbasis Perkebunan Kelapa Sawit, PT Fajar Surya Persada

Sorong, 4 Juli 2025. Masyarakat Hukum Adat Moi di Distrik Moi Segen, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya mengadakan musyawarah yang difasilitasi oleh Dewan Adat Suku Moi di Distrik Moi Sigin. Musyawarah adat yang dihadiri oleh perwalikan masyarakat adat tersebut bertujuan untuk menyikapi rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) berbasis Perkebunan kelapa sawit yang akan beroperasi di wilayah adat mereka.

Turut hadir dalam musyawarah tersebut, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, Silas Kalami Bersama anggotanya. Masyarakat meolak PSN tersebut karena dinilai akan memberikan dampak buruk bagi mereka. Saat ini saja PT Inti Kebun Sejahtera (IKSJ) yang sudah beroperasi diwailayah distrik Moi Segen tidak memberikan dampak positif bagi kami masyarkat adat, ucap Raymon Klagilit perwakilan tokoh pemuda yang lantang meneriakan dan memperjuangankan hak-hak masyarkat adat Moi Sigin.

Raymon mengatakan kehadiran PSN akan memperburuk situasi masyarkat adat yang saat ini sedang memperjuangkan hak mereka atas tanah dan hutan adat. Sejak 2007 PT Inti Kebun Sejahtera beroperasi kami masyarkat adat Moi tidak ada yang Sejahtera malah mereka memiliki utang dengan jumlah ratusan hingga miliaran ripiah, hal tersebut diakibatkan karena pengelolaan Plasma yang buruk dan tidak transparan.

Yakub Klagilit, pemuda lainnya yang mengatakan kini hutan mereka di wilayah Moi telah dibabat habis oleh PT Inti Kebun Sejahtera. Dusun Sagu yang menjadi sumber penghidupan kami digusur tanpa consent atau persetujuan dari kami masyarakat adat. Saya adalah korban dari penggusuran dusun sagu tersebut ucap Yakub, dilakukan oleh perusahaan pada bulan Desember 2023 saat kami sedang merayakan natal, dan hingga kini tidak ada upaya pemulihan dusun sagu kami dari pihak Perusahaan.

Sadrak Klawen, selaku Sekretaris Dewan Adat distrik Moi Segen mengatakan perusahaan yang sedang beroperaasi harusnya menghormati hak-hak masyararakat hukum adat Moi segabaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sorong Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan perlindungan Masyararakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong. Klawen juga berharap agar perusahaan yang saat ini sedang beroperasi bisa terbuka dan transparan terhadap pengelolaan plasma (20%) yang menjadi hak mereka.

Musyawarah tersebut diakhiri dengan pembacaan tuntutan dan pernyataan penolakan

Yakun Klagilit

Sadrak Klawen 

PUBLIK MENANTI PUTUSAN YANG ADIL DARI MAHKAMAH AGUNG BAGI SORBATUA SIALLAGAN

Jakarta, Jumat, 9 Mei 2025

Hari ini, Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan bersama Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan kembali mendatangi Mahkamah Agung RI di Jakarta Pusat. Aksi ini merupakan kelanjutan dari aksi sebelumnya pada 26 Februari 2025 untuk menuntut keadilan atas kasus hukum yang menimpa Sorbatua Siallagan, Ketua Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Dolok Parmonangan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Perkara ini saat ini sedang berproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung.

Judianto Simanjuntak, Kuasa Hukum Sorbatua Siallagan dari Tim Advokasi Masyarakat Adat Nusantara (TAMAN), menyatakan bahwa perkara ini membawa angin segar bagi penegakan hukum. Hal ini tercermin dalam putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 1820/Pid.Sus-LH/2024/PT MDN, tanggal 17 Oktober 2024, yang menyatakan:

Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No. 155/Pid.Sus/LH/2024/PN.Sim, tanggal 14 Agustus 2024, menyatakan perbuatan terdakwa Sorbatua Siallagan terbukti ada, tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perbuatan perdata, serta melepaskan Sorbatua dari segala tuntutan hukum.

Menurut Judianto, yang juga pengacara publik dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), putusan tersebut telah mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat dan hak-hak tradisional mereka, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012, dan berbagai instrumen hukum lainnya.

Namun, karena Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi pada 7 November 2024, maka putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Hingga kini, status hukum Sorbatua masih sebagai terdakwa dengan perkara yang terdaftar di Mahkamah Agung pada register No. 4398 K/Pid.Sus-LH/2025.

Friska Simanjuntak dari Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan menyampaikan kekecewaan atas kriminalisasi terhadap Sorbatua, yang dimulai dari penculikan, penetapan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara atas laporan PT Toba Pulp Lestari (TPL), hingga dihukum dua tahun penjara dan denda Rp1 miliar oleh Pengadilan Negeri Simalungun. Padahal, menurutnya, komunitas adat mereka sudah secara turun-temurun mengelola wilayah adat tersebut sejak tahun 1700-an.

“Generasi kami yang saat ini mendiami Huta Dolok Parmonangan adalah generasi ke-11 dari keturunan Raja Ompu Umbak Siallagan,” ujar Friska. Ia juga menegaskan bahwa kedatangan mereka ke Jakarta adalah untuk menuntut keadilan dan mendesak Mahkamah Agung agar membebaskan Sorbatua.

Sinung Karto dari Divisi Penanganan Kasus PB Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyebut bahwa kasus Sorbatua adalah satu dari banyak contoh kriminalisasi terhadap masyarakat adat. Minimnya pengakuan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat membuat wilayah mereka rentan terhadap perampasan, kekerasan, dan intimidasi. Dalam Catatan Akhir Tahun 2024, AMAN mencatat 121 kasus perampasan wilayah adat seluas 2.824.118,36 hektare yang menimpa 140 komunitas adat.

“Kedatangan komunitas adat ke Jakarta ini harus menjadi refleksi bagi negara dan aparat penegak hukum agar menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat,” tegas Sinung. Ia berharap Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat memutus perkara ini secara objektif dan adil, bukan hanya bagi Sorbatua dan komunitasnya, tetapi juga bagi seluruh masyarakat adat di Nusantara.

Potret Masa Aksi di Mahkamah Agung

Samuel dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan merupakan bentuk nyata penyalahgunaan hukum untuk merampas hak masyarakat adat atas wilayahnya sendiri.

Negara, melalui aparat penegak hukum, telah gagal memenuhi kewajiban konstitusionalnya dalam melindungi hak-hak asasi masyarakat adat dan justru menjadi alat kekerasan struktural yang melegitimasi kepentingan korporasi. “Ini bukan sekadar persoalan hukum, ini adalah pelanggaran hak asasi manusia. Sorbatua dikriminalisasi karena membela tanah adatnya. Mahkamah Agung harus melihat perkara ini dengan perspektif keadilan sosial dan hak asasi manusia, bukan semata-mata prosedur hukum formal,”.

Marvella Fiorenza Barfiandana, mahasiswa dari BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mengatakan aksi damai ini adalah bentuk suara masyarakat sipil kepada Mahkamah Agung. Mereka berharap agar Majelis Hakim memutus perkara ini dengan jujur, adil, dan tanpa campur tangan pihak lain.

Dalam aksi ini, mereka menyerahkan surat dukungan dari Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Sorbatua Siallagan yang berisi 324 tanda tangan serta petisi dari Change.org “Bebaskan Sorbatua Siallagan” yang telah didukung oleh 10.017 orang.

Penyerahan Surat Dukungan untuk Sorbatua Siallagan ke Mahkamah Agung

Judianto Simanjuntak menambahkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun keliru dalam menjatuhkan hukuman. “Dalam hukum pidana, hanya tindakan yang merupakan kesalahan dan melawan hukum yang dapat dijatuhi pidana. Sorbatua tidak melakukan kesalahan maupun tindakan yang melanggar hukum,” ujarnya. Karena itu, pihaknya berharap Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan dan membebaskan Sorbatua dari seluruh dakwaan.

Jakarta, 09 Mei 2025

Hormat Kami

SOLIDARITAS MASYARAKAT SIPIL UNTUK SORBATUA SIALLAGAN;Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN);Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tano Batak;Perhimpunan Bantuan Hukum;dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU);Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak;Siallagandi Dolok Parmonangan, Kab. Simalungun, Sumatera Utara;Lembaga Adat Keturunan;Ompu Mamontang Laut Ambarita (Lamtoras), Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara;Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN);Aliansi Gerak Tutup TPL;Forest Watch Indonesia (FWI);Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI);Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN);Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (BKP-PGI) Sayogo Institute;Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Krisnayana;Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI);Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS);Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia;Public Interest Lawyer Network (PIL-NET) Indonesia;Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK);Perkumpulan HuMa Indonesia;WeSpeakUp.org,Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA);Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat;Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM);Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (Kontras Sumut);Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan;Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (WALHI SUMUT);Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Komisariat UNIKA SEJAJARAN (GMNI UNIKA SEJAJARAN);Gerakan Mahasiswa;Nasional Indonesia Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (GMNI FH-USU);Aksi Kamisan Medan;Perempuan AMAN Sumatera Utara;Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sumatera Utara (AMAN SUMUT);Yayasan Srikandi Lestari.

Masyarakat Adat Serawai Lawan Putusan Hakim Atas Tuduhan Mencuri di Wilayah Adat

BENGKULU – Anton dan Kayun, masyarakat adat Serawai Semidang Sakti mengajukan upaya banding atas putusan hakim Pengadilan Negeri Tais yang memvonis bersalah keduanya atas tuduhan mencuri buah sawit milik PT Perkebunan Nusantara IV Regional 7 unit Talo-Pino yang tumbuh di atas wilayah adat suku Serawai di Desa Pering Baru, Kecamatan Talo Kecil Kabupaten Seluma.

“Hari ini, kami daftarkan upaya bandingnya atas permintaan Anton dan Kayun serta keluarga,” kata ketua tim kuasa hukum dari Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu, Fitriansyah,S.H. Kamis, 24 April 2025.

Menurut Fitriansyah, putusan PN Tais pada Kamis, 17 April 2025 yang menjatuhkan  vonis tindak pidana ringan dengan hukuman pidana penjara satu (1) bulan dan tak perlu dijalani oleh Anton dan Kayun. Dalam perspektif keadilan bagi masyarakat adat akan menjadi preseden buruk atas perjuangan mereka yang telah berlangsung hampir 40 tahun.

Sebab, dalam praktiknya. Secara sepihak, PTPN IV Regional 7 yang dahulunya bernama PTPN VII telah menduduki paksa seluruh tanah milik komunitas adat Serawai yang hidup dan beraktivitas di Desa Pering Baru secara turun temurun.

Atas itu, Fitriansyah menilai, bahwa putusan itu tidak mempertimbangkan penghormatan terhadap keberadaan masyarakat adat di Seluma yang telah diakui dan dilindungi hak-haknya melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat di Kabupaten Seluma.

“Jadi, apa yang dialami Anton dan Kayun, sesungguhnya bukan perbuatan pidana karena tanahnya ini milik masyarakat adat yang dikuasai, dikelola dan dirawat mereka sejak puluhan tahun,” kata Fitriansyah.

Selain itu, tambah Fitriansyah, jika pun klaim perusahaan wilayah itu milik Hak Guna Usaha (HGU), nyatanya lahan-lahan itu dikelola dan dirawat oleh masyarakat adat secara rutin dan berlangsung lama. Ini ditandai dengan masih adanya sisa tanam tumbuh berupa tanaman kopi dan lainnya yang sudah berusia tua.

“Prinsipnya keberatan, meskipun hanya sedetik divonis bersalah melakukan pencurian. Ini soal keadilan dan hak masyarakat adat yang sudah direbut. Praktik diskriminasi dan intimidasi pada masyarakat adat harus dihentikan,” kata Fitriansyah didampingi Rendi saputra dan Efyon junaidi.

Tim Kuasa Hukum dari Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu berada di PTSP PN Tais

Masyarakat adat Serawai Semidang sakti yang bermukim di Desa Pering Baru, Seluma. Sudah sejak tahun 1800 bermukim di daerah itu. Mereka bercocok tanam padi sawah dan darat serta berladang kopi, durian dan lainnya.

Namun pada tahun 1986, wilayah mereka kemudian dinyatakan sebagai tanah negara dan diperuntukkan untuk usaha perkebunan sawit. Mereka yang berladang dan tinggal di daerah itu pun diusir paksa. Beberapa diiming-imingi bahwa tanah mereka hanya dipinjam.

Sejak itu, konflik pun bermunculan. Masyarakat adat yang merasa tak pernah mendapatkan persetujuan atas perkebunan sawit di wilayah adat mereka terus memprotes dan berjuang. Sejumlah orang dipenjara bahkan ada yang tertembak. Karena itu, selain terus berladang dan merawat tanahnya, mereka juga mengajukan perlawanan ke kementerian, Badan Pertanahan Nasional dan lainnya.

Sampai dengan tahun 2012, berdasar hasil pengukuran ulang oleh BPN memang ditemukan ada kelebihan luas HGU milik PTPN IV Regional 7 di Desa Pering Baru. Namun demikian, hasil itu tak menjadi perhatian oleh pemerintah setempat.

Konflik antara masyarakat adat Serawai dan perkebunan pun menjadi api dalam sekam. Hingga puncaknya pada 9 Februari 2025. Anton dan Kayun, yang merupakan kakak beradik, tiba-tiba ditangkap paksa saat sedang memanen buah sawit di ladang mereka.

Anton sempat mendapatkan penganiayaan oleh dua orang anggota TNI. Keduanya pun digelandang paksa ke kepolisian dan kemudian disidangkan. Hakim pun memvonis mereka dengan tuduhan meyakinkan dan bersalah atas pencurian.

Narahubung:

Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu

Fitriansyah ‪

Rendi Saputra

KOLABORASI PEMUDA ADAT LINTAS BENUA : Pertukaran Pengalaman dan Kolaborasi Global

Kunjungan belajar antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC, sebuah organisasi masyarakat adat dari Afrika Tengah, telah membuka babak baru dalam gerakan pemuda adat lintas benua, memperkuat solidaritas di antara mereka yang terpisah oleh jarak namun dipersatukan oleh visi yang sama. Dalam beberapa hari yang penuh dengan semangat kolaborasi, kedua organisasi ini tidak hanya berbagi pengalaman dan strategi untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, tetapi juga menjalin hubungan yang semakin erat, yang diharapkan dapat menjadi fondasi kuat bagi kolaborasi jangka panjang di masa depan. Pertemuan ini menegaskan pentingnya kerja sama global dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat, dari menjaga tradisi dan budaya hingga mempertahankan hak atas tanah dan sumber daya alam mereka. Dengan semangat yang menyala dan tekad yang kuat, BPAN dan REPALEAC berkomitmen untuk melanjutkan perjuangan ini, membuka jalan bagi generasi pemuda adat di seluruh dunia untuk terus bersatu dan bekerja sama dalam menciptakan perubahan nyata bagi komunitas mereka.

Kunjungan REPALEAC ke BPAN

Kunjungan REPALEAC ke Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) disambut dengan antusiasme tinggi oleh BPAN, menandai momen penting dalam upaya memperkuat hubungan antara pemuda adat dari dua benua yang berbeda. Sebagai jaringan masyarakat adat dari Afrika Tengah, REPALEAC hadir dengan tujuan untuk menjalin kolaborasi dan berbagi pengetahuan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat. Selama beberapa hari, kedua organisasi ini memanfaatkan kesempatan berharga ini untuk bertukar pengalaman, berbagi strategi, dan membangun ikatan yang lebih kuat, yang semuanya berujung pada semangat baru untuk kolaborasi global dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia.


Mengenal REPALEAC dan Tujuan Kunjungan

REPALEAC, sebuah organisasi yang memiliki fokus utama pada pelestarian ekosistem dan perlindungan hak-hak masyarakat adat di Afrika Tengah, melakukan kunjungan penting ke Indonesia dengan tujuan mendalami Gerakan Pemuda Adat di Nusantara yang dipelopori oleh Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN). Kunjungan ini menjadi sarana bagi REPALEAC untuk lebih memahami dinamika gerakan pemuda adat Indonesia yang telah lama dikenal atas keberaniannya dalam mempertahankan identitas budaya serta memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di tengah arus modernisasi. Sambutan hangat yang diberikan oleh BPAN mencerminkan semangat solidaritas dan keterbukaan dalam menjalin hubungan yang lebih erat dengan komunitas adat dari belahan dunia lain. Selama kunjungan ini, REPALEAC tidak hanya diajak untuk menyaksikan langsung bagaimana pemuda adat Indonesia mengorganisir diri dan bergerak, tetapi juga untuk memahami berbagai tantangan dan strategi yang telah diterapkan oleh BPAN dalam menjaga warisan budaya dan kedaulatan adat mereka. Interaksi antara kedua organisasi ini membuka peluang untuk berbagi wawasan, memperkuat jaringan lintas benua, dan meneguhkan komitmen bersama dalam memperjuangkan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat adat.


Diskusi tentang Gerakan Pemuda Adat

Dalam diskusi mendalam yang diadakan antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC, perhatian besar diberikan pada cara pemuda adat Indonesia mengorganisir dan memobilisasi gerakan mereka untuk mempertahankan hak-hak tradisional dan budaya mereka di tengah tantangan global yang semakin kompleks. REPALEAC, yang datang dengan pengalaman dan perspektif mereka dari Afrika Tengah, sangat tertarik dengan pendekatan BPAN dalam menggalang solidaritas di antara pemuda adat serta bagaimana mereka membangun strategi untuk melawan marginalisasi dan perampasan tanah yang kerap terjadi. Diskusi ini menjadi wadah yang kaya akan pertukaran ide dan pengalaman, di mana BPAN secara terbuka berbagi kisah tentang berbagai tantangan yang mereka hadapi, mulai dari tekanan modernisasi hingga konflik lahan, serta langkah-langkah konkret yang mereka ambil untuk melindungi tradisi, hak-hak adat, dan tanah leluhur mereka. Melalui percakapan yang interaktif dan inspiratif ini, kedua organisasi tidak hanya memperkuat hubungan mereka, tetapi juga menemukan banyak kesamaan dalam perjuangan mereka, meneguhkan tekad bersama untuk terus memperjuangkan kedaulatan dan kesejahteraan masyarakat adat di seluruh dunia. Diskusi ini menandai awal dari kolaborasi strategis yang lebih besar, dengan harapan bahwa pengalaman dan pengetahuan yang dibagikan akan memperkuat gerakan pemuda adat lintas benua, menghadirkan solusi inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan global yang mengancam eksistensi dan keberlanjutan masyarakat adat.

Hero: Solidaritas Antar Pemuda Adat

Hero, Pejabat Ketua Umum Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), menyampaikan pesan yang menggugah dan menekankan pentingnya solidaritas antar pemuda adat sebagai elemen kunci dalam memperkuat gerakan mereka di tingkat global. Dalam pidatonya, Hero menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi oleh masyarakat adat, baik di Asia maupun Afrika, memiliki akar yang sama dan bahwa solusi untuk mengatasinya memerlukan kerja sama lintas benua. Ia menyampaikan bahwa masalah-masalah seperti perampasan tanah, erosi budaya, dan marginalisasi politik yang dialami oleh masyarakat adat di berbagai belahan dunia bukan hanya isu lokal, melainkan sebuah perjuangan bersama yang harus dihadapi dengan persatuan yang kuat. Hero percaya bahwa dengan menjalin solidaritas dan saling mendukung, pemuda adat dari berbagai latar belakang budaya dapat memperkuat posisi mereka dan menciptakan kekuatan kolektif yang mampu menghadapi tekanan eksternal yang seringkali merugikan hak-hak mereka. Pidato ini tidak hanya menyalakan semangat para pemuda adat yang hadir, tetapi juga mempertegas komitmen BPAN untuk terus berkolaborasi dengan organisasi seperti REPALEAC dalam membangun jaringan yang solid untuk memperjuangkan keadilan, kedaulatan, dan keberlanjutan bagi masyarakat adat di seluruh dunia. Pesan Hero ini menjadi seruan yang kuat untuk memperluas gerakan pemuda adat, memperkuat solidaritas antar benua, dan memastikan bahwa suara mereka didengar dan dihormati dalam kancah internasional.


Visi Bersama Basiru (Sekjen REPALEAC)

Basiru Isa Manjo, Sekretaris Jenderal REPALEAC, mengungkapkan visinya yang kuat dan inspiratif tentang pentingnya kolaborasi global antara pemuda adat di seluruh dunia, dalam upaya menghadapi tantangan yang semakin kompleks yang dihadapi oleh masyarakat adat. Dalam pandangannya, Basiru melihat potensi besar dalam penyatuan pemuda adat dari berbagai belahan dunia—sebuah sinergi yang dapat melahirkan solusi inovatif dan berkelanjutan untuk berbagai permasalahan yang melanda komunitas adat, seperti hilangnya tanah leluhur, degradasi lingkungan, dan penindasan budaya. Ia menyatakan keyakinannya bahwa dengan saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan strategi, pemuda adat dapat memperkuat suara kolektif mereka dan memperjuangkan hak-hak mereka dengan lebih efektif di tingkat global. Menurut Basiru, inisiatif ini bukan hanya tentang memperkuat jaringan lintas benua, tetapi juga tentang menciptakan gerakan global yang mampu membawa perubahan signifikan di masa depan. Pandangan ini mencerminkan harapan besar bahwa kolaborasi antara BPAN dan REPALEAC akan menjadi katalisator bagi perubahan yang lebih luas, yang mampu memberdayakan masyarakat adat untuk menghadapi tantangan zaman dengan lebih percaya diri dan penuh semangat. Kata-kata Basiru menginspirasi dan memberikan dorongan baru bagi semua yang terlibat untuk terus bergerak maju, bekerja sama, dan mengubah visi global ini menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh generasi mendatang.


Harapan untuk Masa Depan dari Marlein

Marlein Flora Nguie, salah satu pemimpin berpengaruh dalam REPALEAC, mengemukakan harapannya yang mendalam mengenai perlunya kolaborasi yang lebih erat antara pemuda adat di Asia dan Afrika, dengan menekankan bahwa kerja sama ini tidak hanya penting bagi pemuda secara umum, tetapi juga memiliki implikasi yang signifikan bagi perempuan adat. Dalam pandangannya, perempuan adat sering kali berada di garis depan perjuangan untuk mempertahankan budaya, tanah, dan hak-hak mereka, namun kerap kali mereka terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan. Marlein melihat peluang besar dalam kemitraan antara BPAN dan REPALEAC untuk mengubah dinamika ini, dengan memperjuangkan pengakuan dan dukungan yang lebih besar bagi perempuan adat dalam setiap gerakan. Ia berharap kolaborasi lintas benua ini akan menjadi sarana untuk memperkuat peran perempuan adat, memastikan suara mereka didengar, dan kebutuhan mereka diakomodasi dalam setiap strategi dan aksi yang diambil. Harapan Marlein mencerminkan visi masa depan di mana perempuan adat tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga memimpin dalam upaya kolektif untuk melindungi dan melestarikan warisan budaya mereka. Dengan semangat dan komitmennya, Marlein menginspirasi seluruh komunitas untuk melihat perempuan adat sebagai pilar penting dalam gerakan global ini, yang dapat membawa perubahan nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat adat di seluruh dunia.


Hasil dari Kunjungan

Kunjungan antara BPAN dan REPALEAC ini telah membuka berbagai wawasan baru dan menciptakan peluang kolaborasi yang signifikan untuk masa depan. Kedua organisasi menyadari betapa pentingnya kerja sama dalam memperkuat peran pemuda adat di negara masing-masing, terutama dalam menghadapi tantangan global yang kian kompleks. Pertemuan ini bukan hanya sekadar pertukaran ide, tetapi juga meneguhkan komitmen bersama untuk terus menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi strategi efektif demi kesejahteraan masyarakat adat di seluruh dunia. Dalam suasana saling percaya dan solidaritas, BPAN dan REPALEAC sepakat bahwa kolaborasi lintas benua adalah kunci untuk memajukan agenda hak-hak adat dan menjaga keberlanjutan budaya mereka. Mereka melihat kunjungan ini sebagai langkah awal menuju hubungan jangka panjang yang produktif, di mana pengalaman dan pengetahuan yang dibagikan akan menjadi fondasi kuat untuk tindakan kolektif yang lebih terarah. Dengan semangat yang diperbarui dan visi yang sama, kedua organisasi berkomitmen untuk terus bekerja sama, memastikan bahwa suara pemuda adat tidak hanya didengar tetapi juga diimplementasikan dalam kebijakan dan aksi nyata yang menguntungkan masyarakat adat di seluruh dunia.


Awal dari Kolaborasi yang Lebih Besar

Kunjungan REPALEAC ke BPAN menandai awal dari suatu hubungan yang lebih erat dan kolaborasi yang lebih besar antara kedua organisasi ini, sebuah langkah penting yang dapat membawa dampak luas bagi gerakan pemuda adat di kedua benua. Momen ini bukan hanya sekadar pertemuan, tetapi merupakan fondasi dari upaya bersama yang akan memperkuat solidaritas dan memperluas jangkauan perjuangan hak-hak masyarakat adat. Dengan dukungan kuat dari kedua belah pihak, BPAN dan REPALEAC melihat potensi besar dalam memperkuat gerakan pemuda adat, tidak hanya di wilayah mereka masing-masing tetapi juga dalam konteks global. Kolaborasi ini diharapkan mampu mendorong perubahan signifikan yang akan menginspirasi generasi muda adat di seluruh dunia untuk terus berjuang mempertahankan identitas, budaya, dan hak-hak mereka. Optimisme mengalir dari setiap diskusi dan pertukaran ide yang terjadi selama kunjungan ini, menunjukkan bahwa dengan kerja sama lintas benua, pemuda adat dapat memainkan peran penting dalam menciptakan masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi komunitas mereka. Kedua organisasi berkomitmen untuk terus menjalin hubungan yang lebih erat, menjadikan kunjungan ini sebagai pijakan untuk kolaborasi yang lebih besar dan lebih berdampak, dengan tujuan akhir menciptakan perubahan yang nyata dan positif di komunitas adat di seluruh dunia.


Kolaborasi untuk Perubahan

Dengan pengalaman berharga yang dibagikan selama kunjungan ini, baik Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) maupun REPALEAC semakin yakin bahwa kerja sama lintas benua adalah kunci utama untuk mencapai perubahan yang signifikan dalam perjuangan hak-hak masyarakat adat. Dalam suasana diskusi yang penuh semangat, Hero, Pejabat Ketua Umum BPAN, menegaskan pentingnya untuk tidak hanya menunggu momentum, tetapi juga menciptakan momentum sendiri dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi. Ucapan tersebut menggambarkan tekad kedua organisasi untuk bersama-sama merumuskan strategi yang inovatif dan efektif guna mengatasi isu-isu yang mengancam identitas dan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Kesadaran bahwa tantangan ini bersifat global mendorong mereka untuk bersatu dan saling mendukung dalam menciptakan perubahan yang nyata. Dengan semangat baru untuk masa depan, mereka berkomitmen untuk terus berkolaborasi, berbagi pengetahuan, dan menggalang dukungan dari komunitas masing-masing, sehingga upaya ini tidak hanya menghasilkan dampak positif bagi pemuda adat saat ini, tetapi juga menyiapkan generasi mendatang untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Kolaborasi yang terjalin dalam kunjungan ini diharapkan menjadi pendorong bagi lebih banyak inisiatif serupa, yang mengintegrasikan kekuatan pemuda adat dari berbagai belahan dunia dalam satu gerakan yang solid dan berkelanjutan.


Menyongsong Masa Depan Bersama

Kunjungan antara Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) dan REPALEAC ini menandai awal dari banyak peluang kolaborasi yang akan datang, memberikan harapan baru bagi perlindungan dan perjuangan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Dengan semakin kuatnya sinergi antara kedua organisasi, mereka bersatu dalam komitmen untuk melindungi identitas, budaya, dan hak-hak dasar masyarakat adat, sekaligus memperkuat jaringan solidaritas di antara pemuda adat dari Asia dan Afrika. Semangat juang yang menyala-nyala ini bukan hanya akan membawa perubahan yang nyata bagi generasi saat ini, tetapi juga akan menginspirasi generasi mendatang untuk terus berjuang demi keadilan dan pengakuan hak-hak mereka. Dengan saling mendukung dan berbagi pengetahuan, BPAN dan REPALEAC bertekad untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan, yang tidak hanya akan meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat adat, tetapi juga mendorong tindakan kolektif dalam menghadapi tantangan global. Di tengah dinamika yang terus berubah, semangat kolaborasi ini akan menjadi pendorong utama untuk memastikan bahwa suara pemuda adat terdengar dan diakui dalam setiap diskusi dan keputusan yang berkaitan dengan masa depan mereka.

Kolaborasi BPAN Moi Maya bersama Perkumpulan Papuan Voices dalam Menggelar Pemutaran Film Dokumenter

Pengurus Daerah BPAN Moi Maya berkolaborasi bersama Papuan Voices Sorong menggelar kegiatan Pemutaran Film dokumenter dan diskusi bersama masyarakat adat setempat.

Kegiatan ini merupakan bagian dari pada festival mini yang merupakan acara konsolidasi  Papuan Voices untuk memberikan edukasi kepada masyarakat adat Papua tentang kisah masyarakat adat di tanah Papua yang dilakukan di Kampung Wailen, Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Raja Ampat pada 28-29 Juni 2023.

Acara nonton bareng film dokumenter dan diskusi ini berlangsung di Balai Kampung Wailen, pada rabu hingga kamis malam pukul 18.00, 28-29 Juni 2023. Dihadiri oleh kurang lebih empat puluh orang dari Kampung Wailen, kegiatan ini juga dihadiri keterwakilan tokoh perempuan dari kampung Waimeci, serta anak-anak kecil yang menghadiri nonton film dan diskusi ini.

Adapun film-film yang diputar merupakan karya asli dari tanah Papua seperti: Penjaga Dusun Sagu, Budaya Berkebun Mempertahankan Tanaman Lokal, Dari Hutan Kitong Hidup, 30 Tahun Su Lewat, Mama Kasmir Punya Mau. Lima film tersebut diputar dan didiskusikan bersama selama 2 hari kegiatan.

“Kegiatan ini kami dari Papuan Voices Sorong dan PD BPAN Moi Maya Berkolaborasi untuk melakukan acara nonton dan diskusi, jadi malam  pertama dan kedua itu kami mulai dengan perkenalan, lalu masuk ke pemutaran setelah itu kami mengajak masyarakat dan pemuda untuk berdiskusi tentang kehidupan berbudaya serta mengajak pemuda agar bisa memjadi bagian dari pembuat film tentang kehidupan mereka sendiri, pemuataran ini kami lakukan pada jam 06;00 sore sampai jam 10:00 malam selama kegiatan berlangsung masyarakat cukup aktif datang berbondong-bondong Bersama anak-anak mereka untuk nonton, dalam sesi diskusi Bersama masyarakat tidak terlalu aktif, karena memang di kampung wailen atau terlebuh khusus masyarakat adat di Pulau Salawati Kabupaten Raja Ampat belum terkonsolidasi dan mendapatkan pendidikan kritis tentang ancaman-ancaman yang akan datang dua puluh sampai tiga puluh tahun kedepan, misalnya seperti perusahan-perusahan raksasa seperti kelapa sawit, tambang dan lain sebagainya.” Disampaikan Samuel Moifilit sebagai person in charge kegiatan tersebut.

Pihak Papuan Voices dan BPAN mengapresiasi antusiasme peserta kegiatan ini, belajar dari film yang telah disaksikan bersama sebenarnya kejadian ini sudah cukup familiar dialami masyarakat adat. Pada tahun 2000an keatas wilayah adat marga Moifilit pernah dimanfatkan oleh perusahan kayu log PT Hanurata dimana perusahaan ini mengambil kayu dari hutan dan pergi meninggalkan penyesalan bagi marga Moifilit karena selama perusahan beroperasi hingga tahun 2009, masyarakat adat tidak pernah merasakan dampak kesejahteraan.

Unsur pemuda adat, perempuan adat dan anak-anak adat ikut serta dalam diskusi dan nonton bareng ini menandakan adanya kesadaran kolektif yang ditanamkan sejak dini tentang pentingnya menjaga wilayah adat.

Hal lainnya disampaikan oleh Yosep Klasia selaku Pengurus Daerah Moi Maya Barisan Pemuda Adat Nusantara, saat sesi berdiskusi ia mengungkapan, “Kami selaku pemuda di pulau Salawati bersama masyarakat adat ingin bertanya kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) pada akhir bulan Maret lalu ada tim dari instansi kehutanan yang melakukan kegiatan tanam patok bertulisan HPK di wilayah Pulau Salawati Tengah Kabupaten Raja Ampat. Kegiatan yang mereka lakukan ini menurut dugaan kami adalah praktek perampasan oleh negara Indonesia melalui kementerian terkait, karena begini mereka saat menanam patok tidak bersosialisasi dengan marga-marga yang ada atau masyarakat kampung, dan tiba-tiba kami kaget saat melihat patok HPK telah ditanam di wilayah adat kami.”

Menurut Yosep Klasia, rasa kecewa terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah melalui instansi terkait, harusnya kegiatan tanam patok itu wajib hukumnya memberitahu pemilik tanah dan hutan di Pulau Salawati bukannya main sabotase wilayah adat masyarakat setempat. Yosep juga menegaskan kembali Instrumen Undang-Undang yang menjelaskan tentang keberadaan masyarakat adat bahkan diperkuat atas putusan MK 35 Tahun 2012 tentang hutan adat bukan hutan negara. Hal ini harusnya menjadi pertimbangan bagi KLHK dalam menetapkan status Kawasan hutan menjadi HPK (Hutan Produksi Konversi).

Pemuda Adat Bangkit, Bersatu, Bergerak Mengurus Wilayah Adat.

Disunting oleh CH.

KONTAK KAMI

Sekretariat Jln. Sempur 58, Bogor
bpan@aman.or.id
en_USEnglish